Akhirnya saya mengambil keputusan itu. Setelah melalui proses yang cukup panjang yang diwarnai oleh kondisi emosi yang naik turun, diwarnai oleh seribu satu macam kebimbangan, akhirnya keputusan itu diambil juga. Walaupun masih aga sedikit ragu - ragu, tapi seperti yang dituliskan oleh seorang pengarang, manusia itu memang selalu dihantui keraguan dalam setiap keputusan yang diambilnya. Itu adalah manusiawi. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperbesar porsi keberanian, ketawakalan dan keimanan kita terhadap Allah, Yang Maha Memutuskan, sehingga kita tidak akan terus diombang ambing oleh keraguan itu.
Yap, SUDAH DIPUTUSKAN. Saya tidak akan melanjutkan sekolah ke jenjang S2. Setidaknya tidak dalam waktu dekat. Walaupun belum banyak yang tau tentang keputusan ini, karena ternyata saya belum cukup berani untuk menceritakannya kepada orang - orang terdekat. Mungkin karena belum siap untuk mempertahankan argumen saya, dan belum siap untuk menghadapi kontroversi yang mungkin terjadi.
Saya ingat sekali, ketika saya sedang menyusun tugas akhir sebagai prasyarat kelulusan sarjana, saya selalu iri melihat teman - teman yang lulus kemudian mendapatkan beasiswa dan meneruskan sekolahnya ke luar negri. Dulu saya berpikir, senang sekali yah bisa jalan - jalan ke luar negri dan tinggal di sana selama beberapa tahun.
Setelah saya lulus, keinginan itu masih ada, bahkan berkembang menjadi lebih besar. Bedanya, sekarang dilengkapi dengan orientasi yang lebih "lurus". Saya ingin lebih cerdas, lebih maju, dan lebih luas wawasannya, menjadi orang yang "luar biasa". Ketika itu saya berpikir, saya ingin sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi, menggali bidang keilmuan saya lebih dalam lagi dan setelah lulus, berbuat sesesuatu yang lebih bermanfaat terutama untuk Islam. Mencerdaskan umat Islam, memajukan da'wah dan meninggikan panji - panji Allah. Mengambil peran di wilayah yang selama ini kekurangan pemain.
Impian itu sempat redup ketika diterjang oleh sejuta ketidak percayaan diri. Merasa tidak capable, IPK kecil, kurang banyak "koneksi", tidak didukung oleh dosen pembimbing, khawatir tidak akan mampu survive di dunia yang baru, dan jutaan sudut pandang pesismistis lainnya. Tapi, rezeki itu kan di tangan Allah. Apa yang sudah Allah tentukan tidak akan pernah luput dari kita. Dan apa yang tidak Allah tentukan untuk kita memang tidak akan pernah menghampiri kita. So, it's worth to try. Kalupun saya tidak berhasil, setidak nya saya sudah pernah mencoba. Dan kalau saya mundur, saya tidak akan pernah tau apakah saya bisa atau tidak dan saya akan keluar sebagai orang yang kalah.
Sehingga, dimulailah proses menuju ke sana. Mulai dari browsing - browsing sampai mata nya merah dan pedih. Kemudian belajar TOEFL dan ikut test nya. Tanya sana - sini. Mempersiapakan persyaratannya. Down load info - info dan form yang harus diisi. Mulai pasang ancang - ancang untuk minta rekomendasi dari dosen. Pokonya semua nya sudah siap. Tinggal jreng !!
Sampai suatu hari saya ditanya, "Emang kalau udah sekolah mau ngapain ? Banyak loh, yang nerusin sekolah cuma karena menghindari status pengangguran ato cuma gaya aja bisa S2. Padahal mereka tidak punya visi ttg apa yang akan dilakukan dengan keilmuan yang sudah dimiliki nanti. Ujung - ujung nya yah cari kerja juga dan menempati posisi yang tidak lebih baik dari lulusan S1. Atau ada juga yang memulai bisnis dari nol dan ketinggalan start dari lulusan S1 yang sudah memulainya beberapa tahun yang lalu. Yah pokonya ngga banyak manfaatnya lah."
Friday, February 25, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment