Daisypath Anniversary tickers

Monday, December 19, 2005

" Udah Isi ?? "

"Udah isi ?" Pertanyaan paling standar yang dihadapi oleh wanita yang baru menikah. Belom terlalu bosan sebenarnya menghadapi pertanyaan seperti itu, karena usia pernikahannya pun tergolong baru. Walaupun kadang keluar juga sifat jailnya, "Udah tadi pagi isi nasi goreng"

Tapi sebenarnya kalau mau direnungi, pertanyaan standar seperti itu bukan pertanyaan yang mudah. Karena makna dari pertanyaan itu adalah pertanyaan apakah sekarang kita sudah layak diamanahkan oleh Allah sebuah amanah besar. Apakah kita sudah berpindah kepada peranan yang baru yaitu sebagai ibu. Dan apakah kita sudah benar - benar siap dengan segala konsekuensinya.

Terus terang, akhir - akhir ini saya jadi sedikit phobia dengan pertanyaan itu. Karena yang terbayang ketika ditanya hal seperti itu adalah bayangan perjuangan yang berat dalam masa - masa kehamilan dimana kondisi fisik dan mental seorang wanita pada masa - masa itu biasanya menjadi tidak stabil. Kemudian terbayang pula perjuangan besar meregang nyawa ketika melahirkan seorang anak, perjuangan yang nilai nya sebanding dengan pahala para syuhada. Dan terbayang pula kesiapan diri ini untuk mengambil peran baru, sebagai seorang ibu, madrasah pertama bagi anaknya, pemilik surga di telapaknya, dan juga pemegang amanah yang kelak harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Astaghfirullah ....

Sekedar punya anak bukanlah sebuah prestasi. Para wanita tunasusila yang tidak memiliki harga diri pun bisa dengan mudahnya melahirkan seorang anak. Bahkan binatang yang sangat rendah derajat kehidupannya dibandingkan manusia pun melahirkan keturunan. Jadi, sekedar punya anak bukanlah sebuah prestasi. Yang menjadi prestasi adalah ketika kita mampu menjadikan anak ini sebagai pembuka pintu surga bagi kedua orang tua nya.
Semoga Allah senantiasa memberi yang terbaik.

Amiin ya rabbal'alamiin.

syukur

Sore ini tiba - tiba mengeruak sebuah syukur penuh haru. Mengingat anugrah yang telah Allah titipkan semenjak sebulan yang lalu. Sungguh anugrah terbesar dalam hidup. Semoga Allah menjadikan diri ini sebagai hamba yang pandai bersyukur atas limpahan anugrah-Nya.

Salam rindu untuk seseorang,
Yang telah mengetuk pintu hati ini dengan penuh kelembutan,
Membukanya dengan penuh kasih sayang,
Dan mengisinya dengan cinta dan perhatian.

Tidak ada yang mampu diberikan sebagai balasan,
Selain untaian do'a yang dilantunkan,

" May Allah shower you with His love, for the love that you shower me "

Friday, December 02, 2005

Saatnya Berbagi

Ternyata butuh sebuah proses pembelajaran tersendiri untuk bisa berbagi. Saya yang biasanya memutuskan segala sesuatunya sendiri bahkan terkadang menyimpan segala sesuatu nya untuk sendiri, sekarang harus berbagi. Bukan sekedar berbagi materi yang dimiliki, tapi juga berbagi pemikiran yang terlintas di kepala, berbagi perasaan yang mendiami hati dan berbagi beban yang dipikul di pundak.
Saya baru menyadari bahwa ternyata butuh proses pembelajaran sendiri bahkan untuk berbagi beban dan kesedihan. Harus mulai belajar mengizinkan seseorang melihat bulir - bulir air mata yang menetes. Air mata yang biasanya hanya disaksikan oleh dinding - dinding kamar atau oleh hamparan sejadah panjang.
Semoga Allah memberikan kesabaran untuk terus belajar berbagi. Karena dunia terlalu luas untuk diarungi sendiri

Tuesday, November 22, 2005

Mencintai Itu Keputusan

Ditulis Oleh : Anis Matta
Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Ini bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar. kemudian ia pun berkata, "Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang kamu temui di sini". Itulah kalimat pertama Utsman bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sebab cinta adalah kata lain dari memberi. sebab memberi adalah pekerjaan. sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat. Sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama. Sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh.maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia mengatakan, "Aku mencintaimu".Kepada siapa pun! Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian di situ.

Aku mencintaimu, adalah ungkapan lain dari Aku ingin memberimu sesuatu. Yang terakhir ini juga adalah ungkapan lain dari, "Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk
mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia..." "aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin..." "aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan padamu ..." "aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu...."

Dan proses pertumbuhan itu taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, "Aku mencintaimu", kamu harus membuktikan ucapan itu.Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, Tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi. Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam satu situasi: cinta yang tidak terbukti.

Ini yang menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.

Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu, konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi di situlah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengah situasi-situasi yang sulit. Di situ konsistensi teruji.

Di situ juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawantahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam waktu yang longgar. Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya mengatakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagianya. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain.
Bahkan setelah sang pencinta mati.
Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.
For someone special : semoga kita terus diberi kesabaran untuk belajar mencintai.

Thursday, November 17, 2005

Just Tell Them That You Love Them

There are times, when you need to let the people around you to know how much you care for them. Although it's not easy, expressing your feeling will make them feel loved and feel more precious to you.

Just tell them that you love them, that you'll be there whenever they need you, and that they're always be a part of your heartbeat. Tell them that your life won't be complete without them. That you are what you are now, because of them.

And there's one thing that you should also keep in mind, words are not enough. It'll never be enough. No matter how often you tell your friends how much you love them, they can never feel it if you don't show it. If you don't express it, and if you don't proof it. To make our friends stay close, we need to open up our hart, open up our mind, open up our ears, and also open up our arms.

Don't let your friends slip away cause they feel that you weren't there for them anymore. Don't let them walk away cause they feel that they'll be better of without you. You'll never forgive yourself if you do. Regrets are always come late.

Monday, November 14, 2005

Sebelum Mengambil Keputusan Besar Itu

Sulit dijelaskan memang, bagaimana 2 halaman data pribadi dan potongan - potongan informasi tentang seseorang bisa membuat saya merasa begitu mantap mengambil keputusan untuk menikah. Dan saya juga tidak punya jawaban atas pertanyaan apa yang membuat saya berani mengambil keputusan untuk menikah dengan seseorang yang wajahnya bahkan namanya pun tidak pernah terekam dalam ingatan saya.

Menikah dalam waktu hanya berselang 35 hari dari pertemuan pertama memang merupakan sesuatu yang tidak mudah dimengerti oleh orang pada umumnya. Dan bohong besar kalau saya bilang bahwa tidak pernah ada rasa takut atau ragu - ragu. Perasaan takut atau ragu - ragu rasanya sesuatu yang sangat manusiawi. Tapi ketika kita berusaha mengikhlaskan segala sesuatunya hanya dalam rangka keta'atan kepada Allah maka jalan terbaik itu pasti akan dibukakan oleh Allah.

Di awal, banyak hal yang menjadi pertanyaan besar sebelum saya memutuskan untuk menikah. Mulai dari latar belakang keluarga saya dan keluarga calon suami yang berbeda yang bisa mempersulit proses adaptasi, kemudian masalah penghasilan, sampai kepada kriteria fisik yang ideal. Dan menurut saya itu pertanyaan atau keragu - raguan yang wajar dan manusiawi, bukan sebuah aib. Tapi pada akhirnya semua pertanyaan itu menjadi tidak penting ketika kita berpegang pada prinsip yang substansial. Semua menjadi tidak penting ketika kita meyakini bahwa ketika kita menikahi seseorang karena keridhoan kita terhadap akhlaq dan agamanya, maka hadiah terbaik dari Allah adalah kelapangan, ketenangan dan balasan surga. Dan akhirnya ... keputusan besar itu pun diambil.

Teruntuk semua orang yang masih bersabar menunggu, yakinlah bahwa bersabar itu tidak akah pernah lama. Dan buah kesabaran dari penantian sampai akhirnya Allah mempertemukan kita dengan seseorang yang terbaik untuk kita, itu adalah buah kesabaran yang nilainya jauh lebih baik dari jerih payah kita dalam bersabar itu sendiri.

Terlalu dini untuk mengatakan bahwa pernikahan saya akan selalu bahagia, karena usianya baru 2 hari saja, tapi ada kebahagiaan tersendiri ketika mendengar suami berkata "you may not be the perfect one of all, but I belive that you are the best one for me". Dan kalimat seperti itu hanya akan keluar dari pasangan hidup yang memahami bahwa jalan apapun yang Allah bukakan, selama kita mengikhlaskan niat, maka yang terbaiklah yang Allah beri.

Thursday, November 10, 2005

Insya Allah Menikah

Assalamu’alaikum wr wb

Segala Puji bagi Allah yang telah menciptakan mahluk nya dalam keadaan berpasang – pasangan. Dengan mengharap ridho dan rahmat Allah SWT, izinkan kami :

Selvi Amriani ( MA’98) dan Agus Nugroho (T.Elektro UPI 98)

Mengundang ikhwahfillah untuk menghadiri akad dan syukuran pernikahan kami yang insya Allah akan dilaksanakan pada :

Hari Ahad, 13 November 2005
pukul 09.00 – 14.00
Di Aula Ahmad Yani, Komp. PUSDIKTER (Pusat pendidikan teritorial)
Jl. Raya Gadobangkong Cimahi - Padalarang

Kami mengharap keikhlasan ikhwahfillah untuk turut mendo’akan agar pernikahan ini benar – benar menjadi pernikahan yang barokah. Tidak hanya sekedar bentuk pacaran yang dilegalkan, tapi bernilai jauh lebih dari itu di mata Allah. Pernikahan yang melahirkan keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah, dan benar – benar bermanfaat untuk da’wah. Sebuah keluarga dimana sang suami tidak harus memilih antara kecintaan nya kepada istri dan kecintaannya kepada Allah, karena keduanya selalu sejalan. Sebuah keluarga dimana sang istri tidak harus memilih antara keta’atan nya kepada Allah dan keta’atannya kepada suami, karena keduanya tidak pernah bertentangan.Keluarga yang tidak pernah lepas dari naungan hidayah Allah.

Tuesday, October 18, 2005

Being Perfect

Bandung, selasa pagi ...

Feeling extreemly exhausted. Hanya Allah yang tau darimana saya bisa mendapatkan energi untuk menunaikan amanah - amanah yang menunggu, menyelesaikan pekerjaan - pekerjaan yang menggunung, dan urusan - urusan yang sudah tidak bisa ditunda lagi.

Tapi beberapa hari ini saya sering kali teringatkan bahwa betapa pun sibuknya kita dengan urusan - urusan pribadi kita, betapa pun sulitnya kita mengatur jadwal kita agar tidak ada amanah da'wah yang terlalaikan, dan betapa pun kerasnya kita berjuang melawan rasa malas, rasa jenuh dan lelah yang datang dari dalam diri kita sendiri, ternyata objek da'wah seringkali menuntut kita untuk tampil sempurna di hadapan mereka.

Terkadang objek da'wah kita tidak mau tahu bahwa kita pun manusia lengkap dengan segala kelemahan dan kekurangan yang ada. Bahwa kita pun manusia yang secara fitrah pasti mengalami masa - masa lemah dengan kondisi keimanannya. Yang mereka mau adalah kita selalu ada setiap kali mereka butuhkan, yang mereka mau adalah kita selalu punya yang mereka pinta, dan kita selalu bisa melakukan apa yang mereka tidak bisa.

Dan mereka tidak salah. Karena memang bukan porsinya mereka untuk memahami, dan juga bukan porsinya mereka untuk memaklumi. Itu adalah porsi kita, yang sejak kita mengazzamkan diri menjadi seorang da'i maka sejak itulah kita bersedia untuk melayani. Memberikan apa yang diminta dan selalu ada untuk menjadi sandaran bagi para objek dakwah kita.
Lalu bagaimana dengan diri kita sendiri ? Kepada siapa kita harus bersandar ? Segala puji bagi Allah karena telah menjanjikan bahwa Ia akan selalu ada bersama kita selama kita berusaha menapaki jalan-Nya. Maha besar Allah karena telah menjanjikan pertolongan dengan kekuasaan-Nya yang tanpa batas bagi semua kesulitan yang kita hadapi di jalan-Nya. Dan Maha Suci Allah karena telah mengumpulkan kita dalam ikatan ukhuwah bersama orang - orang yang mencintai kita karena mereka mencintai-Nya. Kepada itu semua lah kita bersandar.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Q.S. Muhammad ; 47)
"Bersungguh-sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengankemuliaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan Kekuasaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan kelemahanmu niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya." (Ibnu'Athailah)


Semoga Allah memberikan kekuatan, keistiqomahan, dan kesabaran sampai akhirnya pintu kemudahan - kemudahan itu terbuka dan masalah - masalah itu menemukan jalan keluarnya.

