Daisypath Anniversary tickers

Monday, March 28, 2005

Sekarang Juga !!!

"Teh, nanti kalo nikah, bilang jauh - jauh hari sebelumnya yah !!"
"Teh kalo nanti teteh nikah, ceritain dari mulai proses ta'arufnya yah !!"
"Pi, nanti kalo upi nikah, ikhwannya kasih tau ke teteh dari mulai abis khitbah yah !!"
"Pokonya kalo upi nikah tanpa konsultasi dulu ke teteh, teteh mah pundung dan mogok datang :D "
"Teh, nanti kalo teteh nikah, saya mau jadi LO nya yah. Pingin liat keajaiban cinta :p "
"Kalo upi nikah, insya Allah saya mau bantuin ko. Ntar si abi mah suruh dateng sendiri aja. Kan saya mau jadi panitianya upi "
"Yah kalo upi nikah, kita musti ikut terlibat dari mulai screening ikhwannya dong. Keluarga kan emang punya hak yang lebih besar untuk ngurus yang begituan."
"Pokonya kalo kita ngga termasuk golongan sabiqunal awalun yang tau berita nikahnya teteh, kita mah pundung aja !!"

Saya mulai kehabisan kata untuk menjawab semua permintaan - permintaan itu. Permintaan yang merupakan cerminan dari jutaan cinta dan perhatian yang diberikan untuk saya. Kadang saya berpikir, ingin rasanya menikah sekarang juga. Hanya untuk menyenangkan hati orang tua, keluarga, dan semua sahabat yang telah membanjiri saya dengan cinta dan perhatiannya.

Buta Membaca, Lumpuh Menulis

"Menulislah..."
"Tapi saya belum pernah membuat tulisan."
"Kalau begitu tulislah bahwa kau belum pernah membuat tulisan."
"Tapi saya tidak bisa menulis."
"Kalau begitu tulislah bahwa kau tidak bisa menulis."
"Tapi saat ini saya tidak tahu apa yang harus saya tulis.
"Kalau begitu tulislah bahwa kau tidak tahu apa yang harus kau tulis."

Terkadang kita tidak menyadari betapa pentingnya menulis. Terkadang menulis hanya sekedar sarana kita untuk menghabiskan waktu. Terkadang kita tidak ingat bahwa jika membaca adalah jendela untuk melihat dunia, maka menulis adalah menciptakan jendela bagi dunia.

Mungkin memang ada saat - saat dimana kita sama sekali kehilangan ide atau mungkin kehilangan gairah dalam mencipta tulisan. Saat - saat yang oleh seorang pujangga besar diilustrasikan dengan buta membaca, lumpuh menulis ... :
Mungkin karena tidak banyak input yang masuk ke dalam wilayah pemikiran kita, maka tidak ada pula yang buah pikiran yang dapat kita hasilkan.

Tuesday, March 22, 2005

You Are 80 % Introvert

Selama ini saya tidak merasa sebagai orang yang tertutup. Dalam artian, saya senang bergaul, saya senang bertemu dengan orang - orang, dan di kalangan teman - teman dekat, saya sama sekali tidak tergolong orang yang pendiam. Mereka bisa dengan mudah membaca ekspresi saya ketika saya sedang senang, atau mendeteksi ke-diam-an saya ketika saya sedang berkonsentrasi memikirkan sebuah masalah. Dan saya juga terbiasa menceritakan kejadian - kejadian atau emosi - emosi sesaat yang saya alami kepada teman - teman dekat saya.

Walaupun di sisi lain, saya memang cenderung memilih untuk diam ketika saya berada di sebuah lingkungan yang baru dan dikelilingi orang - orang yang tidak begitu saya kenal. Dan pada saat - saat saya mengalami masalah yang tergolong cukup berat, saya biasanya memilih untuk diam, menyendiri, berkonsultasi hanya kepada orang - orang terdekat dan terpercaya atau bahkan menelan semua nya sendiri. Beberapa teman memang pernah mengatakan bahwa saya cenderung menyimpan masalah pribadi hanya untuk konsumsi sendiri.

