Daisypath Anniversary tickers

Wednesday, April 27, 2005

d - e - w - a - s - a

Kedewasaan seseorang adalah sesuatu yang ukuran atau parameternya sebenarnya sangat relatif. Sebagian dari kita menilai kedewasaan seseorang dari usianya. Maka tak heran jika seorang anak yang menginjak usia 17 tahun dianggap sudah “dewasa” dan diberi kebebasan ataupun diberi tanggung jawab yang tidak dimilikinya ketika ia belum genap berusia 17 tahun. Tapi sebagian besar mengukur kedewasaan seseorang dari pola pikirnya, sikapnya dan juga kecerdasan emosi nya. Orang yang berpikir panjang dan selalu berhati – hati dalam mengambil sikap dianggap lebih dewasa dari orang yang terbiasa untuk reaksioner atau kurang berpikir panjang. Orang yang melihat segala permasalahan dari sudut pandang yang proporsional dan mengambil hikmah dari semua kejadian yang dialaminya dianggap lebih dewasa dari orang yang “narrow minded” dan sempit hati. Orang – orang yang mampu mengontrol emosi dianggap lebih dewasa dari orang – orang yang cenderung mengekspresikan kemarahan, kesedihan, like and dislike serta emosi lainnya secara meluap – luap. Lalu bagaimanakah agar kita menjadi orang – orang yang “dewasa” ?

Orang bilang, bertambah usia adalah sebuah kepastian, tapi menjadi dewasa dan bijaksana adalah sebuah pilihan. Sesungguhnya proses pembinaan Islam yang kita ikuti secara kontinu adalah merupakan sebuah proses pendewasaan diri kita. Ini dapat dilihat dari semua konsep keislaman yang diajarkan kepada kita. Semenjak awal kita belajar Islam, kita dibina untuk selalu berpikir panjang, untuk selalu memikirkan “masa depan”. Bahwa kita boleh melakukan apapun asal kita mampu menghadapi pertanggungjawaban dari semua yang kita lakukan. Bahwa kita boleh melanggar “aturan” tapi kita juga harus mau menanggung konsekuensinya. Selalu ada reward and punisment untuk semua yang kita lakukan.

Dan sejak awal kita juga dibina untuk tidak hanya memikirkan diri kita sendiri. Ini yang menurut saya juga merupakan salah satu parameter kedewasaan seseorang. Sejak awal kita mengenal Islam, kita telah dibina untuk tidak hanya berbahagia dengan keislman kita tapi juga memikirkan keislaman orang lain. Kita dibina bahwa apapun yang dilakukan oleh orang lain, selalu ada kewajiban mengingatkan untuk hal – hal yang menyimpang dan kewajiban untuk membantu serta mendukung untuk hal – hal yang bersifat kebaikan. Bahwa setiap beban yang ditanggung oleh orang lain selalu ada porsi kita untuk meringankannya. Bahkan kita diajarkan untuk merasa “satu tubuh” dengan ummat Islam yang lain. Selalu seperti itu.

Dan jika kita berbicara mengenai kemampuan mengendalikan emosi sebagai ukuran kedewasaan seseorang, Islam sudah jauh lebih dulu mengkonsepkannya. Islam mengajarkan tentang bagaimana berlepas dari penilaian dan penghargaan orang lain, sesuatu yang sering membuat kita kecewa karena tidak pernah ada batas pencapaiannnya. Ketika Islam mengajarkan bagaimana berbahagia dan tertawa, maka pada saat yang sama Islam mengajarkan bagaimana kita bersedih dan menangis. Islam menganjurkan kita untuk marah tapi juga lebih memuliakan orang yang mampu mengendalikan amarahnya. Islam tidak hanya menganjurkan kita untuk bersikap keras dan tegas atau bersikap lemah lembut tapi juga memberikan koridor untuk mengaplikasikannya. Selalu seperti itu.

Oleh karena itu sangat logis untuk mengaitkan kedewasaan seseorang dengan pemahaman keislamannya. Semakin baik pemahaman Islam nya maka semakin dewasa pula sikap dan pola pikir seseorang. Itulah mengapa dua orang sahabat “cilik” diizinkan Rasulullah untuk pergi berperang pada usia 15 tahun. Itulah mengapa para sahabat yang lain pun mengukir prestasi yang luar biasa pada usia – usia yang masih sangat muda. Karena usia bukan ukurannya tapi pemahaman keislaman seseorang lah yang akan menunjukan apakah dia dewasa atau tidak.


Specially for Rela :
Mari kita sama – sama beranjak dewasa :)

Tuesday, April 19, 2005

Me and My Shoutbox

Akhirnya, setelah dikomporin dengan semangatnya oleh teman - teman, saya mencantumkan shoutbox di blog ini. Semoga ini menjadi awal bagi saya untuk mulai membuka blog ini, atau lebih tepatnya lagi membuka diri terhadap dunia luar.

Bagi teman - teman yang ingin menorehkan pesan - kesan, saran atau kritikan, semoga menjadi lebih mudah dengan adanya shoutbox ini.

Silahkan...silahkan...

Monday, April 18, 2005

upi mau ....

Apa yang upi mau di dunia ?
1. Dimudahkan segala urusan oleh Allah :D (iya lah...)
2. Diberi keluarga yang menenangkan dan menyejukan hati
3. Jadi orang yang pinter, mau kuliah master, doktor, post doktoral, S2, S3, S teller :p
4. Mapan dan kuat dalam hal ekonomi (kan dari 10 sahabat yang dijamin surga, cuma Ali yang bukan orang kaya :D)

Apa yang upi mau di akhirat ?
1. Surga (ga usah ditanya...)
2. Tidak dipertemukan dengan hari kiamat
3. Dimudahkan dalam sakratul maut
4. Dipertemukan dengan seluruh keluarga dan orang - orang tercinta di surga
5. Dipertemukan dengan semua kenikmatan yang Allah tunda semasa di dunia

Kayanya masih banyak yang upi mau :-?

-------------------------------------------------------------------------------------------

Salah seorang trainer motivasi mengatakan bahwa menuliskan apa yang kita mau akan memacu motivasi kita dalam mencapainya. Bahkan kalau perlu tuliskan semua cita - cita kita secara detail. Misalnya pingin punya anak 10 yang semuanya hafidz maks umur 17 tahun. Atau pingin punya perusahaan raksasa dalam bidang IT. Dan lain - lain.

Mimpi ?? Mungkin iya, bagi orang - orang yang hanya menggantungkan cita - cita tanpa pernah berjalan kearah pencapaiannya. Tapi menggantungkan cita - cita setinggi langit tetap dianggap sebagai motivasi untuk memberikan usaha yang terbaik.

Dr. Aidh al-Qarni pernah menuliskan, seorang perlari yang berlomba utk mencapi finish yang berjarak 100 meter, pastilah akan merasa sangat kelelahan ketika dia sudah melewati jarak 100 m dan tiba di garis finish. Tapi seorang pelari yang berlomba untuk lari jarak 400 meter, dia tidak akan merasa kelelahan ketika melewati jarak 100 meter, 200 meter, bahkan 300 meter.

Jadi, gantungkanlah cita - cita kita sejauh 400 meter, agar kita masih tetap bisa berlari ketika kita sudah melawati jarak 100 meter.

Blog = Buang Waktu

Blog = buang - buang waktu ???
Ini pertanyaan yang tidak terlalu asing lagi bukan ? Sudah cukup sering dibahas, tapi rasanya tidak ada salahnya kalau saya kembali mengangkat topik ini.