Tuesday, September 13, 2005

lantunan do'a

Allahu Robbi ... jika sampai waktuku, izinkan aku menikah karena rahmat Mu. Dan jangan pernah palingkan wajah Mu dariku.

Subhanallah ...
Lantunan do'a yang sangat indah mengawali sebuah sms yang berisi undangan utk menghadiri resepsi pernikahan. Do'a yang layaknya dilantunkan oleh setiap orang yang berniat menggenapkan separuh dien nya. Do'a yang secara spontan menggerakan hati ini untuk berharap semoga Allah mengabulkan do'a itu untuk sang pengirim sms, dan semoga Allah mengabulkan do'a itu juga untuk ku.

Friday, September 09, 2005

nikmatnya cinta dalam ukhuwah islamiyah

Untuk kesekian kalinya saya diminta mengisi sebuah acara ta'lim, dan untuk kesekian kalinya pula ada perasaan yang sangat berat, seolah ada awan yang memayungi dan membuat segala sesuatu nya terasa kelam. Ini disebabkan karena tuntutan untuk menjadi orang pertama yang mengamalkan apa yang disampaikan. Semakin banyak yang disampaikan, semakin banyak pula beban kewajiban yang harus ditunaikan.

Dan siang ini, saya diminta menyampaikan serba - serbi seputar ukhuwah. Astaghfirullah .. berat sekali rasanya. Apalagi ketika panitia menyampaikan bahwa judul kajian nya adalah "Nikmatnya cinta dalam ukhuwah islamiyah". Masya Allah, bagaimana caranya menyampaikan sesuatu yang sebenarnya sangat abstrak, menurut saya. Tapi ya sudahlah, luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar. Akhirnya saya bersedia untuk mengisi acara tersebut.

Di sela - sela persiapan bahan - bahan dan materi yang akan disampaikan, tiba - tiba saya seolah teringatkan. "Nikmatnya cinta dalam ukhuwah Islamiyah", saya mungkin belum sempurna dalam menunaikan kewajiban ukhuwah saya, tapi sebenarnya sudah banyak hak ukhuwah yang saya terima yang itu mengingatkan saya bahwa selama ini pun, limpahan nikmat dalam rangkaian ukhuwah itu sudah banyak saya alami.

Dan subhanallah, ketika tiba saatnya saya harus menyampaikan materi, ternyata diantara wajah orang - orang yang ada dihadapan saya, terdapat wajah seseorang yang sangat istimewa yang selama ini telah mendampingi saya. Wajah seseorang yang seharusnya beliau bukan bagian dari peserta acara itu, tapi beliau ada di sana. Seolah Allah benar - benar ingin mengingatkan bahwa beliau adalah bagian dari nikmat ukhuwah yang harus saya syukuri.

Wajah yang tanpa harus berkata apa - apa, tapi menyelipkan rasa bahagia setiap kali saya melihatnya. Wajah seseorang yang senantiasa mendengarkan semua keluh kesah saya. Seolah saya benar - benar bisa bermanja dihadapannya. Menjadi diri sendiri bahkan dalam tampilan yang paling lemah sekalipun. Pun ketika keluh kesah itu berusaha ditutup rapat - rapat, beliau cukup hadir dengan sebuah pertanyaan sederhana, "kenapa ?", dan akhirnya mengalirlah semua yang menyesakan dada dan berputar - putar di kepala. Wajah seseorang yang menjadi alasan betapa saya harus terus bersyukur karena Allah mempertemukan saya dengan beliau.

"Nikmatnya cinta dalam ukhuwah Islamiyah", tidak bisa .. rasanya saya tidak mampu menceritakannya. Perasaan ini begitu indah sehingga seseorang harus merasakan nya sendiri untuk bisa memahami kenikmatannya. Kenikmatan yang membuatnya merasa beruntung, seperti yang saya rasakan sekarang.
ana uhibukifillah ukhti ..

Thursday, September 08, 2005

speechless

seakan ujian itu tidak pernah berhenti...
naluri jiwa yang lemah tentu saja menggoda hati untuk menyerah pasrah pada kelemahan diri. tapi pada saat yang sama, posisi yang mulia pun tergadaikan untuk sebuah kehinaan

Sunday, September 04, 2005

keabisan stock

Ada sedikit perasaan menggelitik ketika salah seorang adik kelas berkomentar, "wah kalau ikhwan 99 nikahnya sama akhwat yang lebih tua semua, ntar kita nikah ma siapa dong ?? ". Walaupun tentu saja komentar itu tidak bernada serius. Tapi itu mengingatkan saya pada komentar seorang akhwat yang secara tidak langsung mengeluhkan fenomena ikhwan - ikhwan yang usianya sebaya dengan beliau bahkan lebih tua, tapi justru ketika menikah lebih memilih akhwat yang usianya relatif jauh lebih muda.

Di satu sisi banyak orang yang mengacungkan jempol ketika ada seorang ikhwan memilih untuk menikah dengan akhwat yang usianya relatif lebih tua, rasanya keunggulan amalan yang satu ini sudah tidak perlu dijelaskan lagi. Di sisi lain, banyak juga yang sedikit bernada miring ketika ada seorang ikhwan lebih memilih menikahi akhwat yang usianya lebih muda. Kalau di Bandung ada sebuah istilah untuk kriteria akhwat seperti ini. Cangor = cantik dan ngora (muda).
Tapi kalau kita mau melihat sedikit lebih objektif, tentu saja kita harus mau mengakui bahwa kondisi ini tidak bisa dipukul rata atau di buat hitam - putih. Karena tidak semua ikhwan yang menikahi akhwat yang lebih muda memiliki niatan tidak tulus dalam pernikahannya. Dan tidak menutup kemungkinan juga ada ikhwan yang memilih menikahi akhwat yang lebih tua ternyata tidak layak untuk diacungi jempol.
Mungkin ada yang bilang kalau ikhwan - ikhwan yang usianya sudah layak menikah memilih untuk menikahi akhwat - akhwat yang lebih tua lalu siapa yang akan menikahi akhwat yang usianya relatif lebih layak untuk didahulukan dalam sebuah proses pernikahan. Tapi komentar seperti ini juga bisa dipatahkan dengan argumen, kalau ikhwan - ikhwan memilih mendahulukan akhwat yang usianya lebih tua, lalu siapa yang akan menikahi akhwat2 seusianya atau yang lebih muda darinya yang juga sama2 punya keinginan yang besar untuk menikah. Kalau sudah begini ceritanya, kedua pendapat ini tidak akan mencapai titik temu.
Jika dipandang dari kacamata para akhwat yang sebagian besar memilih untuk menunggu, saya sendiri berpendapat rasanya tidak perlu ada perasaan khawatir. Walaupun "trend" di pasaran sekarang ikhwan memilih untuk menikahi akhwat yang lebih tua, atau lebih muda, atau mungkin sebaya, insya Allah itu semua tidak akan mempengaruhi jodoh yang sudah Allah tentukan untuk kita. Kita tidak akan kehabisan stock ikhwan karena semua orang sudah Allah tentukan usia, rezeki dan jodohnya. Jadi, lebih tua, lebih muda atau sebaya, biar Allah saja yang tentukan.

Wednesday, August 31, 2005

an explanation

"Kenapa ??"

Hampir semua orang berkomentar begitu setelah keputusan besar itu saya ambil. "Bukannya dulu upi udah mutusin untuk mundur ?" Hampir semua bereaksi keheranan. Kenapa akhirnya saya memutuskan untuk melangkah ke jalan yang dulu pernah saya putuskan untuk tidak dijalani. Walalhu'alam. Mungkin seharusnya tidak perlu bertanya kenapa. Karena saya sendiri tidak punya penjelasan yang bisa memuaskan semua orang.

Tidak ada orang yang tau apa yang akan dia hadapi di kehidupannya nanti. Tidak ada orang yang tau kemana Allah menggiring langkah - langkah nya. Kita hanya bisa berusaha, berikhtiar, dan berdo'a. Yang jelas keputusan ini diambil sudah dengan proses pemikiran yang cukup matang menurut saya. Dan tidak sekedar luapan emosi semata. Memang banyak yang harus dikorbankan, dan jalan menuju tercapainya apa yang diharapkan pun sudah pasti tidak akan semulus yang dibayangkan.

Tapi rasanya saya tidak akan bisa mema'afkan diri sendiri jika ikhtiar itu tidak disempurnakan. Saya tidak akan pernah tahu apakah saya sebenarnya mampu atau tidak, apakah sebenarnya Allah membukakan jalan menuju ke sana atau tidak, kecuali saya sudah mencoba. Jika memang yang Allah takdirkan lain, yah setidaknya saya sudah mencoba.

Sekarang pun rasanya kaki saya sudah mulai merasakan kerikil - kerikil yang tersebar di atas jalan menuju sesuatu yang saya usahakan. Tapi bukankah disitu letak kenikmatannya ? Kalau segala sesuatu nya mudah, bagaimana kita bisa merasakan kebahagian ketika datang pertolongan Allah?

Fa idzaa 'azzamta fa tawakkal 'alallahi

Tidak ada yang bisa merasakan manisnya buah kesabaran, sampai ia benar - benar yakin dan teguh di atas gapura kesabaran yang dibangunnya.
~ Semoga Allah meneguhkan kesabaran ini dan meringankan langkah - langkah kaki ini~

Thursday, August 18, 2005

smile

there must be a reason to smile ....
Walaupun kadang terasa sangat sulit untuk tersenyum ketika kita berada dalam kondisi yang sempit dan menyesakkan, tapi sebenarnya jika kita renungkan, masih ada banyak hal yang patut kita syukuri dan dapat membuat kita tersenyum.

Semoga Allah selalu memudahkan saya dalam menemukan alasan untuk tersenyum.

Tuesday, August 16, 2005

mohon do'anya

"Hidup ini adalah rangkaian dari keputusan". Sebuah nasihat yang akan selalu melekat dalam ingatan saya. Bahwa hidup adalah rangkaian dari keputusan - keputusan baik kecil maupun besar yang kita ambil dari semenjak kita diberkahi Allah akal sampai akhirnya Allah menakdirkan kita berpisah dari kehidupan itu sendiri.
Dan sekarang saya berada dalam persimpangan dimana saya harus mengambil keputusan. Keputusan besar yang jika Allah memperkenankannya maka hal itu akan merubah kehidupan saya selanjutnya. Keputusan yang membutuhkan pengorbanan besar untuk mewujudkannya. Keputusan yang tidak hanya akan berpengaruh untuk saya tapi juga mempengaruhi orang - orang terdekat di sekeliling saya.
Mohon do'a nya ...
Agar saya diberi keberanian untuk mengambil langkah besar ini. Agar Allah memudahkan urusan ini jika memang ini yang terbaik untuk saya. Agar Allah memberkahi keputusan ini jika langkah ini memang baik untuk saya, untuk agama saya serta untuk kehidupan saya saat ini dan yang akan datang.
Dukungan penuh dari orang - orang yang saya sayangi tentu akan membuat kaki ini terasa lebih ringan untuk melangkah. Teringat untaian nasihat dari salah seorang teman, "setiap hal yang kita putuskan untuk kita jalani, butuh helaan nafas tersendiri untuk menjalaninya. sampai benar - benar terwujud atau terkubur bersama kelemahan kita".
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk dengan pengetahuan - Mu, aku memohon agar diberi kekuatan dengan kekuatan Mu. Aku memohon kemurahan yang sangat luas, karena Engkau berkuasa dan aku tidak. Engkau maha mengetahui dan aku tidak, dan Engkau maha mengetahui semua hal yang ghaib. Jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku, bagi agamaku, bagi kehidupan ku saat ini dan masa depan ku, maka mudahkanlah ia bagiku, kemudian berkahilah ia bagiku. Sedang jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini buruk bagiku, bagi agamaku, bagi kehidupan ku saat ini dan masa depan ku, maka jauhkan lah ia dari ku, dan jauhkanlah aku dari nya. Berilah kebaikan untukku dimana pun adanya. Dan jadikanlah aku orang yang ridha dengan pemberian Mu itu.
~ Jangan melangkah di jalan keputusasaan, di dunia ini terhampar berjuta harapan. Dan jangan melangkah menuju kegelapan, di alam ini terdapat banyak cahaya ~
catatan :
eeiiiiiiiiiitt ... ini bukan soal nikah loh :D

Sunday, August 14, 2005

Jiwa - Jiwa Yg Berkelana Dalam Duka

Wahai jiwa yang berkelana dalam duka cita, bergeraklah menuju suatu aksi tanpa ragu. Karena dibalik cakrawala, bersemayam jalan keluar untuk semua kesulitan - kesulitan mu.