Tapi dalam benak saya selalu tertanam bahwa walaupun saya tipe orang yang aga sulit berbagi untuk hal - hal yang sifatnya pribadi, tapi saya tidak merasa bahwa saya orang yang tertutup atau introvert. Sampai akhirnya hari ini saya sedikit terkejut ketika iseng - iseng saya mengisi sebuah kuis kepribadian di salah satu web site, dan hasil penilaiannya adalah :

You are 20 % extrovert and 80% introvert
You are quite reserved
You aren't afraid of social situations...
But you very much prefer to go it alone
And why not? You're your own best friend!

Ternyata kuis itu menilai bahwa saya sangat cenderung bersikap introvert. Senang menyendiri dan menyimpan segala sesuatunya sendiri. Hmmmhhh .... walaupun kuis itu belum tentu memberikan penilaian yang benar tentang saya, tapi terus terang saya merasa cukup terkejut dengan hasil penilaiannya.

Apa saya orangnya introvert yah ???

Tahajud = Sehat !!!

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji disisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagidunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh,dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakitkanker.Tidak percaya?Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud.

"Jika andamelakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas,niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker", ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan'tukang obat' jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat tahajjudterhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi"Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca SarjanaUniversitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu.

Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah.Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya,khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya padaimonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi(coping).Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekatiwajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat,ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan.

Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan.Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya iniyang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama(Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim PondokPesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulaipukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya,hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika).Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yangrajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin danikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yangdihadapi dengan stabil.

"Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress,"Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker.

Dan,berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampumengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita?????

~ Dicopy dari millist Pilar Bangsa ~

Monday, March 21, 2005

Ruhani Yang Ringkih

"Teh, saya pingin kaya dulu lagi. Kayanya saya dulu lebih baik dari ini"
"Minggu ini lagi ngga beres nih, minta tausiyahnya doong !!"
"Mungkin karena lagi banyak kerjaan, jadinya semua amalan yaumiyan nya ngga ada yang memenuhi target "
"Kayanya semua orang sibuk dengan urusannya masing - masing, saya ngga lagi merasakan yang namanya indahnya berukhuwah"

-----------------------------------------------------------

Ironis memang, bahwa terkadang konsekuensi dari meningkatnya kuantitas adalah menurunnya kualitas. Bahwa ketika jumlah jama'ah da'wah ini bertambah, kualitas kader - kadernya justru cenderung berkurang.

Adalah sebuah hal yang sangat alami ketika iman ini ada saat - saatnya menurun, dan semangat ini ada pasang surut nya. Manusia memang diciptakan berbeda dengan malaikat yang sama sekali tidak pernah terpikir untuk menentang perintah Allah. Tapi manusia juga bukan iblis yang ditakdirkan untuk menghuni neraka-Nya. Karena ketika keimanan itu menurun, Allah memberikan jalan untuk memulihkannya kembali. Ketika semangat itu surut, Allah menuntun kita untuk bergairah kembali. Sayangnya, tidak semua kita bisa merasakan penurunan itu. Komentar dari sahabat - sahabat saya di atas lebih saya sukai ketimbang menyaksikan mereka mengalami kondisi keimanan yang "terjun bebas" tanpa mereka sadari. Menjadi bagian dari orang - orang yang tidak mewaspadai kemunduran itu.