Memang banyak kalangan yang berpendapat bahwa memiliki blog atau menulis di blog ini sekedar hobi yang tidak banyak bermanfaat. Apalagi kalau tulisan - tulisan yang dibuat "hanya sekedar" cerita fiksi yang tidak nyata, atau tak ubahnya dengan catatan harian yang dipublikasikan di dunia maya. Banyak orang juga yang berpendapat bahwa kalaupun blog ini memberi benefit bagi da'wah tapi masih ada sarana atau aktivitas lain yang lebih prioritas bagi da'wah selain dari menulis di blog.

"Kalau suka nulis, yah..nulis nya nulis jurnal atau paper ilmiah lah, atau tulisan - tulisan yang sedikit bermutu, jangan cerpen lagi - cerpen lagi. Kurang intelek."

Kurang lebih seperti itu komentar dari sahabat - sahabat yang kurang pro dengan kebiasaan para bloggers. Di satu sisi, mungkin pendapat itu ada benarnya. Da'wah ini memang aga kekurangan pemain yang secara serius mendalami keilmuan yang dimiliki nya. Kekurangan para spesialis yang sanggup menandingi kiprah ibnu sinna dalam bidangnya masin - masing. Dan da'wah juga kekurangan orang - orang yang berprinsip layaknya ulama besar Hasan Al-Banna yang lebih suka mencetak orang - orang yang akan menjadi perpustakaan berjalan ketimbang mencetak tulisan - tulisan yang hanya akan disimpan di perpustakaan.

Tapi di sisi lain kita juga tidak bisa menafikan manfaat yang diperoleh da'wah lewat tulisan - tulisan yang sarat makna spiritulitas, yang oleh Bayu Gautama disebut dengan "oase jiwa". Kalau pihak yang kontra dengan kebiasaan menulis blog dapat mengutip prinsip Hasan Al-Banna, maka pihak yang pro dapat pula mengutip pendapat Anis Matta yang mengatakan bahwa mengajari anak - anak sastra akan membuat mereka menjadi pemberani.

Jadi, silahakan memegang prinsip yang menurut kita baik tanpa harus menghakimi pendapat yang bertentangan.

Friday, April 15, 2005

Welcome to the Real World [2]

Sisi lain yang juga merupakan konsekuensi dari terlepasnya kita dari dunia kampus adalah tuntutan untuk kembali memposisikan diri dalam desain besar da’wah ini. Karena setelah lulus dari kuliah, kita bukan lagi aktivis da’wah kampus dengan segala hak dan kewajibannya. Kita dituntut untuk meninggalkan pos kita yang lama demi membuka ruang bergerak bagi adik – adik kita para generasi baru dan demi mengisi atau menciptakan pos – pos da’wah yang lain.. Mungkin inilah yang cukup sulit dilakukan. Orang bilang, selepasnya dari kampus, para aktivis da’wah rentan terkena post power syndrom. Sebuah kondisi ketika kita dituntut untuk melepaskan dunia yang lama tapi kita belum sepenuhnya menemukan tempat di dunia yang baru.

Saya sendiri tidak bisa menghindarkan rasa kangen untuk kembali “turun ke jalan”, atau untuk kembali memenuhi koridor – koridor di sekitar masjid Salman, tempat dimana dulu orang lebih mudah menemukan saya ketimbang mencari di sekitar kampus. Tapi tetap harus diakui bahwa tempat – tempat itu harus kita “tinggalkan”, kita harus memberi kesempatan bagi generasi yang baru untuk mengisi pos – pos da’wah yang pernah membuat hidup kita lebih “hidup”. Tempat kita bukan lagi di situ.

Suka atau tidak, kita sekarang dituntut untuk memenuhi pos da’wah yang lain, atau bahkan menciptakan pos da’wah yang baru. Biarkan adik – adik kita turun ke jalan, sementara kita duduk di ruang rapat tempat kita merintis da’wah profesi kita. Biarkan adik – adik kita memenuhi koridor yang penuh kenangan itu, sementara kita berusaha mengajak orang – orang berdasi di sekitar kita untuk memenuhi mesjid. Biarkan adik – adik kita yang berhadapan dengan barikade polisi pengawal patroli, sementara kita berhadapan langsung dengan masyarakat luas, dengan segala macam karakteristik dan permasalahannya. Biarkan adik – adik kita yang mengisi pos – pos da’wah yang pernah kita tempati dulu, sementara kita disini berusaha mengisi kekosongan pos da’wah yang lain.

Da’wah ini masih butuh para profesional yang tidak hanya bekerja mencari uang, tapi juga bekerja mensejahterakan ummat. Da’wah ini masih butuh orang – orang berdasi yang pantang untuk korupsi. Da’wah ini masih butuh para professor – professor yang akan mengantarkan ummat untuk meraih kembali izzah Islam nya. Da’wah ini masih butuh para ekonom yang tidak hanya membuat orang kenyang mendapat makan, tapi juga membuat orang miskin menjadi kenyang.

Masih banyak yang harus kita lakukan. Ucapkan selamat tinggal pada dunia da’wah kampus yang dulu, kalau lah kita harus kembali, bukan kembali untuk mengisi tempat yang sama seperti dulu. Jangan biarkan diri kita terus dibuai oleh kenangan masa lalu. Bergeraklah, memposisikan diri kita dengan peran kita yang baru dalam grand design da’wah ini. Jangan biarkan roda da’wah ini berputar tanpa kita ikut berputar bersamanya.


~ Oleh – oleh sepulang dari “nonton” aksi Palestina ~

Tuesday, April 12, 2005

Welcome to the Real World

Beberapa hari yang lalu, saya menerima sebuah email dari salah seorang adik kelas yang baru saja lulus beberapa bulan yang lalu. Sekarang beliau diterima di sebuah perusahaan IT di Jakarta. Beliau banyak bercerita tentang suka duka hidup di Jakarta, tinggal di sebuah lingkungan yang sama sekali baru, dan juga menjalani ritme hidup yang jauh berbeda dari dunia kampus dulu. Intinya beliau banyak bercerita tentang bagaiman menghadapai dunia baru pasca kampus.

Apa yang beliau ceritakan, sedikit banyak mengingatkan saya kepada apa yang saya alami sejak sekitar setahun yang lalu. Dunia baru, dunia pasca kampus. Dunia dimana kita menghadapi realita yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Saya selalu merasa bahwa bagaimana pun kita menyiapkan diri kita untuk menghadapi dunia realita setelah masa kuliah, kita tidak akan pernah siap sampai kita benar - benar menjalani dan terjun langsung di dalamnya. Belajar dari kondisi - kondisi yang kita alami, belajar dari semua benturan antara realita dan idealita yang kita pahami, serta belajar untuk berkompromi bahwa memang kita tidak akan pernah lagi berada di dalam kondisi yang menyenangkan seperti di kampus dulu.

Dunia kampus memang dunia yang menyenangkan. Tempat dimana kita dibina, dibekali, dan dibentuk semua kepribadian, pemahaman serta pola pikir kita. Dunia pertengahan dimana kita mengurangi jiwa kekanak - kanakan kita di masa sekolah dulu dan membentuk kedewasaan pola pikir serta sikap kita. Kita bisa berekspresi sebebas yang kita mau. Kita bisa melenggang dengan semua idealitas yang kita pahami. Kita bahkan boleh salah tanpa ada yang menghakimi. Karena kita sedang "belajar".

Lain hal nya dengan dunia pasca kampus. Dunia diluar batas - batas yang memagari tempat kita belajar. Dunia dimana kita menghadapi realita hidup yang selama ini jarang kita temui karena keasyikan kita bermain - main di dunia maya yang penuh idealita. Disini kita ditanya, "siapa kamu dan siapa saya ?" Disini kita ditanya, apa yang kita bisa. Di dunia yang baru inilah diuji semua pemahaman kita. Melunturkah pemahaman kita ? Menurunkah semangat kita dalam menegakan apa yang kita pahami ? Meleburkah kita dengan lingkungan yang justru bertentangan dengan idealita yang kita pegang selama ini ? Semua akan dibuktikan disini.