~ Dikutip dari : La Tahzan ~

Raut muka semua orang yang berada di forum itu mendadak berubah. Baru saja beberapa menit yang lalu, forum itu selesai membahas semua persiapan - persiapan yang sudah dilakukan untuk menyelenggarakan sebuah agenda da'wah di keesokan harinya. Tiba - tiba datang pemberitahuan, semua dibatalkan. Acara yang seharusnya diselenggarakan keesokan harinya, sore itu juga harus dibatalkan. Semua persiapan yang telah dilakukan seperti pengisi acara, pembicara, tempat yang sudah dibooking beberapa hari sebelumnya dan juga undangan yang sudah disebarkan, semua dibatalkan. Tidak cukup sampai di situ, ternyata tidak turunnya perizinan dari pihak birokrasi pun membuat semua perencanaan - perencanaan agenda da'wah untuk 6 bulan ke depan harus dibatalkan.

Untuk beberapa menit, tidak ada satupun orang yang bersuara dalam forum itu. Masing - masing berusaha dengan keras untuk mengontrol emosi, mencerna dan berusaha berpikir jernih setelah mendengar berita yang sangat mengejutkan itu. Berita itu tidak saja membuat semua energi, waktu dan materi yang telah dikorbankan selama ini menjadi sia - sia, tapi juga merupakan sebuah kemunduran besar bagi da'wah di lembaga itu.

Sunatullah da'wah adalah adanya rintangan dan hambatan. Sunatullah da'wah adalah jalan yang tidak mulus dan banyak pihak yang tidak menyukai orang - orang yang berusaha menapaik jalannya. Sunatullah da'wah adalah adanya kesulitan dan kesempitan. Tapi selain itu, sunatullah da'wah adalah turunnya pertolongan Allah bagi orang - orang yang berjuang di sana. Sunatullah da'wah adalah janji Allah bagi orang - orang yang berkorban di jalannya. Dan sunatullah da'wah adalah tegaknya kalimatullah. Karena kemenangan adalah suatu hal yang pasti, semua hanya masalah waktu. Dan yang menjadi pertanyaan adalah akankah kita menjadi bagian dari orang - orang yang menyongsong kemenangan itu ? Ataukah kita akan berhenti di tengah perjalanan, dan menyerah pada kelemahan diri yang dihadapkan pada kekuatan tirani ?

Dan forum sore itu pun ditutup dengan untaian tausiyah yang begitu menyejukan hati. Tausiyah yang mengingatkan setiap kita bahwa ketika kita menghadapi rintangan dalam berda'wah maka seharusnya kita berbangga hati karena itu menunjukan bahwa kita berada di atas jalannya para nabi. Tausiyah yang kembali menumbuhkan optimisme kita bahwa pertolongan Allah itu sangatlah dekat. Pasti ada jalan keluar untuk semua kesulitan yang kita hadapi. Tausiyah yang membuat setiap kita meninggalkan forum dengan wajah yang kembali tersenyum setelah sebelumnya berjanji bahwa kita akan bertemu lagi di forum ini untuk kembali merancang strategi - strategi demi tegaknya panji - panji da'wah.


Dan dalam letih pun mereka tersenyum, karena apa yang ditunaikan hari ini menjadi jaminan bermaknanya usia dan berartinya hidup.

~ Dikutip dari : La Tahzan ~

Tuesday, August 02, 2005

Pengumuman

Mohon ma'af karena sudah sekian lama blog nya ngga di up date. Sebenarnya klise, tapi sekarang hampir ngga ada waktu untuk duduk sebentar dan menuliskan sesuatu di blog ini. Rasanya udah beberapa minggu ini tenggelam diantara tumpukan file - file kerjaan di kantor.

Jangankan nulis blog, kadang makan siang aja ngga sempet. Dan begitu pulang, yang ada tinggal sisa - sisa tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan lain selain kerjaan kantor. Subhanallah, emang akhir - akhir ini extremely exhausted. Kangen sih pingin nulis di blog. Tapi kalo nulis nya ngga dalam kondisi yang lapang, tenang, dan damai, idenya suka ngga keluar :D (ma'lum amatiran).

Monday, July 18, 2005

I Lost My Ring

Mohon ma'af yang sebesar - besar nya, postingan ini edisi curhat abisss ... :D

-------------------------------------------------------------------------------

I lost my ring this morning ...
My favorit ring :(
Tadi pagi sebelum berangkat kerja seperti biasa saya selalu memeriksa perlengkapan sebelum pergi. Mulai dari dompet, kacamata, hp, Qur'an, trus pindah ke tangan, manset, jam tangan dan .... cincin. Ternyata cincin nya tidak ada saudara - saudara !!!

Saya lupa dimana terakhir kali saya simpan cincin itu. Memang kebiasaan kalau udah sampe rumah, semua perlengkapan dilepas, termasuk jam tangan dan cincin. Dan nanti sebelum pergi baru dipake lagi. Tapi biasanya cincin itu ngga jauh dari meja atau kotak kecil tempat saya biasa menyimpannya. Jam tangan nya ada ko cincin nya ga ada yah :-?

Mungkin memang cincin itu makna nya tidak sebanding layaknya sebuah cincin pernikahan. Cincin itu cuma cincin biasa, malah banyak temen - temen yang protes karena cincin itu berbentuk micky mouse yang lagi nyengir. Mungkin childish sekali kalo hari gini masih pake cincin micky. Tapi ga tau kenapa, saya suka. Dan cincin itu sudah melingkar di jari saya selama bertahun - tahun. Bahkan meninggalkan bekas permukaan kulit yang lebih putih melingkar di jari tengah sebelah kanan. Jadi aneh rasanya kalo cincin itu tiba - tiba ga ada.

Sangking kepikiran nya sama itu cincin, saya pasang pengumuman di status YM saya pagi ini yang bunyinya " I Lost My Ring :( ". Tapi, subhanallah, tidak berapa lama setelah pengumuman itu dipasang, tiba - tiba tring ... sebuah window YM terpampang di layar komputer saya. Dan untaian tausiyah yang sangat menyejukan turut hadir bersamanya. "Sabar ya teh. Memang tidak ada yang abadi. Mungkin itu peringatan dari Allah, biar teteh ngga terlalu sayang sama si micky."

Subhanallah ..
Jadi teringatkan kembali. Bahwa memang tidak ada yang abadi. Jangankan sebuah cincin, bahkan jasad kita pun bukan milik kita selamanya. Pasti akan datang masa perpisahan itu. Astaghfirullah. Ngapain ngurusin hilangnya cincin kalau pada akhirnya semua yang ada pada diri kita, termasuk orang - orang yang kita sayangi akan turut hilang suatu saat nanti.


Jazakillah khair ukhty :) Ana uhibuki fillah .. Insya Allah

barokallah ...

Satu hal yang paling saya takutkan dari melihat teman - teman saya ditakdirkan Allah untuk menikah lebih dahulu dari saya adalah ... perasaan kehilangan. Hampir semua orang sependapat bahwa pernikahan membuat seorang perempuan tersita perhatian dan energinya untuk menangani masalah domestik sehingga ruang gerak sosialnya tidak lagi seluas sebelum dia menikah. Dan mungkin itu pula yang terjadi dengan orang - orang terdekat di sekeliling saya. Energi, perhatian, dan tentu saja kasih sayang yang biasa saya dapatkan dari mereka mau tidak mau akan berkurang ketika mereka menikah.
Apalagi hampir semua teman dekat saya termasuk kategori pengantin baru. Karena belum ada yang usia pernikahannya lebih dari dua tahun. Sehingga wajar jika kemudian semua cerita - cerita yang saya dengar dari mereka tidak jauh dari seputar pernikahan, atau kesibukan - kesibukan yang saya liat dari aktivitas mereka tidak jauh dari mengurus suami dan anak. Karena memang urusan itu yang saat ini benar - benar mendominasi alam pikiran mereka.
Sekarang mungkin akan sedikit sulit untuk menemukan moment yang tepat untuk berbagi semua masalah dan keluh kesah saya seperti dulu. Atau bahkan sekedar meluangkan waktu untuk sekedar makan siang bersama. Dan saya pun tidak lagi menjadi satu - satunya tempat mereka mempercayakan masalahnya, peran saya sebagai pendengar untuk semua lintasan pikiran mereka pun berkurang. Karena segala sesuatu nya tidak lagi seperti dulu.
Tentu saja semua ini tidak mengurangi rasa syukur saya karena Allah telah memilihkan pria - pria terbaik untuk mereka. Dan tidak mengurangi kebahagiaan saya melihat binar - binar mata penuh suka cita dan semangat para istri dan ibu "dadakan" ini. Saya hanya perlu sedikit waktu untuk membiasakan diri. Bahwa segala sesuatunya tidak akan pernah seperti dulu. Bahwa saya tidak lagi berhak menuntut perhatian dan kasih sayang dari mereka sebanyak yang pernah mereka berikan dulu. Karena sekarang ada yang lebih berhak atas perhatian dan kasih sayang itu. Saya hanya berharap Allah menghibur saya dengan tetap mengumpulkan saya dengan dengan orang - orang yang mencintai-Nya, siapapun itu. Layaknya Umar bin Khattab yang berkata "Nikmat terbesar setelah nikmat keimanan adalah saudara - saudara yang shalih."
Teriring do'a untuk semua sahabat yang baru saja dan akan menggenapkan separuh dien - Nya. Barokallahulaka wa baroka 'alaika wa jama'a baina kuma fi khair. Semoga dengan genap nya separuh dien ini, akan genap pula yang separuhnya yang lain dengan ketakwaan kepada Allah.

Friday, July 15, 2005

Air Mata Rasulullah

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya.

Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Monday, July 04, 2005

No Title

Ketika kata – kata kehilangan maknanya. Ketika lisan kehilangan pengaruhnya. Ketika semua yang kita ucapkan tidak dibuktikan dengan amalan …

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُون

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan [Q.S Ash – Shaff : 2-3]
Rasanya sudah terlalu banyak yang dikatakan, tapi berapa banyakkah yang sudah diamalkan ??
Astaghfirullah .......

ajaib ...

Sudah beberapa bulan terakhir ini saya sangat dekat dengan seseorang. (eeeit..jangan curiga dulu :D). Beliau akhwat ko. Sebenernya kita berdua udah kenal dari jaman kuliah dulu, cuma mungkin baru bener – bener deket beberapa bulan terakhir ini. Semenjak beliau mengungsi ke cimahi, kita jadi hampir setiap hari pulang pergi bareng. Dan karena tempat kerjanya deketan, kita juga hampir tiap hari makan siang bareng. Dan ga cukup sampe di situ, di sela – sela itu pun kita dengan aktif nya memanfaatkan fasilitas YM di kantor masing – masing untuk ngobrol bareng. Cerita segala macem. Sampe pernah ada orang yang bilang, “emang kalian tuh ga bosen yah ngeliat satu sama lain ??”.

Banyak hal yang unik yang saya liat dari akhwat yang satu ini. Misalnya beliau itu orang nya ngga bisa fokus, dan suka ngga perhatian sama hal – hal kecil. Padahal sifat seperti ini kan lebih umum ditemukan dikalangan pria. Jadi kalo ngobrol ama beliau, musti ma’lum aja kalo tiba2 beliau teh ngga connect.