Ada beberapa ciri yang menandai kemunduran atau penurunan keimanan seseorang :
  1. Merasakan hati yang keras seperti batu. Ini adalah hal yang mungkin dirasakan oleh seseorang. Ketika hatinya begitu sulit untuk "disentuh". Ketika matanya begitu sulit untuk menangis. Ketika dia merasakan hati nya begitu keras, bahkan lebih keras dari batu sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu ayat al-Qur'an. Bahkan ayat - ayat al-Qur'an pun meluncur begitu saja dari lisannya tanpa bekas yang berarti dalam hatinya.
  2. Mulai menjauh dari orang - orang sholeh. Ini adalah salah satu ciri yang beberapa kali saya lihat sendiri dari teman - teman yang terasa mulai mengalami penurunan. Mereka cenderung untuk menyendiri. Menghindari diri dari bergaul dengan orang - orang yang berusaha istiqomah dalam aktivitas da'wah. Dan ini juga yang harus diwaspadai oleh diri kita sendiri. Ketika frekuensi kita untuk berkumpul dengan orang - orang sholeh mulai menurun, mungkin karena kesibukan kita dalam aktivitas keseharian kita, maka pada saat yang sama, shibgoh itu pun berkurang. Nuansa - nuansa keimanan yang kita rasakan ketika berkumpul dengan mereka pun berkurang. Dan yang paling berbahaya adalah ketika kita merasa "tidak layak" lagi untuk berkumpul dengan mereka, atau ketika kita merasa mereka "meninggalkan" kita dan akhirnya kita memutuskan untuk sendiri atau mencari dunia sendiri. Saya masih ingat sekali ketika suatu hari salah seorang teman saya berkata, "Sekarang, saya lebih suka berkumpul dengan orang - orang biasa. Walaupun mereka bukan para aktivis da'wah, tapi saya merasa lebih nyaman bersama mereka." Itu adalah hari yang sama ketika saya mulai kehilangan beliau di forum - forum yang membicarakan masalah umat, atau di tempat - tempat yang biasa kita sebut dengan "markas da'wah". Semoga Allah membukakan kembali pintu hatinya dan mengembalikan lagi apa yang telah hilang.
  3. Ciri lain dari menurunnya imunitas keimanan kita adalah ketika kita menjadi orang yang "over sensitive". Stabilitas emosi kita mudah sekali terusik oleh hal yang bahkan sangat sepele. Kita menjadi orang yang mungkin mudah marah dan naik temperamennya. Mudah menangis, mudah tertawa tapi juga mudah bersedih. Dan juga cenderung "menyalahkan" orang lain, untuk ke-tidak-enak-an yang dialaminya. Misalnya ketika di pagi hari dia terjebak kemacetan, maka dengan mudah dia menyalahkan orang - orang yang tidak tertib atau mengeluh karena keadaan itu. Dalam konteks da'wah mungkin lebih terlihat pada kasus orang - orang yang mudah sekali "menuntut" terhadap saudaranya yang lain maupun terhadap jama'ah da'wah itu sendiri. Ketika kita tidak merasa nyaman berkumpul dengan saudara - saudara sesama aktivis da'wah, maka kita "menuntut" hak ukhuwah agar saudara - saudara kita itu mau memperhatikan dan memahami kita. Ketika kita merasa malas beraktivitas da'wah, kita menuntut untuk diingatkan. Ketika ada kekurang dalam jam'ah da'wah ini, kita mudah sekali menyalahkan.

Bahwa keimanan itu menaik dan menurun, itu adalah suatu hal yang wajar. Bahwa kita memang mebutuhkan sebuah kondisi dimana kita saling mengingatkan dan memberi, hal itu memang diwajibkan dalam Al-Qur'an. Tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa faktor terbesar dalam sebuah proses perubahan ada dalam diri kita sendiri.

Beban da'wah ini sudah sangat berat, kita sebagai orang - orang yang meng-azzamkan diri sebagai kader da'wah seharusnya memberikan kontribusi untuk meringankan beban tersebut. Dan bukannya menambah rumit persoalan dengan masalah - masalah "pribadi" kita. Roda da'wah akan terus berputar, dia tidak akan menunggu kita untuk turut berputar bersamanya. Jika kita tertinggal maka orang - orang yang lebih baik telah Allah janjikan untuk menggantikan posisi kita. Ayo ukhti, jangan mau tergantikan dari barisan mulia ini !!

Wallahua'lam bish shawab

Inspired by :

Curhat teman - teman dan majalah Saksi edisi kedua Maret 2005 (kalo ga salah)

Wednesday, March 16, 2005

God Has The Best Way

Gadis itu bertanya, "If God has the best way for me and for every one of us, than why doesn't He make it clear ?" Bapak tua yang berada di hadapannya menghela nafas panjang dan berkata, "Maybe that's just the way He want it to be". Merasa tidak puas dengan jawaban yang diterimanya, gadis itu pun pergi dengan segumpal perasaan bingung dan marah terhadap kondisi yang dihadapinya.

Sebuah adegan singkat dari sebuah film yang saya sendiri tidak tahu persis jalan ceritanya karena memang tidak mengikut film itu dari awal sampai akhir. Tapi ekspresi kemarahan dan kebingungan yang ditampilkan gadis itu serasa mewakili ekpresi ribuan bahkan mungkin jutaan orang yang ada di bumi ini. Karena setiap kita pasti sering mempertanyakan hal yang sama, baik secara eksplisit atau tidak.

Kalau Tuhan memang memiliki jalan yang terbaik untuk kita, kenapa tidak ditunjukan saja. Kenapa kita sering kali dihadapkan kepada pilihan - pilihan. Kenapa segala sesuatunya dalam hidup ini tidak berjalan begitu saja. Kalau jalan yang terbaik menurut-Nya adalah ke kanan, ya bawa saja kita ke kanan, tidak perlu disodorkan jalan ke kiri, ke atas, atau ke bawah. Kalau yang terbaik adalah A, yah berikan saja A, tidak perlu membuat kita memilih apakah A, B, atau C.

يُنبِتُ لَكُم بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأَعْنَابَ وَمِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالْنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), [ Q.S An-Nahl; 11 - 12]

Sesungguhnya, bagi orang - orang yang jernih mata hatinya, sudah sangat jelas pilihan terbaik dari semua pilihan - pilhan yang dihadapkan kepada kita. Bagi orang - orang yang diberi petunjuk, sudah sangat jelas jalan terbaik yang Allah rancang untuk kita. Dan bagi orang - orang yang bertakwa, sudah sangat jelas apa yang Allah mau dari kita.

Menikah di Jalan Da'wah

Menikah ….

Entah sudah berapa banyak tulisan yang saya tulis dengan tema serupa ini. Tapi permasalahan ini memang lagi "nge-trend". Mungkin karena saya dan teman - teman yang memang sudah mulai memasuki usia yang "pantas" untuk menikah, sehingga topik ini menjadi cukup hangat.
Saya sering membayangkan, bahwa ketika saya bangun di pagi hari dan memulai aktivitas saya, maka pada saat yang sama seorang ikhwan di suatu tempat di luar sana juga sedang melakukan hal yang sama. Ikhwan yang sudah Allah tentukan kelak akan menggenapkan separuh dien saya. Kemudian ketika saya menjalani hari - hari saya, beliau pun melakukan hal yang sama. Kami menjalani kehidupan kami masing - masing sampai akhirnya Allah mempertemukan kami dalam keimanan dan naungan ridho-Nya. Saya juga sering membayangkan bahwa ketika godaan - godaan itu datang, godaan untuk memilih "jalan pintas", atau ketika ujian -ujian itu datang, ujian untuk tetap istiqomah di atas jalan panjang yang sudah Allah tentukan, mungkin beliau juga sedang mengalami hal yang sama.

Saya juga sering mendo'akan, semoga Allah meneguhkan hati - hati kami berdua dan menguatkan kesabaran kami sampai akhirnya kami benar - benar dipertemukan dalam keimanan. Aneh memang, sebuah do'a yang berkali - kali dilantunkan untuk seseorang yang saya sama sekali tidak tahu siapa orangnya.

Menikah memang dipengaruhi oleh peranan Allah yang sangat dominan dalam menentukan siapa orang yang akan menjadi pasangan hidup kita. Tapi bukan berarti kita tidak dituntut untuk menentukan pilihan - pilihan dalam prosesnya. Karena dalam setiap taqdir yang sudah Allah tentukan, selalu ada porsi ikhtiar yang dibebankan kepada kita. Ikhtiar yang oleh beberapa ulama diartikan sebagai mengusahakan yang terbaik.

Jadi, memilih pasangan hidup yang terbaik dengan kacamata da'wah, itu adalah ikhtiar. Berusaha memulai segala sesuatunya dengan awal yang baik, itu adalah ikhtiar. Mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan perkawinan yang "tidak biasa", itu adalah ikhtiar.
Dan sangat keliru ketika kita melihat seorang akhwat yang menikah dengan seorang ikhwan yang "tidak potensial" menurut kacamata da'wah , kemudian kita mengatakan .."yah emang udah jodohnya kali". Karena tidak bisa dilupakan bahwa akhwat itulah yang menentukan pilihannya. Walaupun Allah yang mempertemukan beliau dengan seorang ikhwan yang mungkin tidak jelas visi da'wah nya, tapi akhwat itulah yang menjatuhkan pilihan untuk menjalani sisa hidupnya dengan beliau.

Banyak orang yang memandang bahwa ketika seseorang itu pada akhirnya tidak berda'wah setelah dia menikah, maka kesalahannya terletak pada pilihannya untuk tidak ber'dawah dan bukan dengan siapa dia menikah. Yah, di satu sisi pendapat itu memang benar. Berda'wah atau tidak adalah pilihan kita. Bahkan ketika kita memilih pasangan hidup dari barisan orang yang mengusung panji da'wah pun sebenarnya bukan sebuah jaminan bagi kelangsungan aktivitas da'wah kita. Tapi di sisi lain kita juga harus melihat bahwa ketika kita memelihara cita - cita untuk menikah di atas jalan da'wah, maka persiapan yang dilakukan pun harusnya mengarah kesana, termasuk dalam menjatuhkan pilihan pada pasangan hidup yang akan menunjang aktivitas da'wah kita. Jadi tidak bisa diabaikan peranan dari seorang suami / istri dalam menjaga keistiqomahan kita untuk berda'wah. Menikah dengan orang yang memiliki visi da'wah dan merupakan bagian dari barisan pengusung da'wah saja tidak menjamin keberlangsungan aktivitas da'wah kita setelah menikah, apalagi menikah dengan orang yang visi da'wah nya tidak terlihat atau keistiqomahannya belum teruji, pastilah tidak lebih mudah. Kecuali kalau kita memilih untuk menjadi orang biasa, yang sekedar menikah dan sekedar punya keturunan serta mengarungi hidup seolah - olah dunia hanya milik berdua.

Buat adik2 sayang, seandainya saja upi bisa memberikan ikhwan - ikhwan sholeh untuk mengakhiri kegundahan hati kalian … :)

Monday, March 14, 2005

Belajar dari Rafi' dan Samurah

Rasulullah sedang mempersiapkan pasukannya untuk diberangkatkan ke bukit uhud ketika sekumpulan sahabat kecil datang menghampirinya. Diantara mereka terdapat Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, Rafi', Samirah, dan beberapa orang sahabat lainnya. Usia mereka saat itu masih sangat muda, bahkan sebagian besar dari mereka belum genap lima belas tahun. Salah seorang dari mereka maju dan berkata, "Ya Rasulullah, izinkanlah kami untuk ikut berperang dan menjemput syahid bersamamu." Rasulullah menjawab, "Kalian masih terlalu muda, tunggulah sampai usia kalian sudah cukup dewasa untuk pergi berperang." Kemudian salah seorang yang lain berkata, "Tapi Ya Rasulullah, Rafi' sangat pandai memanah. Dan usianya sekarang sudah lima belas tahun." Rasulullah menatap mata anak yang bernama Rafi' itu untuk beberapa saat, kemudian beliau memintannya untuk menunjukan kebolehannya memanah. Dan ternyata memang benar, anak tersebut sangat pandai memanah. Oleh karena itu Rasul pun akhirnya mengizinkan Rafi' untuk bergabung dengan pasukan perangnya.

Tapi ternyata pasukan mujahid kecil ini tidak puas melihat hanya Rafi' yang diperbolehkan untuk berangakat. Salah seorang dari mereka kemudian berkata, "Ya Rasulullah, Samurah dapat mengalahkan Rafi'." Dan Rasulullah pun akhirnya mengizinkan Samurah untuk ikut karena usia nya memang sudah lima belas tahun dan sangat pandai memanah. Yang lainnya benar - benar tidak bisa ikut.