Akan ada banyak kejutan - kejutan yang kita temui di dunia ini. Saya sendiri merasa terkejut melihat betapa asingnya saya di lingkungan yang baru ini. Betapa anehnya orang melihat jilbab saya yang terurai dan gaya busana saya yang sangat berbeda dengan yang lain. Betapa bingung nya mereka melihat saya yang tidak mau bersentuhan dengan lawan jenis dan menolak tawaran untuk pulang berdua dalam satu kendaraan yang sama. Saya tidak pernah membayangkan bahwa akan ada seorang pria yang berani menepuk bahu saya padahal saya merasa sudah cukup tegas dalam menentukan batas. Dunia baru ini memang menyimpan begitu banyak kejutan.

Mereka - mereka yang telah mempersiapkan diri dengan prima, mungkin akan bertahan dalam keistiqomahannya. Mereka - mereka yang selalu menghadirkan Allah dalam setiap langkah kaki dan pandangan nya, akan selalu berada dalam naungan-Nya. Mereka - mereka yang menghabiskan waktu untuk bernostalgia dan mengenang masa - masa indah semasa di kampus serta berharap agar segala sesuatunya kembali seperti dulu, tentulah akan terlindas oleh berputarnya zaman, dan tertinggal dari barisan kafilah mulia yang selau berusaha agar hari ini lebih baik dari kemarin walau apapun resikonya. Mereka - mereka yang menyerah pada keadaan, berpasrah pada kelemahan diri, tentulah lambat laun akan melarut dalam kubangan hitam kehinaan.

Semua terserah kepada kita, termasuk kedalam golongan yang mana kah kita ?

Saya bukan orang yang sukses di dunia nyata pasca kampus. Mungkin belum. Tapi saya selalu berharap bahwa izzah muslimah itu akan tetap tertanam dalam benak saya. Bahwa janji nahnu du'at qobla kulli syai'i itu akan tetap tertunaikan. Semoga Allah memberikan kemudahan.

Wasiat Dr. Abdullah Azzam

Wahai kaum muslimin!!!!
Kehidupan kalian adalah jihad, kemuliaan kalian berhasil dari jihad dan keberadaan kalian di atas muka bumi ini, terikat dengan ikatan yang berpanjangan dengan jihad.

Wahai para pendakwah!!!
Tiada berharga kalian berpanas di bawah cahaya matahari melainkan jika kalian menyandang senjata bagi menghadapi golongan taghut yang melampau, orang-orang kafir dan orang-orang yang zalim yang semakin bermaharajalela.

Sesungguhnya mereka menyangka bahawa agama Allah ini akan tertegak tanpa jihad, tanpa peperangan, tanpa darah dan air mata, maka mereka yang ragu-ragu itu sebenarnya tidak memahami tabiat (hakikat) agama ini.
Sesungguhnya kehebatan para da'i (pendakwah), kekuatan dan keberkesanan dakwah dan kemuliaan ummat Islam tidak akan wujud melainkan dengan melaksanakan jihad pada jalan Allah. Kejarlah 'kematian' kerana ia akan memberikan kehidupan (yang hakiki). Hindarilah diri dari merasa hebat dengan jumlah kitab yang telah dibaca. Janganlah merasa megah dan mencukupi dengan sembahyang-sembahyang sunat yang kalian telah biasakan itu. Janganlah kalian membiarkan kerja-kerja yang remeh -temeh menguasai kalian sedangkan di sana ada tugas yang lebih besar dan lebih sukar.

Wahai para ulama!!!
Majulah kalian untuk memimpin generasi ini yang amat dahagakan untuk kembali kepada tuhannya. Janganlah kalian terbelenggu atau cenderung kepada dunia. Jauhilah janji manis pemberian dan sogokan serta hidangan taghut{pemerintahan} karena sesungguhnya hidangan dan sogokan tersebut akan menggelapkan hati dan mematikan fikiran serta menjadi benteng yang menghalang hubungan kalian dengan masyarakat.