Kita berdua juga punya satu ritual yang cukup “ajaib”. Yaitu “musyawarah makan siang”. Hampir setiap hari kita menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk membahas “ siang ini kita makan di mana yah ?”. Kalo saya bilang “terserah”, hampir pasti beliau bilang “ terserah teteh aja”. Dan lempar – lemparan kata “terserah” ini bisa berlangsung dari jam 11 sampe akhirnya kita makan jam 12 lebih. Pernah satu hari YM di kantor kita berdua dengan kompaknya mati, pas di saat – saat dimana kita akan memulai musyawarah makan siang. Masya Allah. Kali YM nya kesel. Emang sih kalo saya yang jadi YM nya, saya pasti bilang, “ kalian nih ngga mutu banget sih, masa tiap siang ngebahas itu – itu melulu !!! “ ;))

Dan masih banyak hal ajaib lainnya yang saya alami bersama beliau, seperti ketika saya mengantar beliau mencari kain untuk bahan baju. Entah disengaja atau tidak, tapi beberapa kali beliau mengarahkan telunjuknya ke kain – kain dengan motif yang “ajaib”. Kain yang motifnya ngga gitu bagus, rada norak, atau motif kain ala ibu – ibu tea. Dan tentu saja saya sebagai konsultan fashionnya beliau, menolak mentah – mentah usulan – usulan itu.

Hal ajaib lainnya dari beliau, yang pasti bisa dilihat semua orang adalah kepiawaian beliau untuk membuat orang lain terhibur. Somehow, someway, beliau sepertinya selalu tau bagaimana caranya membuat orang lain tersenyum. Sekedar melihat icon smiley beliau di window YM saja rasanya meringankan sekian banyak beban.

Satu hal lagi,
Rasanya setiap orang yang mengenal beliau, pasti tau kalau beliau ini begitu mudah untuk dicintai. Ajaib …

Friday, July 01, 2005

Tetaplah Di Sini

Tetaplah di sini saudaraku. Di jalan keimanan. Di jalan ke-islaman. Tetaplah bersama - sama meniti jalan ini sampai usai. Kita semua mungkin telah letih. Karena perjalanan ini memang amat panjang dan amat berliku. Tapi tetaplah di sini dan jangan menjauh. Yakinlah, kenikmatan yang kita reguk di jalan ini, jauh lebih banyak ketimbang yang dilakukan orang - orang yang lalai. Keindahan yang kita alami di sini, sangat lebih indah daripada keindahan yang kerap dibanggakan oleh mereka yang jauh dari jalan ini. Jangan berharap atau tertipu dengan fatamorgana kenikmatan, keindahan, kebahagiaan semu yang sering kita lihat dari orang - orang yang jauh dari tuntunan Allah. Tetaplah di sini ...
Diambil dari buku : Berjuang di Dunia, Berharap Pertemuan di Surga. Semoga kita semua diberi kesabaran untuk tetap di sini. Di jalan yang Allah ridhai. Amiin.
Jazakillah khairan katsira untuk someone special yang telah merekomendasikan buku ini :D.

Thursday, June 16, 2005

trying to figure out ......

Kalau orang - orang yang kita sayangi boleh berhenti menjadi diri mereka yang dulu, bolehkah kita berhenti menyayangi mereka yang sekarang ?

.......................................................................................................

komentar pertama :
Bisakah secepat itu menghentikan rasa sayang kita terhadap seseorang...? menurut saya, jawabannya 'tergantung'. iya engga sih teh? tergantung perubahan seperti apa.. kalo perubahan yang memang mengharuskan kita (krn syari'at) membenci, ya tidak ada pilihan lain bukan?

komentar kedua :
Sayangilah teman kita dengan sejatinya, jangan hanya karena apa yang nampak darinya. selama kita dan dirinya masih berada di jalanNya maka cintaNya akan tetap menaungi.
Bersabarlah! Karena perubahan itu pasti.Begitupun saudara kita, tak selamanya dia sama.
Jadilah seperti air yang kan meliuk dengan indah bahkan diantara batuan yang kasar dan keras.

komentar ketiga :
sayang itu gak terbatas bagaimana dirinya, sama halnya sebuah pertanyaan, apakah kau mau berhenti disayangi orang?

komentar upi :
Perubahan adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa dihindari. Sifat, prilaku, pola pikir dan kecenderungan kita berubah. Dan itu pula yang terjadi kepada orang – orang di sekelilingi kita yang kita sayangi. Kadang perubahan itu memang terjadi tanpa kita sadari, sampai tiba - tiba kita merasa asing dengan mereka. Sampai tiba – tiba tercipta jurang pemisah yang begitu besar antara kita dan mereka.

Solusi termudah adalah berhenti menyayangi. Meninggalkan orang – orang yang pernah kita sayangi dan pergi mencari dunia baru dengan orang – orang yang baru yang membuat kita lebih nyaman berada di tengah – tengah nya.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah semudah itu kita berhenti menyayangi seseorang? Lalu bagaimana jika kita berada dalam posisi yang “ditinggalkan” ? Jika teman – teman kita yang kemudian pergi karena mereka merasa kita telah berubah sedemikian rupa sehingga mereka merasa asing dan tidak nyaman berada di sekeliling kita, bagaimana perasaan kita ?

Ternyata tidak semudah itu kita berhenti menyayangi seseorang. Apalagi jika rasa sayang dan cinta itu sejak awal dibangun diatas kecintaan kita kepada Allah. Dan jika kita mengingat orang - orang yang selalu berada di samping kita, yang menyayangi kita, memahami kekurangan kita, baik dulu maupun sekarang, ternyata mereka pun tidak pernah berhenti menyayangi kita walaupun kita terus berubah.

Thursday, June 09, 2005

Missing

Memiliki teman sungguh menyenangkan, dan masing-masing dari mereka pastinya meninggalkan bekas tersendiri dalam benak kita. Terhadap seorang teman dekat, kita mungkin berpikir bahwa senang sekali bila kebersamaan dengannya dapat terjaga sampai kapanpun. Namun kehidupan menjalankan skenario yang seringkali tak terduga. Kita tak akan pernah menyangka, kapan kebersamaan itu akan ternoda bahkan rusak oleh sesuatu yang menggangu dari luar, ataupun yang timbul dari dalam diri masing-masing. Atau perpisahan harus terjadi oleh sebab lainnya.

~ taken from www.eramuslim.com ~


All of the sudden, I miss my friends. All of my close friends I went to high school with. And all of my close friends whom I went to college with. It seem that they're so far away. Some are moving to another city which is why I hardly ever meet them again. Others are just living in a whole different world even if I can still see them with my own eyes.

Baju Yang Sama

“ Rabu kemaren upi pake baju yang ini juga kan ? “
Saya terdiam dan untuk beberapa saat memperhatikan jilbab, baju serta kerudung yang saya kenakan.
“ Iya yah ? “
Ternyata tanpa saya sadari hampir setiap rabu saya memakai baju yang sama. Dan memang selalu seperti itu. Semua baju yang saya kenakan minggu ini, hampir pasti akan menempel kembali di badan saya minggu depan. Bukan karena saya senang memakainya, tapi memang karena tidak ada pilihan lain.

Penampilan bagi seorang muslim memang menjadi salah satu indikasi keimanannya. Karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Oleh karena itu kebersihan diri kita yang terlihat dari penampilan kita juga merupakan bagian dari iman. Rasulullah pun menempatkan keindahan sebagai salah satu hal yang disukainya, sehingga keindahan penampilan kita juga memang bukan sesuatu yang sepele. Apalagi bagi seseorang yang mengazzamkan diri utk menjadi seorang da’i. Penampilan adalah salah satu alat untuk mencapai keberhasilan misinya. Don’t judge a book by it’s cover, begitu kata orang. Tapi kita juga tidak bisa menafikan bahwa cover yang menarik akan menstimulus kita untuk melihat isinya.

Saya memahami itu dan insya Allah berusaha mengamalkannya. Saya termasuk penentang para aktivis muslim yang suka meng-adudomba-kan warna. Misalnya dengan memaksakan jilbab merah ketemu dengan baju kuning. Atau rok berwarna ungu menyala berdampingan dengan atasan hijau. Dan saya juga termasuk pemberantas tindakan “crime against fashion” (meminjam istilahnya Oprah Winfrey) yang dilakukan oleh kalangan teman – teman terdekat.

Tapi saya rasa prinsip menjaga penampilan tidak ada hubungannya dengan mengkoleksi busana. Tidak ada hubungannya dengan memiliki 1 jilbab untuk setiap warna yang ada. Dan tidak ada hubungannya dengan membeli setiap model baju keluaran terbaru. Saya pernah terbingung – bingung ketika memperhatikan penampilan seorang teman. Satu hari saya melihat beliau dengan rok berwarna hijau, yang saya tahu umurnya pasti tidak lebih dari beberapa bulan. Kemudian beberapa minggu kemudian saya melihat beliau dengan rok biru muda, yang saya tau dulu beliau tidak punya rok berwarna itu. Kemudian beberapa waktu berselang saya bertemu lagi dengan beliau ketika beliau mengenakan atasan berwarna pink yang itu juga termasuk kategori baju baru karena umurnya baru beberapa minggu. Dan beberapa hari setelah itu saya bertemu lagi dengan beliau yang mengenakan kemeja putih bergaris – garis. Itu juga baru. Tiba – tiba terlintas dalam benak saya, emang beliau itu badannya ada berapa yah ? Ko’ hobi sekali beli baju. Bahkan kalau dihitung – hitung, beliau membeli baju hampir satu bulan sekali. (Wah… kalo infak nya berapa bulan sekali yah :D )

Fenomena ini memang mudah sekali ditemukan dikalangan akhwat / wanita pada umumnya. Bila godaaan terberat bagi seorang pria adalah wanita, maka godaan terberat bagi seorang wanita adalah harta. Pernah juga saya dikejutkan oleh komentar seorang akhwat, “kayanya seru yah kalo punya koleksi kain batik.” (Haahhhh ??) Betapa mahalnya harga yang harus dibayar untuk memenuhi kebutuhan syahwat ini terhadap sesuatu yang indah.

Sulit memang mencontoh kesederhanaan seorang Umar bin Khattab. Yang dengan jubah sederhananya beliau mampu “mengguncang dunia”. Bahkan ketika suatu hari beliau mengenakan jubah yang terlihat lebih bagus dari jubah yang biasa beliau kenakan, salah seorang rakyatnya memberanikan diri untuk menegur beliau karena melihat itu adalah fenomena yang tidak biasa. Dan jawaban Umar terhadap teguran itu pun tidak kalah luar biasa, “Ini adalah jubah pemberian anak ku Abdullah”, begitu jawabnya.

Dan juga memang tidak mudah mencontoh sifat qona’ah seorang Abu Bakar. Jangankan memikirkan trend fashion masa kini, beliau bahkan tidak segan – segan menyerahkan nasib keluarganya pada Allah ketika beliau menginfakan seluruh hartanya.

Tapi seharusnya itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Karena memang harus diakui, kesenangan kita dalam berlebihan terhadap harta tidak akan pernah ada batasnya. Kecuali kita sendiri yang tentukan batas itu dan menjalaninya dengan istiqomah. Genggamlah harta itu ditangan kita, tapi jangan biarkan ia merajai hati kita. Harta di dunia hanyalah sebuah alat untuk mencapai keridhaan Allah. Dan harta itu juga hanya sebagai perantara kita untuk menggengam harta yang sesungguhnya di sisi Allah.

“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” [Q.S Ali Imran:14]

“ Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” [Q. S. Al Baqarah : 265]

Walahua’lam bish shawab

Wednesday, June 01, 2005

Bila Diam, Salju Tak Kan Menyingkir

Alam bawah sadar saya melayang selama beberapa menit setelah saya membaca profil Nelson Tansu, professor termuda di Amerika yang berkebangsaan Indonesia. Pada usia yang sangat muda, 26 tahun, beliau sudah menjadi assistant professor dan juga fisikawan spesialis semikonduktor ternama di negri paman sam itu.

Membaca profil beliau mengingatkan saya tentang mimpi saya. Bukan, bukan impian utk menjadi seorang assistant atau asociate professor, bukan juga mimpi utk menjadi seorang fisikawan ternama. Tapi mimpi utk menjadi seorang yang unggul dalam satu bidang keilmuan. Mimpi utk mengembangkan potensi sedemikian rupa sehingga saya bisa memberi banyak kontribusi utk dunia. Mimpi utk menjadi "seseorang" yang berarti dan tidak sekedar menjadi orang biasa. Mimpi yang mungkin sampai detik ini belum secara optimal diusahakan perwujudannya.

