Daisypath Anniversary tickers

Wednesday, November 01, 2006

Risalah Hati

“Adeuu .. meni mesra euy … meni pake sayang – sayangan segala. Terus kemana – mana teh gandengan tangan.“

Tidak ada komentar yang terlontar dari mulut saya. Hanya sekedar lirikan dan senyuman. Mungkin itu yang orang lihat sekarang, seandainya mereka tahu apa yang sudah saya lalui beberapa bulan kebelakang sebelum Allah mempertemukan saya dengan belahan hati.

Bagi kami, saya dan suami saya, cinta bukanlah perasaan picisan yang mudah sekali diumbar kepada setiap orang, itulah yang kami pahami. Cinta yang kami rasakan saat ini diawali dengan perjalanan panjang. Perjalanan panjang menjaga kehormatan dalam keimanan, memelihara kesabaran, dan mengasah keikhlasan. Sampai akhirnya Allah pertemukan kami, dalam ridha-Nya, semoga.

Bohong kalau saya bilang bahwa sebelumnya tidak pernah terbersit keinginan untuk mengambil jalan pintas. Apalagi ketika kesempatan ada di depan mata, yang perlu saya lakukan hanyalah memanfaatkannya. Mengikuti hawa nafsu, membebaskan hati, membiarkannya menari – nari tanpa terkendali. Tapi bukan itu yang saya mau, yang saya mau adalah cinta yang suci, yang saya dapatkan tanpa harus mempertaruhkan keimanan. Segala puji bagi Allah yang memelihara kami, sampai akhirnya Allah mempertemukan saya dan suami saya.

Mesra, mungkin itu yang orang lihat sekarang. Dan semoga, itu pula yang orang lihat dari kami selama berpuluh – puluh tahun mendatang. Saling mencintai hanya karena Allah semata. Karena dengan niat itu lah kami mengawali perjalanan cinta ini.

Bohong kalau saya bilang tidak pernah ada ujian atas cinta ini. Hanya yang berhenti bernafas sajalah yang berhenti diuji. Setahun sudah perjalanan cinta kami, dan rasanya semua sudah kami lalui. Canda, senyum, tawa, sedih, tangis, bahkan amarah. Tapi semua itu kami lalui dengan terus mengingat bahwa kami benar – benar saling mencintai. Saya mencintai suami saya walaupun semua kekurangan nya ada di hadapan mata saya, walaupun semua kesedihan dan kekesalan yang dia hadirkan di hati ini dengan tanpa sengaja. Dan saya yakin, begitu juga dengan dia.

Kami sudah dipertemukan oleh Allah, dan Allah lah yang sudah menganugrahi cinta ini. Dengan mengingat Allah lah kami memelihara cinta ini. Bagi kami, saya dan suami saya, cinta bukanlah perasaan picisan yang mudah sekali diumbar kepada setiap orang, itulah yang kami pahami. Kami mengawali perjalanan cinta ini dengan penuh kesadaran, bahwa ketika cinta hadir, maka beban dan tanggung jawab pun turut hadir bersamanya. Tidak seperti cinta – cinta dalam novel murahan yang selalu indah dan berakhir bahagia. Ada tanggung jawab yang hadir bersama cinta, tanggung jawab dihadapan Sang pemberi cinta, Allah SWT.

Surat Cinta Bagi Para Pejuang

Ketika perjalanan da’wah kita mengalami rintangan maka berbahagialah, karena itu menandakan bahwa insya Allah kita memang berada di jalannya para Rasul dan salafush shalih. Ujian, rintangan, dan kendala memang sunnatullah da’wah. Kesulitan memang tidak akan bisa dihindarkan dari jalan da’wah dan para da’i nya.

Bagaimana cara kita mengatasi kesulitan, itulah yang cermin dari keimanan dan pemahaman kita. Jika kita memiliki pemahaman yang kuat, syumul dan tidak tergoyahkan, maka sejak awal seharusnya kita memahami bahwa ketika kaki kita menapak di jalan da’wah maka ketika itulah kesulitan menjelang dihadapan kita. Pemahaman seperti itu akan membuat kita bersiap siaga. Dan tidak kemudian patah arang dengan kesulitan yang menghadang.

“Saya sudah tidak berselera lagi”
Kalimat itu rasanya naif sekali untuk dijadikan sebuah alasan pengunduran diri dari sebuah amanah da’wah. Memangnya sejak kapan da’wah menyesuaikan diri dengan selera kita ? Memangnya sejak kapan da’wah memiliki kaitan dengan selera kita ?

Ikhwah fillah, sesulit apapun rintangan yang kita hadapi, baik dalam perjalanan da’wah kita di sini, maupun dalam perjalanan da’wah secara keseluruhan, saya yakin kesulitan itu belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh para Rasul terdahulu, bahkan belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh generasi sahabat setelah itu. Kalaulah kesulitan ini sudah membuat kita “kehilangan selera”, maka layakkah kita menyebut diri kita sendiri da’i?

Perjalanan da’wah tidak akan pernah berhenti, karena Allah yang menjamin keberlangsungannya. Sekarang pilihan ada pada kita, apakah kita akan ikut berjalan bersamanya walau dengan langkah tertatih sekalipun, atau kita memilih untuk menjadi orang biasa saja yang menonton pertandingan dari luar pagar.

Semoga rahmat dan hidayah Allah menaungi kita semua agar langkah kaki kita tidak akan berhenti sampai di sini. Langkah kaki kita tidak akan berhenti baik sekarang maupun nanti, sampai akhirnya nyawa terpisah dari raga ini.
Teruntuk mujahidah - mujahidah seperjuangan, mari terus melangkah ...