Wahai kaum muslimin!!!.
Jauhilah kemewahan kerana ia adalah musuh kepada jihad. Ia juga pembinasa diri manusia. Oleh itu janganlah menunjukkan sesuatu yang berlebihan. Cukuplah sekadar keperluan saja. Didik dan latihlah anak-anak kalian dengan kegagahan dan kejantanan serta kepahlawanan dan jihad. Jadilanlah rumah kalian sebagai kandang-kandang singa dan bukannya reban ayam yang menunggu gemuk untuk disembelah oleh taghut. Tanamkan ke dalam jiwa anak-anak kalian kecintaan kepada jihad, keinginan kepada medan perang dan lapangan yang penuh dengan keributan perang. Hiduplah kalian dengan tidak melupakan penderitaan yang ditanggung oleh umat Islam.
Cubalah sedaya upaya menjadikan sehari dalam seminggu, sekurang-kerangnya, hidup bagaikan mujahidin dengan hanya memakan sekeping roti kering tanpa lauk dan meminum secawan teh tanpa gula.

INGATLAH!!!
"Tidak Ada Kemuliaan Bagi Umat Islam Melainkan Dengan Jihad Dan Tidak Ada Kerehatan Melainkan Dengan Syahid."

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram. (Ar-ra'd:28)


~ Taken from http://www.myquran.org ~

Tuesday, April 05, 2005

Vitamin for the Mind

Basics/Fundamentals by Jim Rohn :

Success is neither magical nor mysterious. Success is the natural consequence of consistently applying basic fundamentals.

There are no new fundamentals. You've got to be a little suspicious of someone who says, "I've got a new fundamental." That's like someone inviting you to tour a factory where they are manufacturing antiques.

Some things you have to do every day. Eating seven apples on Saturday night instead of one a day just isn't going to get the job done.

Success is nothing more than a few simple disciplines, practiced every day; while failure is simply a few errors in judgment, repeated every day. It is the accumulative weight of our disciplines and our judgments that leads us to either fortune or failure.

~Diambil dari milist Dago_Permai~

The Two Choices We Face

Each of us has two distinct choices to make about what we will do with our lives. The first choice we can make is to be less than we have the capacity to be. To earn less. To have less. To read less and think less. To try less and discipline ourselves less. These are the choices that
lead to an empty life. These are the choices that, once made, lead to a life of constant apprehension instead of a life of wondrous anticipation.

And the second choice? To do it all! To become all that we can possibly be. To read every book that we possibly can. To earn as much as we possibly can. To give and share as much as we possibly can. To strive and produce and accomplish as much as we possibly can. All of us have the choice.

To do or not to do. To be or not to be. To be all or to be less or to be nothing at all.

Like the tree, it would be a worthy challenge for us all to stretch upward and outward to the full measure of our capabilities. Why not do all that we can, every moment that we can, the best that we can, for as long as we can?

Our ultimate life objective should be to create as much as our talent and ability and desire will permit. To settle for doing less than we could do is to fail in this worthiest of undertakings.

Results are the best measurement of human progress. Not conversation. Not explanation. Not justification. Results! And if our results are less than our potential suggests that they should be, then we must strive to become more today than we were the day before. The greatest rewards are always reserved for those who bring great value to themselves and the world around them as a result of who and what they have become.


To Your Success,
Jim Rohn

~Diambil dari Milist Dago_Permai~

stagnan

Dalam setiap amanah da'wah, apapun bentuknya, pasti ada masa - masa stagnan. Masa - masa ketika semua permasalahan mengepung dari segala arah, dan pintu - pintu menuju solusi belum terlihat, serta jalan yang dilalui rasanya tidak berujung.