Bila diam salju tak kan menyingkir, tapi bila kapal itu maju, sang salju pun membiarkannya berlalu.

Rasanya saya sedang berada di atas sebuah kapal yang dikelilingi oleh genangan salju. Ada sebuah ketakutan besar untuk melaju. Ketakutan bahwa salju - salju itu akan menghambat laju kapal ini. Bahkan genangan salju itu membuat saya hampir saja kehilangan arah dan membiarkan kapal terombang - ambing di lautan tanpa ada usaha utk mengendalikannya. Padahal kalau saja saya sedikit berusaha, mengambil alih kendali kapal, mengatur strategi dan bergerak maju, maka salju itu pun akan membiarkan kapal ini berlalu.

Saya memiliki banyak mimpi, saya punya banyak keinginan, tapi rasanya sampai saat ini belum ada usaha yang cukup optimal yang saya lakukan untuk mewujudkannya. Saya bahkan tidak yakin langkah besar apa yang harus saya lakukan selanjutnya. Walaupun saya tahu bahwa pintu - pintu kemudahan tidak begitu saja Allah bukakan tanpa ikhtiar yang kita usahakan. Salju - salju penghambat yang ada di sekeliling saya tidak akan begitu saja menghilang jika saya tidak berusaha melangkah maju dan menyingkirkannya. Tapi tetap saja, saya masih terdiam ........


Bila diam salju tak kan menyingkir, tapi bila kapal itu maju, sang salju pun membiarkannya berlalu.

Thursday, May 26, 2005

Barangkali Kita Penyebabnya [1]

Mohon ma'af buat para pembaca blog yang udah aga bosen dengan tema pernikahan. Tapi tulisan ini bagus sekali. Dan insya Allah bisa memberikan pencerahan utk para pembacanya.
-----------------------------------------------------------------------------------
Barangkali, Kitalah Penyebabnya

oleh Muhammad Fauzail Adhim

Menjelang tengah malam, seorang ikhwan mengirim SMS kepada saya. Dia seorang aktivis yang amat banyak menghabiskan waktunya untuk menyebarkan kebaikan. Bila berbicara dengannya, kesan yang tampak adalah semangat yang besar di dadannya untuk melakukan perbaikan. Kalau saat ini yang mampu dilakukan masih amat kecil, tak apa-apa. Sebab perubahan yang besar tak 'kan terjadi bila kita tidak mau memulai dari yang kecil. Tetapi kali ini, ia berkirim SMS bukan untuk berbagi semangat. Ia kirimkan SMS karena ingin meringankan beban yang hampir ada kerinduan yang semakin berambah untuk memiliki pendamping yang dapat menyayanginya sepenuh hati.

SMS ini mengingatkan saya pada beberapa kasus lainnya. Usia sudah melewati tiga puluh, tetapi belum juga ada tempat untuk menambatkan rindu. Seorang pria usia sekitar 40 tahun, memiliki karier yang cukup sukses, merasakan betapa sepinya hidup tanpa istri. Ingin menikah, tapi takut ! tak bisa mempergauli istrinya dengan baik. Sementara terus melajang merupakan siksaan yang nyaris tak dapat ditahan. Dulu ia ingin menikah, ketika keriernya belum seberapa. Tetapi niat itu dipendam dalam-dalam karena merasa belum mapan. Ia harus mengumpulkan dulu uang yang cukup banyak agar bisa menyenangkan istri. Ia lupa bahwa kebahagiaan itu letaknya pada jiwa yang lapang, hati yang tulus, niat yang bersih dan penerimaan yang hangat. Ia juga lupa bahwa jika ingin mendapatkan istri yang bersahaja dan menerima apa adanya, jalannya adalah dengan menata hati, memantapkan tujuan dan meluruskan niat. Bila engkau ingin mendapatkan suami yang bisa menjaga pandangan, tak bisa engkau meraihnya dengan, "Hai, cowok... Godain kita, dong. "

Saya teringat dengan sabda Nabi Saw. (tapi ini bukan tentang nikah). Beliau berkata, "Ruh itu seperti pasukan tentara yang berbaris." Bila bertemu dengan yang serupa dengannya, ia akan mudah mengenali, mudah juga bergabung dan bersatu. Ia tak bisa mendapatkan pendamping yang mencintaimu dengan sederhana, sementara engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan suami yang menerimamu sepenuh hati dan tidak ada cinta di hatinya kecuali kepadamu; sementara engkau berusaha meraihnya dengan menawarkan kencan sebelum terikat oleh pernikahan? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan lelaki yang terjaga bila engkau mendekatinya dengan menggoda?

Di luar soal cara, kesulitan yang kita hadapi saat ingin meraih pernikahan yang diridhai tak jarang kerana kita sendiri mempersulitnya. Suatau saat seorang perempuan memerlukan perhatian dan kasih-sayang seorang suami, ia tidak mendapatkannya. Di saat ia merindukan hadirnya seorang anak yang ia kandung sendiri dengan rahimnya, tak ada suami yang menghampirinya. Padahal kecantikan telah ia miliki. Apalagi dengan penampilannya yang enak dipandang. Begitupun uang, tak ada lagi kekhawatiran pada dirinya. Jabatannya yang cukup mapan di perusahaan memungkinkan ia untuk membeli apa saja, kecuali kasih-sayang suami.

Kesempatan bukan tak pernah datang. Dulu, sudah beberapa kali ada yang mau serius dengannya, tetapi demi karir yang diimpikan, ia menolak semua ajakan serius. Kalau kemudian ada hubungan perasaan dengan seseorang, itu sebatas pacaran. Tak lebih. Sampai karier yang diimpikan tercapai; sampai ia tiba-tiba tersadar bahwa usianya sudah tidak terlalu muda lagi; sampai ia merasakan sepinya hidup tanpa suami, sementara orang-orang yang dulu bermaksud serius dengannya, sudah sibuk mengurusi anak-anak mereka. Sekarang, ketika kesadaran itu ada, mencari orang yang mau serius dengannya sangat sulit. Sama sulitnya menaklukkan hatinya ketika ia muda dulu.

Masih banyak cerita-cerita sedih semacam itu. Mereka menunda pernikahan di saat Allah memberi kemudahan. Mereka enggan melaksanakannya ketika Allah masih memberinya kesempatan karena alasan belum bisa menyelenggarakan walimah yang "wah". Mereka tetap mengelak, meski terus ada yang mendesak; baik lewat sindiran maupun dorongan yang terang-terangan. Meski ada kerinduan yang tak dapat diingkari, tetapi mereka menundanya karena masih ingin mengumpulkan biaya atau mengejar karier. Ada yang menampik "alasan karier" walau sebenarnya tak jauh berbeda. Seorang akhwat menunda nikah mesti ada yang mengkhitbah karena ingin meraih kesempatan kuliah S-2 ("Tahun depan kan belum tentu ada beasiswa"). Ia mendahulukan pra-sangka bahwa kesempatan kuliah S-2 tak akan datang dua kali, lalu mengorbankan pernikahan yang Rasullah Saw. Telah memperingatkan: "Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk meminang) yang engkau ridha terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi." (HR. At-Ti! rmidzi dan Ahmad).

Saya tidak tahu apakah ini merupakan hukum sejarah yang digariskan oleh Allah. Ketika orang mempersulit apa yang dimudahkan oleh Allah, mereka akhirnya benar-benarmendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak menemukan jalan keluarnya. Mereka menunda-nunda pernikahan tanpa ada alasan syar'i, dan akhirnya mereka benar-benar takut melangkah di saat hati sudah sangat menginginkannya. Atau ada yang sudah benar-benar gelisah, tetapi tak kunjung ada yang mau serius dengannya.

Kadangkala, lingkaran ketakutan itu terus belanjut. Bila di usia-usia dua puluh tahunan mereka menuda nikah karena takut dengan ekonominya yang belum mapan, di usia menjelang tiga puluh hingga sekitar tiga puluh lima berubah lagi masalahnya. Laki-laki sering mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga banyak yang demikian, terutama mendekati usia 30 tahun). Mereka menginginkan pendamping dengan kriteria yang sulit dipenuhi. Seperti hukum kategori, semakin banyak ! kriteria semakin sedikit yang masuk kategori. Begitu pula dengan kriteria tentang jodoh, ketika kita menetapkan kriteria yang terlalu banyak, akhirnya bahkan tidak ada yang sesuai dengan keinginan kita. Sementara wanita yang sudah berusia sekitar 35 tahun, masalah mereka bukan soal kriteria, tetapi soal apakah ada orang yang mau menikah dengannya. Ketika usia 40-an, ketakutan yang dialami oleh laki-laki sudah berbeda lagi, kecuali bagi mereka yang tetap terjaga hatinya. Jika sebelumnya, banyak kriteria yang dipasang, pada usia 40-an muncul ketakutan apakah dapat mendampingi istri dengan baik. Lebih lebih ketika usia sudah beranjak mendekati 50 tahun, ada ketakutan lain yang mencekam. Ada kekhawatiran jangan-jangan di saat anak masih kecil, ia sudah tak sanggup lagi mencari nafkah. Atau ketika masalah nafkah tak merisaukan (karena tabungan yang melimpah), jangan-jangan ia sudah mati ketika anak-anak masih perlu banyak dinasehati. Bila tak ada iman di hati, ketakutan ini akhi! rnya melahirkan keputus-asaan.

Wallahu A'lam bishawab.

Barangkali Kita Sendiri Penyebabnya [2]

Ya... ya... ya..., kadang kita sendirilah penyebabnya, kita mempersulit apa yang telah Allah mudahkan, sehingga kita menghadapi kesulitan yang tak terbayangkan. Kita memperumit yang Ia sederhanakan, sehingga kita terbelit oleh kerumitan yang tak berujung. Kita menyombongkan atas apa yang tidak ada dalam kekuasaan kita, sehingga kita terpuruk dalam keluh-kesah yang berkepanjangan.

Maka, kalau kesulitan itu kita sendiri penyebabnya, beristighfarlah. Semoga Allah berkenan melapangkan jalan kita dan memudahkan urusan kita. Laa ilaaha illa Anta, subhanaKa inni kuntu minazh-zhalimin.

Berkenaan dengan sikap mempersulit, ada tingkat-tingkatannya. Seorang menolak untuk menikah boleh jadi karena matanya disilaukan oleh dunia, sementara agama ia tak mengerti. Belum sampai kepadanya pemahaman agama. Boleh jadi seorang menunda-nunda nikah karena yang datang kepadanya beda harakah, meskipun tak ada yang patut dicela dari agama dan akhlaknya. Boleh jadi ada di antara kita yang belum bisa meresapi keutamaan menyegerakan nikah, sehingga ia tak kunjung melakukannya. Boleh jadi pula ia sangat memahami benar pentingnya bersegera menikah, sudah ada kesiapan psikis maupun ilmu, telah datang kesempatan dari Allah, tetapi... sukunya berbeda, atau sebab-sebab lain yang sama sepelenya.

Ada Yang Tak Bisa Kita Ingkari

Kadang ada perasaan kepada seseorang. Seperti Mughits -seorang sahabat Nabi Saw.-kita selalu menguntit kemana pun Barirah melangkah. Mata kita mengawasi, hati kita mencari-cari dan telinga kita merasa indah setiap kali mendengar namanya. Perasaan itu begitu kuat bersemayan di dada. Bukan karena kita menenggelamkan diri dalam lautan perasaan, tetapi seperti kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengutip dari Al-Mada'iny, "Andaikan orang yang jatuh cinta boleh memilih, tentu aku tidak akan memilih jatuh cinta."

Perasaan ini kadang mengganggu kita, sehingga tak sanggup berpikir jernih lagi. Kadang membuat kita banyak berharap, sehingga mengabaikan setiap kali ada yang mau serius. Kita sibuk menanti -kadang sampai membuat badan kita kurus kering- sampai batas waktu yang kita sendiri tak berani menentukan. Kita merasa yakin bahwa dia jodoh kita, atau merasa bahwa jodoh kita harus dia, tetapi tak ada langkah-langkah pasti yang kita lakukan. Akibatnya, diri kita tersiksa oleh angan-angan.

Persoalannya, apakah yang mesti kita perbuat ketika rasa sayang itu ada? Inilah yang insya-Allah kita perbincangkan lebih mendalam pada makalah Masih Ada Tempat untuk Cinta. Selebihnya, kita cukupkan dulu pembicaraan itu sampai di sini.