Dan berangkatlah dua mujahid kecil ini menuju medan jihad bersama para sahabat pilihan lainnya. Berangkat menjemput sesuatu yang tidak akan pernah terbayangkan dalam benak kita, menjemput kematian. Syahid di jalan Allah. Padahal usia mereka baru lima belas tahun. Usia yang masih sangat muda. Kita bahkan tidak tahu apa arti mencintai Allah ketika usia kita masih lima belas tahun. Apalagi jika diminta menjual nyawa kita yang akan dibayar Allah dengan surga. Ketika Rafi' dan Samirah mempersiapkan diri untuk pergi ke medan perang, pada usia yang sama kita mungkin sedang jalan - jalan di sebuah mall, melihat - lihat mode pakaian terbaru atau memilih lagu pilihan Top 40.

Kita mungkin sudah 9 atau 10 tahun tertinggal dari Rafi' dan Samirah, bahkan mungkin lebih dari itu jika ukurannya adalah kesiapan untuk terjun ke ladang jihad, tapi … selama Allah masih memberikan kesempatan untuk menarik nafas dan melihat matahari, tidak ada kata terlambat untuk memulai.

Specially for Nur :
Selamat Milad …..
Semoga setiap detik dalam kehidupan mulai hari ini dan selanjutnya dilewatkan dalam naungan kecintaan terhadap Sang Pemberi Kehidupan.

Wednesday, March 09, 2005

Indonesian Moslem Bloggers

Sebenarnya mungkin tidak banyak yang tau blog ini, dan mungkin hal itu juga menyebabkan blog ini tidak terlalu banyak pengunjung. Mungkin kalau saya pasang automatic counter utk pengunjung blog ini, angka nya tidak akan lebih dari dua digit :D Tapi anehnya, hal itu justru membuat saya merasa lebih nyaman. Karena merasa bahwa saya bisa "menjadi diri saya sendiri", mengekspresikan sesuatu yang kadang tidak bisa diungkapkan, dan menulisakan semua hal yang kadang sulit untuk dikatakan.

Memang tidak perlu dipertanyakan lagi betapa besar manfaatnya berda'wah lewat tulisan. Dan harus diakui bahwa itu juga yang menjadi salah satu motivasi saya ketika membuat blog ini. Tapi rasanya saya masih harus banyak belajar lagi. Rasanya belum saatnya untuk "go public". Coba saja lihat tulisan - tulisan di blog ini. Saya masih belum bisa mengimplentasikan salah satu pusaka kebajikan, yaitu merahasiakan keluhan. Semua emosi saya ketika saya sedang menulis, tumpah ruah di blog ini. Sisi - sisi pribadi dari diri saya yang mungkin tidak banyak orang yang tau, terbaca dengan sangat jelas di sini.

Jadi, sejujurnya agak sulit untuk mempersilahkan "semua orang" datang dan mengunjungi blog ini. Karena itu sama artinya dengan membuka diri saya untuk semua orang, termasuk orang - orang yang mungkin tidak begitu saya kenal, dan hanya saya kenal lewat dunia maya ini.

Belum lagi jika kita mengacu pada daftar panjang permasalahan hijab. Salah seorang teman saya bercerita bahwa para ikhwan merasa keberatan dengan fenomena akhwat yang mengaktualisasikan diri lewat blog yang mereka buat. Katanya itu membuat para ikhwan "tuing - tuing", karena mereka melihat sebuah fenomena yang membuat mereka menjadi lebih sulit untuk menjaga diri dari fitnah. Mungkin kita, para akhwat pemilik blog, bisa saja mengklaim bahwa mereka tidak bisa menjaga diri. Bahwa keinginan mereka untuk terhindar dari fitnah seharusnya tidak menghambat kreativitas kita berkarya, dalam bentuk apapun termasuk membuat blog.

Tapi..bukan kah sebuah kejahatan itu terjadi karena ada niat dan kesempatan. Begitu juga fitnah, dia terjadi tidak hanya karena ada niat, tapi juga karena didukung oleh kesempatan yang kadang memang terbuka dengan cukup lebar. Dan saya cukup khawatir bahwa saya juga bisa berkontribusi dalam menciptakan kesempatan itu lewat blog saya ini.

Jadi ... mohon ma'af untuk semua teman - teman yang sudah dengan semangat nya mengundang saya untuk bergabung dalam komunitas pemilik blog, karena rasanya untuk kesekian kali nya saya harus berkata tidak. Mungkin tidak untuk saat ini.