Mungkin itu gambaran yang cukup mewakili kondisi yang saya rasakan sekarang terhadap salah satu amanah da'wah yang menjadi tanggung jawab saya. Terhitung lebih dari 4 tahun semenjak da'wah di tempat ini dimulai. Tapi sampai hari ini, kita seolah berjalan di tempat yang sama selama bertahun - tahun. Menyusuri jalan yang sama tanpa ada tanda - tanda bahwa jalan ini menuju ke arah kondisi yang lebih baik.

Kadang ada masa - masa ketika cahaya harapan mulai menghangatkan hati - hati kita. Membakar kembali semangat kita. Tapi seringkali cahaya itu hanya berlangsung untuk beberapa saat, dan selepasanya kita kembali berkutat dalam kegelapan yang sama. Bahkan terkadang lebih gelap dari kondisi sebelumnya.

Dan sekarang, tidak hanya saya, tapi juga hampir semua teman - teman seperjuangan yang sama - sama bertanggung jawab untuk amanah da'wah ini, berada pada titik terendah dari grafik optimisme yang kita miliki. Memikirkan tentang permasalahannya saja bahkan membuat ruang dalam hati kita menyempit. Hampir dalam setiap pertemuan - pertemuan kita, semua orang hanya duduk dan saling berpandangan dengan tatapan kosong. Sulit sekali untuk mengatakan "Kita bisa !!"

Tidak jarang suara - suara kecil dalam sudut hati kita mengatakan, "Sudah lah, lepaskan saja. Tidak ada jalan keluar." Suara - suara yang walaupun selama ini berusaha kita redam, tapi rasanya tak pernah bisa dihilangkan. Bahkan terkadang kesibukan kita dengan amanah da'wah yang lain menjadi legitimasi untuk usaha kita ketika kita melarikan diri dari amanah ini.

Bahwa da'wah tidak pernah dinilai dari hasil yang diperoleh, bahwa setiap amalan yang ikhlas akan mendapatkan balasan kebaikan berlipat ganda, bahwa setiap orang yang men-azzamkan diri untuk menempuh jalan yang sama dengan para Nabi akan menghadapi hal yang sama pula, semua itu memang menjadi inspirasi dan peneguh kesabaran serta usaha kita untuk tetap istiqomah.

Tapi, kegelapan yang tak berujung tak ayal lagi membuat langkah - langkah kaki ini terseok.

----------------------------------------------------------------------------

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
Yang memberatkan punggungmu?
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

(Q. S. Alam Nasyrah 1-8)


"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku," (Q.S. Thaha 25-28)

Dan orang-orang yang berjihad untuk ( mencari keridhaan ) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al Ankabut [29] : 69)


Ya Allah, tidak ada satu permasalahan pun di dunia ini yang tidak memiliki jalan keluar, kalau Engkau mau membukakannya. Tidak ada satu beban pun yang terasa berat, kalau Engkau mau meringkankannya. Tunjukanlah kepada kami jalan keluar yang terbaik yang telah Engkau rencanakan.

Udah Siap

X : Dapet souvenir nya ngga ?
Y : Alhamdulillah dapet. Jadinya souvenirnya kipas, bukan kipas cendana asli sih. Tapi lumayan lah mirip - mirip.
X : Emang yang nikah mau nya apa souvenirnya ?
Y : Ngga bilang sih, katanya terserah aja.
X : Berapa harga kipas nya ?
Y : 1150
X : Murah yah.
Y : Ngga juga , masih ada yang lebih murah. Tergantung souvenirnya sih. Dari mulai yang harga nya 200 rupiah satu nya, sampe yang puluhan ribu juga ada.
X : Oh gitu yah ? Kalo souvenir yang bentuknya kalender dengan foto penganten itu berapa yah kira2 ?
Y : Ngga tau juga sih, cuma kayanya bisa nyampe 5000 an. Itu belom termasuk ongkos difotonya.
X : Emang kalo ongkos foto berapa ?
Y : Yah, tergantung. Biasanya bentuknya paket. Ada yang satu paket satu juta sampe yang satu paketnya puluhan juta juga ada.
X : Kalo gedung ?
Y : Gedung... kalo yang dipinggiran dan ngga terlalu besar dapet lah 1 jutaan, tapi ada juga yang ampe 20 juta nyewanya.
X : Upi ni kayanya tau banget soal persiapan nikah yah ? Emang udah berapa kali sih jadi panitia ?
Y : He... :D
X : Udah siap nikah dong ? Iya kan ?
Y : Yah udah siap semua sih, gedung, souvenir, foto, semua kecuali .... calon mempelai pria :D