Tuhan, Jangan Biarkan Aku Sendiri

Di atas semua itu, Allah bukakan pintu-pintu-Nya untuk kita. Ketuklah pertolongan-Nya dengan do'a. Di saat engkau merasa tak sanggup menanggung kesendirian, serulah Tuhanmu dengan penuh kesungguhan, "Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian. Dan Engkau adalah sebaik-baik Warits." (QS. Al-Abiya': 89).

Rabbi, laa tadzarni fardan wa Anta khairul waritsin.

Ini sesungguhnya adalah do'a yang dipanjatkan oleh Nabi Zakariya untuk memohon keturunan kepada Allah Ta'ala. Ia memohon kepada Allah untuk menghapus kesendiriannya karena tak ada putra yang bisa menyejukkan mata.

Sebagaimana Nabi Zakariya, rasa sepi itu kita adukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla semoga Ia hadirkan bagi kita seorang pendamping yang menenteramkan jiwa dan membahagiakan hati. Kita memohon kepada-Nya pendamping yang baik dari sisi-Nya. Kita memasrahkan kepada-Nya apa yang terbaik untuk kita.

Kapan do'a itu kita panjatkan? Kapan saja kita merasa gelisah oleh rasa sepi yang mencekam. Panjatkan do'a itu di saat kita merasa amat membutuhkan hadirnya seorang pendamping; saat hati kita dicekam oleh kesedihan karena tidak adanya teman sejati atau ketika jiwa dipenuhi kerinduan untuk menimang buah hati yang lucu. Panjatkan pula do'a saat hati merasa dekat dengan-Nya; saat dalam perjalan ketika Allahjadikan do'a mustajabah; dan saat-saat mustajabah lainnya.

Tuesday, May 17, 2005

A Huge Decision

Menikah memang bukan perkara mudah. Karena dia adalah awal dari sebuah perjalanan panjang. Dan dia juga merupakan gerbang menuju dimensi yang sama sekali baru bagi seorang manusia.

Walaupun begitu Allah sebenarnya telah mempersiapkan begitu banyak pintu kemudahan untuk perkara ini. Mengawali segala sesuatunya dengan awal yang baik dan di ridhai oleh Allah adalah salah satu syarat dibukakannya pintu kemudahan itu. Dimulai dengan niat yang ikhlas dan orientasi yang benar. Karena keikhlasan hati dan tujuan yang benar adalah kunci kebahagiaan hidup berumah tangga.

Ikhlaskan niat, bahwa pernikahan adalah salah satu manifestasi keta'atan kita kepada Allah. Dan oleh karena itu, pernikahan yang akan diwujudkan adalah pernikahan di jalan Allah, pernikahan atas dasar komitmen terhadap da'wah, dan pernikahannya para pejuang. Bukan sekedar menikmati romantisme hidup yang dibingkai oleh cinta yang semu.

Luruskan orientasi bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi kita jika kita terus membujuk-Nya dengan ikhtiar dan do'a - do'a yang kita panjatkan. Luruskan orientasi kita bahwa jika kita berusaha menyempurnakan keimanan kita maka Allah akan mempertemukan kita dengan orang yang kualitas keimanannya pun sebanding dengan kita. Bahkan sebagai tambahannya, Allah sertakan pula ketenangan hati, kelapangan serta kemantapan dalam menerima pemberian terbaik dari Nya.

Syarat lain menuju terbukanya pintu kemudahan dalam pernikahan adalah tawakkal. jalani saja segala sesuatunya seperti yang Allah minta. Nabi mUsa pun tidak pernah bertanya ketika beliau diminta memukulkan tongkatnya ke laut merah. Sampai kemudian Allah menurunkan rahmat dan pertolongan-Nya.

Bagi yang belum menikah, jalani saja ikhtiar kita dalam mempersiapkan diri untuk menerima amanah besar itu. Biar Allah yang tentukan kapan saat yang tepat untuk kita menggenapkan separuh dien dan siapa orang yang nantinya akan kita jadikan imam dalam hal keta'atan kepada Allah, partner dalam da'wah menegakan kalimatullah serta sahabat untuk berbagi dan memperoleh ketenangan hati.

Bagi yang sudah / akan menikah dalam waktu dekat, jalani saja peran baru kita sebagai seorang istri dan seorang ibu seperti yang Allah mau. Biar Allah yang mengumpulkan kita dengan semua orang yang kita cintai dalam sebuah rumah yang telah kita bangun bersama pasangan kita di Jannah-Nya.

Wallahua'alam bish shawab

Insya Allah tidak bermaksud menggurui. Tulisan ini saya ambil dari berbagai sumber. Semoga bisa membantu memberikan pencerahan bagi semua yang sedang dalam proses mengambil keputusan besar itu.

Ujian Kesabaran

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. [ Ali Imran :142]

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [An - Nahl:96]


Tidak ada satupun orang di dunia ini yang tidak pernah merasakan masa – masa sendu dalam hidupnya. Masa – masa ketika Allah menguji kesabarannya dengan kesempitan, kesedihan dan kesusahan, terlepas dari seperti apapun bentuknya.

Nikmati, nikmati saja semua sedih dan perih luka yang kita rasakan. Karena dibalik itu ada kecintaan yang tiada tara dari Dzat yang Maha Kuasa. Syukuri, syukuri saja semua kesempitan dan kesusahan yang harus kita lalui, karena itu adalah pemberian terbaik dari Allah bagi orang – orang yang beriman. Biarkan Allah yang sembuhkan luka itu. Biarkan Allah yang bukakan jalan keluar, dan limpahkan kemudahan dalam bentuk yang lain sebagai ganti dari semua ini.

Menangis, menangislah. Karena itu sangat manusiawi. Menangis lah karena kita memang begitu lemah di hadapan- Nya. Menangis lah karena kita sama sekali tidak berdaya tanpa kekuatan dari – Nya. Menangislah sebagai bentuk ketundukan kita atas semua yang telah ditentukan Allah untuk kita. Nikmati saja belaian Allah dalam setiap tetes air mata yang terjatuh karena ketawakkalan kita kepada-Nya. Bayangkan saja senyuman di wajah mulia Rasullullah karena keistiqomahan kita meniti jalan kesabarannya.

Tegakakan kepala dan tampilkan keoptimisan. Gambaran dari sebuah keyakinan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang diluar kemampuannya. Dan bahwa dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Jangan pernah merasa kecil selama kita berpegang pada simpul Allah yang tidak akan pernah putus.

Setelah semua itu kita lalui, maka tersenyum lah. Tersenyumlah karena kemenangan kita melawan kelemahan diri. Tersenyumlah menyongsong janji Allah bagi orang – orang yang bersabar. Dan tersenyumlah karena balasan yang jauh lebih baik yang telah Allah anugrahkan sebagai ganti semua kesempitan, kesedihan dan kesusahan yang telah kita lalui dalam bingkai kecintaan kepada-Nya.


For a very special friend of mine : jazakillah khairan katsira, jazakillah khairan jaza. Biarlah Allah yang membalas senyuman penuh makna peredam duka.

Thursday, May 12, 2005

bosan

Ibu saya memiliki satu kebiasaan yang seringkali membuat beliau berbeda pendapat dengan kami, anak – anaknya, yaitu kebiasaan beliau berada di luar rumah. Entah itu sekedar mengobrol dengan ibu – ibu di warung sampai berjam – jam, atau main ke rumah saudara – saudara, atau berkunjung ke rumah teman – temannya. Dan aneh nya, nenek saya, walaupun tidak separah ibu saya, juga memiliki kebiasaan yang hampir sama. Yaitu melakukan road show setiap minggu dari satu arisan ke arisan berikutnya. Mulai dari arisan keluarga, arisan RT, arisan kelurahan, dan sejenisnya. Dan alasan mereka sama, karena bosan berada di rumah.

Melihat kondisi ini membuat saya tertarik untuk mengamati fenomena kebosanan yang rentan sekali dialami oleh para ibu, terutama ibu – ibu yang berprofesi sebagai “full time mom”. Mereka relatif mudah dihinggapi rasa jenuh dan bosan terutama karena mereka seringkali terjebak dalam rutinitas aktivitas domestik. Mulai dari bangun pagi, menyiapkan sarapan, menyiapkan perlengkapan anak – anak yang mau berangkat sekolah atau suami yang mau berangkat bekerja, kemudian menjelang siang, membereskan rumah, pergi ke pasar, menyiapkan makan siang, mencuci, menyetrika, dan menjelang malam menyiapkan makan malam, tidur dan bangun keesokan paginya untuk kembali menjalani rutinitas yang hampir sama. Dan untuk “melarikan diri” dari jebakan rutinitas ini memang biasanya para ibu memilih untuk keluar rumah, terlepas dari apakah aktivitas di luar rumah itu bermanfaat atau tidak, yang penting mereka menemukan suasana baru.

Padahal sebenarnya ada sebuah aktivitas yang dapat dilakukan oleh para ibu baik di luar rumah maupun di dalam rumah, dan aktivitas ini akan mendatangkan pendapatan yang luar biasa.

Berda’wah dengan bayaran Surga dari Allah …..

tiDaK SeKedaR KaTA

"Baiklah ikhwah fillah, demikian kita putuskan bahwa kita akan mulai menginisiasi gagasan ini. Walaupun tentu saja ada beberapa hal yang menjadi consideran kita yang perlu kita tinjau kembali untuk mengelaborasi gagasan ini di kemudian hari."

..........................................

Butuh waktu beberapa menit sampai akhirnya saya memahami kalimat - kalimat di atas. Kenapa sebuah pesan yang sebenarnya sederhana, menjadi demikian kompleks akibat pemilihan kata dan kemasan bahasa yang begitu sulit ? Setidaknya sulit untuk saya, karena memang tidak cukup terbiasa dengan beberapa kata di atas.

Teringat Rasulullah yang sangat memperhatikan masalah bahasa karena kata - kata adalah senjata nya seorang da'i. Apapun muatan yang ingin disampaikan oleh seorang juru da'wah, alat utama nya adalah kata - kata. Bagaimanapun seorang da'i berusaha menggambarkan Islam kepada objek da'wah nya, dia tidak akan pernah mampu melepaskan diri dari sebuah alat yang bernama "bahasa". Dan ini tentu saja sudah jauh lebih dulu dipraktekan oleh Qudwah kita yang mulia, Rasulullah SAW. Salah satu contoh adalah ketika beliau berhadapan dengan Mu'adz bin Jabal dan salah seorang dari suku arab badui. Gaya berbicara, bahasa dan pemilihan kata yang Rasulullah gunakan ketika beliau berbicara dengan Mu'adz bin jabal berbeda dengan ketika beliau berbicara dengan seorang arab badui.

Pemilihan bahasa yang tidak tepat bukan saja dapat mengurangi pesan yang ingin disampaikan tapi juga dapat menjadi bumerang bagi da'wah itu sendiri. Berbicara dengan seseorang yang terpelajar dan memiliki wawasan keilmuan yang luas memang akan sangat berbeda dengan berbicara kepada kalangan masyarakat bawah. Sayangnya terkadang seorang da'i tidak pandai menempatkan diri dalam konteks pemilihan bahasa ini. Ini mudah sekali terbaca dari kegagapan para aktivis yang terbiasa berda'wah di lingkungan kampus yang kemudian mereka di tuntut untuk terjun ke masyarakat luas. Bahasa yang digunakan para da'i jebolan kampus ini terkadang justru menciptakan jarak tersendiri antara dirinya dengan objek da'wah nya di masyarakat luas. Karena memang masyarakat kita didominasi oleh orang - orang yang tidak "well educated", tidak memiliki latar belakang pendididikan yang tinggi. Sehingga mereka lebih memahami pesan - pesan yang disampaikan dengan bahasa yang sederhana.

Monday, May 02, 2005

-- klasik --

Pepatah mengatakan bahwa keledai saja tidak akan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Lalu mengapa manusia seringkali membuat kesalahan yang sama ? Kesalahan yang sama yang pernah dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Atau kesalahan yang sama yang pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Hari ini kita mengenal sebuah definisi “klasik” untuk sebuah masalah Begitu seringnya sebuah kesalahan atau suatu permasalahan yang sama dialami oleh orang – orang yang bergerak di sebuah wilayah yang sama pula. Dalam konteks da’wah pun kita mengenal istilah “masalah klasik” ini. Masalah yang rasanya selalu hadir dimanapun fase da’wah ini berada. Masalah yang sama yang selalu dialami oleh orang – orang yang bergerak di medan da’wah baik hari ini, kemarin, bahkan hari – hari yang akan datang jika saja orang – orang ini tidak segera menemukan solusinya.