Sunday, March 06, 2005

no title

Sesuatu yang diawalnya istimewa bisa menjadi biasa ketika kita menemuinya setiap hari, dan sesuatu itu selalu ada bersama kita. Begitu juga dengan orang - orang yang ada di sekeliling kita. Terkadang, orang - orang yang selalu ada di sekeliling kita, orang - orang yang selalu ada ketika kita membutuhkannya, menjadi terlupakan keberadaannya. Kadang kita menjadi "terbiasa" dengan keberadaan mereka, sehingga kita melupakan betapa berharganya mereka. Kita seolah tersadarkan atau tersentak ketika tiba - tiba .... mereka sudah tidak lagi ada di sini. Entah itu terpisahkan oleh jarak, atau oleh aktivitas yang berbeda, atau bahkan terpisahkan oleh maut. Keberadaan mereka baru disadari nilainya ketika mereka justru sudah tidak ada.

"Barangsiapa saling mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan mencegah karena Allah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan keimanannya." (H.R Abu Daud)

Muhammad bin Wasi'

Muhammad bin Wasi' adalah salah seorang panglima perang sebuah pasukan yang dipimpin oleh Qutaibah yang berada di sebelah timur wilayah kekuasaan Islam. Muhammad bin Wasi' ini terkenal akan kezuhudan nya terhadap dunia dan kecintaannya pada kehidupan akhirat.

Suatu hari, sang pemimpin pasukan, Qutaibah, mengumpulkan seluruh panglima perangnya kecuali Muhammad bin Wasi'. Qutaibah berkata kepada para panglima perangnya, "Akan ku tunjukan kepada kalian seseorang yang baginya dunia ini tidak lebih dari sebutir debu. Begitu cintanya dia kepada kehidupan akhirat sehingga kecintaannya itu yang menjadi energi dan pembakar semangat jihad nya."
Kemudian dipanggilah Muhammad bin Wasi'. Kepada Muhammad bin Wasi', Qutaibah memberikan sebuah hadiah. Sebongkah emas yang ukurannya hampir sebesar kepala banteng. Hadiah itu didapatkannya dari harta rampasan perang. Ia berkata , "Hai Muhammad bin Wasi', terimalah hadiah pemberian ku ini."

Sungguh di luar dugaan, ternyata Muhammad bin Wasi' menerima hadiah pemberian Qutaibah tersebut. Muka Qutaibah menjadi merah padam melihat kejadian yang sama sekali tidak disangkanya. Setelah Muhammad bin Wasi' dipersilahkan untuk pergi, Qutaibah mengirim salah seorang anak buahnya untuk memata - mati Muhammad bin Wasi'. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukkan oleh Muhamad bin Wasi' dengan hadiah pemberiannya tersebut. Dalam hati ia terus berdo'a, " Ya Allah, jangan biarkan dugaan ku melesat dari nya."

Beberapa saat kemudian anak buah nya kembali dan melaporkan apa yang dilihatnya. Ternyata sepulang dari menghadap Qutaibah, Muhammad bin Wasi' memberikan bongkahan emas pemberian Qutaibah tersebut kepada pengemis pertama yang ditemui nya di jalan. Diberikan kepada pengemis pertama yang ditemuinya, diberikan begitu saja. Tanpa perlu berpikir panjang. Seolah melepaskan seusuatu yang tidak ada harganya sama sekali. Senyuman pun terkembang di wajah Qutaibah. Segala Puji bagi Allah yang menjadikan dunia ini begitu kecil dibandingkan hamparan cinta dan kasih sayang-Nya.

Seperti apa rasanya mencintai Allah sehingga membuat kita melihat dunia ini menjadi begitu kecil ? Hanya orang - orang beruntung lah yang bisa merasakan belaian kasih Allah. Dan hanya orang - orang yang beruntung lah yang bisa merasakan cinta-Nya. Cinta yang begitu dahsyat. Cinta yang menenangkan jiwa yang sedang gundah. Cinta yang menggembiarkan hati yang sendu. Ya Allah, betapa indahnya dicintai dan mencintai-Mu.