Friday, April 01, 2005

Bunda, aku ingin mencinta

Bunda, aku ingin mencinta
Mencinta Allah sehingga dilimpahi hidayah-Nya
Mencinta Allah sehingga diberkahi cinta mahluk-Nya
Mencinta Allah sehingga merasakan keagungan cinta-Nya

Bunda, aku ingin mencinta
Mencinta Rasul yang disebut sebagai kekasih-Nya
Mencinta Rasul sehingga mencintai apapun yang pernah dilakukannya
Mencinta Rasul sehingga mencintai apapun yang dicintainya

Bunda, aku ingin mencinta
Mencinta semua orang yang mencintai Allah dan Rasul nya
Mencinta orang yang menapaki jalan-Nya
Walau kaki terseok dan luka di sekujur tubuhnya
Tapi senyum dan pancaran cahaya tak lepas dari raut wajahnya.

Yang Hilang

Mencari sesuatu yang hilang ….

Hilang dari interaksi kita selama ini
Hilang dari do'a - do'a panjang yang kita panjatkan selama ini
Ketidakberadaannya membuat tawa kita kehilangan makna
Ketidakhadirannya membuat jarak membentang diantara hati - hati kita.

Tanpanya kita bahkan tidak mampu memahami bahasa masing - masing
Tidak mampu mendengar yang tidak diungkapkan
Membaca yang tidak dituliskan
Dan melihat yang tidak ditampakkan

Tanpanya kita tidak mampu melihat mendung di wajah saudara kita
Tidak mampu mencermati betapa terseok langkahnya
Tidak mampu merasakan getir dan pahit deritanya
Dan bahkan tidak mampu tertawa bersama bahagianya

Padahal…

Kehadirannya membuat kita selalu merasa dekat
Kehadirannya menghilangkan bentangan jarak dan waktu
Dia bahkan dapat mengikatkan muhajirin dan anshor
bak saudara yang berasal dari rahim yang sama.

Dengannya para salafusholih bersama mengarungi lautan kehidupan
Dengannya orang - orang sholih merasa bagaikan satu badan
Hadirnya ia menjadikan duka dia adalah duka saya
Bahkan nyawa menjadi taruhan untuk keberadaanya

Teringat Abu Bakar yang merelakan gigitan ular
Demi mencegah terbangunnya kekasih Allah yang berada dipangkuan
Teringat Perang Yarmuk yang mencatat keagungan tiga orang sahabat
Yang merelakan seteguk air di saat meregang nyawa

Mencari sesuatu yang hilang ….

Sesuatu yang para pemiliknya telah Allah janjikan
Tempat yang tinggi di surga yang akan menjelang
Dimana mereka duduk diatas dipan - dipan
Dengan muka - muka yang bercahaya

Jangan tanyakan dimana keberadaanya
Karena hanya Allah yang bisa menjawabnya
Hanya Ia yang bisa membuatnya hadir diantara kita
Dan Ia pula yang berkuasa menghilangkannya dari interaksi kita

Allahuma innaka ta'lamu anna hadzihil qulub… wafatsiqillahuma rabithataha

People say, forgiven not forgotten
Ketika luka itu masih menganga, duka itu masih membekas
Dan air mata belum lagi mengering
Biarkan waktu yang akan menyembuhkannya