Apakah kita terlalu angkuh untuk menoleh kebelakang dan mengambil pelajaran ? Ataukah mungkin mata hati kita dan juga pemahaman kita terlalu sempit untuk mengambil pelajaran dari orang – orang terdahulu yang sudah Allah pampangkan di dalam kitab suci-Nya? Mungkin juga sebenarnya penyebab hal ini sangat sederhana. Tidak adanya komunikasi atau interaksi baik dengan diri kita sendiri maupun dengan generasi terdahulu sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari nya.

Jarang sekali kita berkomunikasi dengan diri kita, berkontemplasi, menghisab diri dan meminta fatwa pada hati kita sendiri. Sehingga, baik disadari maupun tidak, kita sering kali mengulangi kesalahan – kesalahan yang pernah kita lakukan dan kita terjebak pada masalah klasik. Padahal jika komunikasi itu terpelihara, maka hati kita pasti akan mencegah kita dari terperosok ke dalam lubang yang sama melalui fatwanya. Kontemplasi akan menuntun pikiran kita untuk menghindari kesalahan yang sama. Dan hisab diri akan membuat keimanan kita menuntun kita untuk selalu berbuat lebih baik hari ini dibandingkan dengan kemarin.

Kita juga kurang memelihara komunikasi kita dengan generasi terdahulu. Memprioritaskan energi dan pikiran kita untuk mempelajari perjalanan panjang yang telah dilalui oleh Para Nabi dan Salafus shalih. Dan meluangkan waktu kita untuk bertanya, baik secara langsung maupun tidak, kepada orang – orang yang sudah terlebih dahulu mengayunkan langkah nya di jalan ini.

Kalau saja ini semua dapat dilaksanakan dengan optimal, tentulah langkah – langkah kaki kita akan mengayun lebih cepat di atas jalan da’wah dan tidak melulu disibukan dengan usaha untuk mengeluarkan diri dari lubang yang sama yang pernah membuat orang – orang sebelum kita terperosok.

Wallahua’lam bish shawab

Wednesday, April 27, 2005

d - e - w - a - s - a

Kedewasaan seseorang adalah sesuatu yang ukuran atau parameternya sebenarnya sangat relatif. Sebagian dari kita menilai kedewasaan seseorang dari usianya. Maka tak heran jika seorang anak yang menginjak usia 17 tahun dianggap sudah “dewasa” dan diberi kebebasan ataupun diberi tanggung jawab yang tidak dimilikinya ketika ia belum genap berusia 17 tahun. Tapi sebagian besar mengukur kedewasaan seseorang dari pola pikirnya, sikapnya dan juga kecerdasan emosi nya. Orang yang berpikir panjang dan selalu berhati – hati dalam mengambil sikap dianggap lebih dewasa dari orang yang terbiasa untuk reaksioner atau kurang berpikir panjang. Orang yang melihat segala permasalahan dari sudut pandang yang proporsional dan mengambil hikmah dari semua kejadian yang dialaminya dianggap lebih dewasa dari orang yang “narrow minded” dan sempit hati. Orang – orang yang mampu mengontrol emosi dianggap lebih dewasa dari orang – orang yang cenderung mengekspresikan kemarahan, kesedihan, like and dislike serta emosi lainnya secara meluap – luap. Lalu bagaimanakah agar kita menjadi orang – orang yang “dewasa” ?

Orang bilang, bertambah usia adalah sebuah kepastian, tapi menjadi dewasa dan bijaksana adalah sebuah pilihan. Sesungguhnya proses pembinaan Islam yang kita ikuti secara kontinu adalah merupakan sebuah proses pendewasaan diri kita. Ini dapat dilihat dari semua konsep keislaman yang diajarkan kepada kita. Semenjak awal kita belajar Islam, kita dibina untuk selalu berpikir panjang, untuk selalu memikirkan “masa depan”. Bahwa kita boleh melakukan apapun asal kita mampu menghadapi pertanggungjawaban dari semua yang kita lakukan. Bahwa kita boleh melanggar “aturan” tapi kita juga harus mau menanggung konsekuensinya. Selalu ada reward and punisment untuk semua yang kita lakukan.

Dan sejak awal kita juga dibina untuk tidak hanya memikirkan diri kita sendiri. Ini yang menurut saya juga merupakan salah satu parameter kedewasaan seseorang. Sejak awal kita mengenal Islam, kita telah dibina untuk tidak hanya berbahagia dengan keislman kita tapi juga memikirkan keislaman orang lain. Kita dibina bahwa apapun yang dilakukan oleh orang lain, selalu ada kewajiban mengingatkan untuk hal – hal yang menyimpang dan kewajiban untuk membantu serta mendukung untuk hal – hal yang bersifat kebaikan. Bahwa setiap beban yang ditanggung oleh orang lain selalu ada porsi kita untuk meringankannya. Bahkan kita diajarkan untuk merasa “satu tubuh” dengan ummat Islam yang lain. Selalu seperti itu.

Dan jika kita berbicara mengenai kemampuan mengendalikan emosi sebagai ukuran kedewasaan seseorang, Islam sudah jauh lebih dulu mengkonsepkannya. Islam mengajarkan tentang bagaimana berlepas dari penilaian dan penghargaan orang lain, sesuatu yang sering membuat kita kecewa karena tidak pernah ada batas pencapaiannnya. Ketika Islam mengajarkan bagaimana berbahagia dan tertawa, maka pada saat yang sama Islam mengajarkan bagaimana kita bersedih dan menangis. Islam menganjurkan kita untuk marah tapi juga lebih memuliakan orang yang mampu mengendalikan amarahnya. Islam tidak hanya menganjurkan kita untuk bersikap keras dan tegas atau bersikap lemah lembut tapi juga memberikan koridor untuk mengaplikasikannya. Selalu seperti itu.

Oleh karena itu sangat logis untuk mengaitkan kedewasaan seseorang dengan pemahaman keislamannya. Semakin baik pemahaman Islam nya maka semakin dewasa pula sikap dan pola pikir seseorang. Itulah mengapa dua orang sahabat “cilik” diizinkan Rasulullah untuk pergi berperang pada usia 15 tahun. Itulah mengapa para sahabat yang lain pun mengukir prestasi yang luar biasa pada usia – usia yang masih sangat muda. Karena usia bukan ukurannya tapi pemahaman keislaman seseorang lah yang akan menunjukan apakah dia dewasa atau tidak.


Specially for Rela :
Mari kita sama – sama beranjak dewasa :)

Tuesday, April 19, 2005

Me and My Shoutbox

Akhirnya, setelah dikomporin dengan semangatnya oleh teman - teman, saya mencantumkan shoutbox di blog ini. Semoga ini menjadi awal bagi saya untuk mulai membuka blog ini, atau lebih tepatnya lagi membuka diri terhadap dunia luar.

Bagi teman - teman yang ingin menorehkan pesan - kesan, saran atau kritikan, semoga menjadi lebih mudah dengan adanya shoutbox ini.

Silahkan...silahkan...

Monday, April 18, 2005

upi mau ....

Apa yang upi mau di dunia ?
1. Dimudahkan segala urusan oleh Allah :D (iya lah...)
2. Diberi keluarga yang menenangkan dan menyejukan hati
3. Jadi orang yang pinter, mau kuliah master, doktor, post doktoral, S2, S3, S teller :p
4. Mapan dan kuat dalam hal ekonomi (kan dari 10 sahabat yang dijamin surga, cuma Ali yang bukan orang kaya :D)

Apa yang upi mau di akhirat ?
1. Surga (ga usah ditanya...)
2. Tidak dipertemukan dengan hari kiamat
3. Dimudahkan dalam sakratul maut
4. Dipertemukan dengan seluruh keluarga dan orang - orang tercinta di surga
5. Dipertemukan dengan semua kenikmatan yang Allah tunda semasa di dunia

Kayanya masih banyak yang upi mau :-?

-------------------------------------------------------------------------------------------

Salah seorang trainer motivasi mengatakan bahwa menuliskan apa yang kita mau akan memacu motivasi kita dalam mencapainya. Bahkan kalau perlu tuliskan semua cita - cita kita secara detail. Misalnya pingin punya anak 10 yang semuanya hafidz maks umur 17 tahun. Atau pingin punya perusahaan raksasa dalam bidang IT. Dan lain - lain.

Mimpi ?? Mungkin iya, bagi orang - orang yang hanya menggantungkan cita - cita tanpa pernah berjalan kearah pencapaiannya. Tapi menggantungkan cita - cita setinggi langit tetap dianggap sebagai motivasi untuk memberikan usaha yang terbaik.

Dr. Aidh al-Qarni pernah menuliskan, seorang perlari yang berlomba utk mencapi finish yang berjarak 100 meter, pastilah akan merasa sangat kelelahan ketika dia sudah melewati jarak 100 m dan tiba di garis finish. Tapi seorang pelari yang berlomba untuk lari jarak 400 meter, dia tidak akan merasa kelelahan ketika melewati jarak 100 meter, 200 meter, bahkan 300 meter.

Jadi, gantungkanlah cita - cita kita sejauh 400 meter, agar kita masih tetap bisa berlari ketika kita sudah melawati jarak 100 meter.

Blog = Buang Waktu

Blog = buang - buang waktu ???
Ini pertanyaan yang tidak terlalu asing lagi bukan ? Sudah cukup sering dibahas, tapi rasanya tidak ada salahnya kalau saya kembali mengangkat topik ini.

Memang banyak kalangan yang berpendapat bahwa memiliki blog atau menulis di blog ini sekedar hobi yang tidak banyak bermanfaat. Apalagi kalau tulisan - tulisan yang dibuat "hanya sekedar" cerita fiksi yang tidak nyata, atau tak ubahnya dengan catatan harian yang dipublikasikan di dunia maya. Banyak orang juga yang berpendapat bahwa kalaupun blog ini memberi benefit bagi da'wah tapi masih ada sarana atau aktivitas lain yang lebih prioritas bagi da'wah selain dari menulis di blog.

"Kalau suka nulis, yah..nulis nya nulis jurnal atau paper ilmiah lah, atau tulisan - tulisan yang sedikit bermutu, jangan cerpen lagi - cerpen lagi. Kurang intelek."

Kurang lebih seperti itu komentar dari sahabat - sahabat yang kurang pro dengan kebiasaan para bloggers. Di satu sisi, mungkin pendapat itu ada benarnya. Da'wah ini memang aga kekurangan pemain yang secara serius mendalami keilmuan yang dimiliki nya. Kekurangan para spesialis yang sanggup menandingi kiprah ibnu sinna dalam bidangnya masin - masing. Dan da'wah juga kekurangan orang - orang yang berprinsip layaknya ulama besar Hasan Al-Banna yang lebih suka mencetak orang - orang yang akan menjadi perpustakaan berjalan ketimbang mencetak tulisan - tulisan yang hanya akan disimpan di perpustakaan.

Tapi di sisi lain kita juga tidak bisa menafikan manfaat yang diperoleh da'wah lewat tulisan - tulisan yang sarat makna spiritulitas, yang oleh Bayu Gautama disebut dengan "oase jiwa". Kalau pihak yang kontra dengan kebiasaan menulis blog dapat mengutip prinsip Hasan Al-Banna, maka pihak yang pro dapat pula mengutip pendapat Anis Matta yang mengatakan bahwa mengajari anak - anak sastra akan membuat mereka menjadi pemberani.

Jadi, silahakan memegang prinsip yang menurut kita baik tanpa harus menghakimi pendapat yang bertentangan.

Friday, April 15, 2005

Welcome to the Real World [2]

Sisi lain yang juga merupakan konsekuensi dari terlepasnya kita dari dunia kampus adalah tuntutan untuk kembali memposisikan diri dalam desain besar da’wah ini. Karena setelah lulus dari kuliah, kita bukan lagi aktivis da’wah kampus dengan segala hak dan kewajibannya. Kita dituntut untuk meninggalkan pos kita yang lama demi membuka ruang bergerak bagi adik – adik kita para generasi baru dan demi mengisi atau menciptakan pos – pos da’wah yang lain.. Mungkin inilah yang cukup sulit dilakukan. Orang bilang, selepasnya dari kampus, para aktivis da’wah rentan terkena post power syndrom. Sebuah kondisi ketika kita dituntut untuk melepaskan dunia yang lama tapi kita belum sepenuhnya menemukan tempat di dunia yang baru.

Saya sendiri tidak bisa menghindarkan rasa kangen untuk kembali “turun ke jalan”, atau untuk kembali memenuhi koridor – koridor di sekitar masjid Salman, tempat dimana dulu orang lebih mudah menemukan saya ketimbang mencari di sekitar kampus. Tapi tetap harus diakui bahwa tempat – tempat itu harus kita “tinggalkan”, kita harus memberi kesempatan bagi generasi yang baru untuk mengisi pos – pos da’wah yang pernah membuat hidup kita lebih “hidup”. Tempat kita bukan lagi di situ.

Suka atau tidak, kita sekarang dituntut untuk memenuhi pos da’wah yang lain, atau bahkan menciptakan pos da’wah yang baru. Biarkan adik – adik kita turun ke jalan, sementara kita duduk di ruang rapat tempat kita merintis da’wah profesi kita. Biarkan adik – adik kita memenuhi koridor yang penuh kenangan itu, sementara kita berusaha mengajak orang – orang berdasi di sekitar kita untuk memenuhi mesjid. Biarkan adik – adik kita yang berhadapan dengan barikade polisi pengawal patroli, sementara kita berhadapan langsung dengan masyarakat luas, dengan segala macam karakteristik dan permasalahannya. Biarkan adik – adik kita yang mengisi pos – pos da’wah yang pernah kita tempati dulu, sementara kita disini berusaha mengisi kekosongan pos da’wah yang lain.

Da’wah ini masih butuh para profesional yang tidak hanya bekerja mencari uang, tapi juga bekerja mensejahterakan ummat. Da’wah ini masih butuh orang – orang berdasi yang pantang untuk korupsi. Da’wah ini masih butuh para professor – professor yang akan mengantarkan ummat untuk meraih kembali izzah Islam nya. Da’wah ini masih butuh para ekonom yang tidak hanya membuat orang kenyang mendapat makan, tapi juga membuat orang miskin menjadi kenyang.

Masih banyak yang harus kita lakukan. Ucapkan selamat tinggal pada dunia da’wah kampus yang dulu, kalau lah kita harus kembali, bukan kembali untuk mengisi tempat yang sama seperti dulu. Jangan biarkan diri kita terus dibuai oleh kenangan masa lalu. Bergeraklah, memposisikan diri kita dengan peran kita yang baru dalam grand design da’wah ini. Jangan biarkan roda da’wah ini berputar tanpa kita ikut berputar bersamanya.


~ Oleh – oleh sepulang dari “nonton” aksi Palestina ~

Tuesday, April 12, 2005

Welcome to the Real World

Beberapa hari yang lalu, saya menerima sebuah email dari salah seorang adik kelas yang baru saja lulus beberapa bulan yang lalu. Sekarang beliau diterima di sebuah perusahaan IT di Jakarta. Beliau banyak bercerita tentang suka duka hidup di Jakarta, tinggal di sebuah lingkungan yang sama sekali baru, dan juga menjalani ritme hidup yang jauh berbeda dari dunia kampus dulu. Intinya beliau banyak bercerita tentang bagaiman menghadapai dunia baru pasca kampus.

Apa yang beliau ceritakan, sedikit banyak mengingatkan saya kepada apa yang saya alami sejak sekitar setahun yang lalu. Dunia baru, dunia pasca kampus. Dunia dimana kita menghadapi realita yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Saya selalu merasa bahwa bagaimana pun kita menyiapkan diri kita untuk menghadapi dunia realita setelah masa kuliah, kita tidak akan pernah siap sampai kita benar - benar menjalani dan terjun langsung di dalamnya. Belajar dari kondisi - kondisi yang kita alami, belajar dari semua benturan antara realita dan idealita yang kita pahami, serta belajar untuk berkompromi bahwa memang kita tidak akan pernah lagi berada di dalam kondisi yang menyenangkan seperti di kampus dulu.

Dunia kampus memang dunia yang menyenangkan. Tempat dimana kita dibina, dibekali, dan dibentuk semua kepribadian, pemahaman serta pola pikir kita. Dunia pertengahan dimana kita mengurangi jiwa kekanak - kanakan kita di masa sekolah dulu dan membentuk kedewasaan pola pikir serta sikap kita. Kita bisa berekspresi sebebas yang kita mau. Kita bisa melenggang dengan semua idealitas yang kita pahami. Kita bahkan boleh salah tanpa ada yang menghakimi. Karena kita sedang "belajar".

Lain hal nya dengan dunia pasca kampus. Dunia diluar batas - batas yang memagari tempat kita belajar. Dunia dimana kita menghadapi realita hidup yang selama ini jarang kita temui karena keasyikan kita bermain - main di dunia maya yang penuh idealita. Disini kita ditanya, "siapa kamu dan siapa saya ?" Disini kita ditanya, apa yang kita bisa. Di dunia yang baru inilah diuji semua pemahaman kita. Melunturkah pemahaman kita ? Menurunkah semangat kita dalam menegakan apa yang kita pahami ? Meleburkah kita dengan lingkungan yang justru bertentangan dengan idealita yang kita pegang selama ini ? Semua akan dibuktikan disini.

Akan ada banyak kejutan - kejutan yang kita temui di dunia ini. Saya sendiri merasa terkejut melihat betapa asingnya saya di lingkungan yang baru ini. Betapa anehnya orang melihat jilbab saya yang terurai dan gaya busana saya yang sangat berbeda dengan yang lain. Betapa bingung nya mereka melihat saya yang tidak mau bersentuhan dengan lawan jenis dan menolak tawaran untuk pulang berdua dalam satu kendaraan yang sama. Saya tidak pernah membayangkan bahwa akan ada seorang pria yang berani menepuk bahu saya padahal saya merasa sudah cukup tegas dalam menentukan batas. Dunia baru ini memang menyimpan begitu banyak kejutan.

Mereka - mereka yang telah mempersiapkan diri dengan prima, mungkin akan bertahan dalam keistiqomahannya. Mereka - mereka yang selalu menghadirkan Allah dalam setiap langkah kaki dan pandangan nya, akan selalu berada dalam naungan-Nya. Mereka - mereka yang menghabiskan waktu untuk bernostalgia dan mengenang masa - masa indah semasa di kampus serta berharap agar segala sesuatunya kembali seperti dulu, tentulah akan terlindas oleh berputarnya zaman, dan tertinggal dari barisan kafilah mulia yang selau berusaha agar hari ini lebih baik dari kemarin walau apapun resikonya. Mereka - mereka yang menyerah pada keadaan, berpasrah pada kelemahan diri, tentulah lambat laun akan melarut dalam kubangan hitam kehinaan.

Semua terserah kepada kita, termasuk kedalam golongan yang mana kah kita ?

Saya bukan orang yang sukses di dunia nyata pasca kampus. Mungkin belum. Tapi saya selalu berharap bahwa izzah muslimah itu akan tetap tertanam dalam benak saya. Bahwa janji nahnu du'at qobla kulli syai'i itu akan tetap tertunaikan. Semoga Allah memberikan kemudahan.

Wasiat Dr. Abdullah Azzam

Wahai kaum muslimin!!!!
Kehidupan kalian adalah jihad, kemuliaan kalian berhasil dari jihad dan keberadaan kalian di atas muka bumi ini, terikat dengan ikatan yang berpanjangan dengan jihad.

Wahai para pendakwah!!!
Tiada berharga kalian berpanas di bawah cahaya matahari melainkan jika kalian menyandang senjata bagi menghadapi golongan taghut yang melampau, orang-orang kafir dan orang-orang yang zalim yang semakin bermaharajalela.

Sesungguhnya mereka menyangka bahawa agama Allah ini akan tertegak tanpa jihad, tanpa peperangan, tanpa darah dan air mata, maka mereka yang ragu-ragu itu sebenarnya tidak memahami tabiat (hakikat) agama ini.
Sesungguhnya kehebatan para da'i (pendakwah), kekuatan dan keberkesanan dakwah dan kemuliaan ummat Islam tidak akan wujud melainkan dengan melaksanakan jihad pada jalan Allah. Kejarlah 'kematian' kerana ia akan memberikan kehidupan (yang hakiki). Hindarilah diri dari merasa hebat dengan jumlah kitab yang telah dibaca. Janganlah merasa megah dan mencukupi dengan sembahyang-sembahyang sunat yang kalian telah biasakan itu. Janganlah kalian membiarkan kerja-kerja yang remeh -temeh menguasai kalian sedangkan di sana ada tugas yang lebih besar dan lebih sukar.

Wahai para ulama!!!
Majulah kalian untuk memimpin generasi ini yang amat dahagakan untuk kembali kepada tuhannya. Janganlah kalian terbelenggu atau cenderung kepada dunia. Jauhilah janji manis pemberian dan sogokan serta hidangan taghut{pemerintahan} karena sesungguhnya hidangan dan sogokan tersebut akan menggelapkan hati dan mematikan fikiran serta menjadi benteng yang menghalang hubungan kalian dengan masyarakat.

Wahai kaum muslimin!!!.
Jauhilah kemewahan kerana ia adalah musuh kepada jihad. Ia juga pembinasa diri manusia. Oleh itu janganlah menunjukkan sesuatu yang berlebihan. Cukuplah sekadar keperluan saja. Didik dan latihlah anak-anak kalian dengan kegagahan dan kejantanan serta kepahlawanan dan jihad. Jadilanlah rumah kalian sebagai kandang-kandang singa dan bukannya reban ayam yang menunggu gemuk untuk disembelah oleh taghut. Tanamkan ke dalam jiwa anak-anak kalian kecintaan kepada jihad, keinginan kepada medan perang dan lapangan yang penuh dengan keributan perang. Hiduplah kalian dengan tidak melupakan penderitaan yang ditanggung oleh umat Islam.
Cubalah sedaya upaya menjadikan sehari dalam seminggu, sekurang-kerangnya, hidup bagaikan mujahidin dengan hanya memakan sekeping roti kering tanpa lauk dan meminum secawan teh tanpa gula.

INGATLAH!!!
"Tidak Ada Kemuliaan Bagi Umat Islam Melainkan Dengan Jihad Dan Tidak Ada Kerehatan Melainkan Dengan Syahid."

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram. (Ar-ra'd:28)


~ Taken from http://www.myquran.org ~

Tuesday, April 05, 2005

Vitamin for the Mind

Basics/Fundamentals by Jim Rohn :

Success is neither magical nor mysterious. Success is the natural consequence of consistently applying basic fundamentals.

There are no new fundamentals. You've got to be a little suspicious of someone who says, "I've got a new fundamental." That's like someone inviting you to tour a factory where they are manufacturing antiques.

Some things you have to do every day. Eating seven apples on Saturday night instead of one a day just isn't going to get the job done.

Success is nothing more than a few simple disciplines, practiced every day; while failure is simply a few errors in judgment, repeated every day. It is the accumulative weight of our disciplines and our judgments that leads us to either fortune or failure.

~Diambil dari milist Dago_Permai~

The Two Choices We Face

Each of us has two distinct choices to make about what we will do with our lives. The first choice we can make is to be less than we have the capacity to be. To earn less. To have less. To read less and think less. To try less and discipline ourselves less. These are the choices that
lead to an empty life. These are the choices that, once made, lead to a life of constant apprehension instead of a life of wondrous anticipation.

And the second choice? To do it all! To become all that we can possibly be. To read every book that we possibly can. To earn as much as we possibly can. To give and share as much as we possibly can. To strive and produce and accomplish as much as we possibly can. All of us have the choice.

To do or not to do. To be or not to be. To be all or to be less or to be nothing at all.

Like the tree, it would be a worthy challenge for us all to stretch upward and outward to the full measure of our capabilities. Why not do all that we can, every moment that we can, the best that we can, for as long as we can?

Our ultimate life objective should be to create as much as our talent and ability and desire will permit. To settle for doing less than we could do is to fail in this worthiest of undertakings.

Results are the best measurement of human progress. Not conversation. Not explanation. Not justification. Results! And if our results are less than our potential suggests that they should be, then we must strive to become more today than we were the day before. The greatest rewards are always reserved for those who bring great value to themselves and the world around them as a result of who and what they have become.


To Your Success,
Jim Rohn

~Diambil dari Milist Dago_Permai~