Daisypath Anniversary tickers

Thursday, June 16, 2005

trying to figure out ......

Kalau orang - orang yang kita sayangi boleh berhenti menjadi diri mereka yang dulu, bolehkah kita berhenti menyayangi mereka yang sekarang ?

.......................................................................................................

komentar pertama :
Bisakah secepat itu menghentikan rasa sayang kita terhadap seseorang...? menurut saya, jawabannya 'tergantung'. iya engga sih teh? tergantung perubahan seperti apa.. kalo perubahan yang memang mengharuskan kita (krn syari'at) membenci, ya tidak ada pilihan lain bukan?

komentar kedua :
Sayangilah teman kita dengan sejatinya, jangan hanya karena apa yang nampak darinya. selama kita dan dirinya masih berada di jalanNya maka cintaNya akan tetap menaungi.
Bersabarlah! Karena perubahan itu pasti.Begitupun saudara kita, tak selamanya dia sama.
Jadilah seperti air yang kan meliuk dengan indah bahkan diantara batuan yang kasar dan keras.

komentar ketiga :
sayang itu gak terbatas bagaimana dirinya, sama halnya sebuah pertanyaan, apakah kau mau berhenti disayangi orang?

komentar upi :
Perubahan adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa dihindari. Sifat, prilaku, pola pikir dan kecenderungan kita berubah. Dan itu pula yang terjadi kepada orang – orang di sekelilingi kita yang kita sayangi. Kadang perubahan itu memang terjadi tanpa kita sadari, sampai tiba - tiba kita merasa asing dengan mereka. Sampai tiba – tiba tercipta jurang pemisah yang begitu besar antara kita dan mereka.

Solusi termudah adalah berhenti menyayangi. Meninggalkan orang – orang yang pernah kita sayangi dan pergi mencari dunia baru dengan orang – orang yang baru yang membuat kita lebih nyaman berada di tengah – tengah nya.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah semudah itu kita berhenti menyayangi seseorang? Lalu bagaimana jika kita berada dalam posisi yang “ditinggalkan” ? Jika teman – teman kita yang kemudian pergi karena mereka merasa kita telah berubah sedemikian rupa sehingga mereka merasa asing dan tidak nyaman berada di sekeliling kita, bagaimana perasaan kita ?

Ternyata tidak semudah itu kita berhenti menyayangi seseorang. Apalagi jika rasa sayang dan cinta itu sejak awal dibangun diatas kecintaan kita kepada Allah. Dan jika kita mengingat orang - orang yang selalu berada di samping kita, yang menyayangi kita, memahami kekurangan kita, baik dulu maupun sekarang, ternyata mereka pun tidak pernah berhenti menyayangi kita walaupun kita terus berubah.

Thursday, June 09, 2005

Missing

Memiliki teman sungguh menyenangkan, dan masing-masing dari mereka pastinya meninggalkan bekas tersendiri dalam benak kita. Terhadap seorang teman dekat, kita mungkin berpikir bahwa senang sekali bila kebersamaan dengannya dapat terjaga sampai kapanpun. Namun kehidupan menjalankan skenario yang seringkali tak terduga. Kita tak akan pernah menyangka, kapan kebersamaan itu akan ternoda bahkan rusak oleh sesuatu yang menggangu dari luar, ataupun yang timbul dari dalam diri masing-masing. Atau perpisahan harus terjadi oleh sebab lainnya.

~ taken from www.eramuslim.com ~


All of the sudden, I miss my friends. All of my close friends I went to high school with. And all of my close friends whom I went to college with. It seem that they're so far away. Some are moving to another city which is why I hardly ever meet them again. Others are just living in a whole different world even if I can still see them with my own eyes.

Baju Yang Sama

“ Rabu kemaren upi pake baju yang ini juga kan ? “
Saya terdiam dan untuk beberapa saat memperhatikan jilbab, baju serta kerudung yang saya kenakan.
“ Iya yah ? “
Ternyata tanpa saya sadari hampir setiap rabu saya memakai baju yang sama. Dan memang selalu seperti itu. Semua baju yang saya kenakan minggu ini, hampir pasti akan menempel kembali di badan saya minggu depan. Bukan karena saya senang memakainya, tapi memang karena tidak ada pilihan lain.

Penampilan bagi seorang muslim memang menjadi salah satu indikasi keimanannya. Karena Rasulullah sendiri mengatakan bahwa kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Oleh karena itu kebersihan diri kita yang terlihat dari penampilan kita juga merupakan bagian dari iman. Rasulullah pun menempatkan keindahan sebagai salah satu hal yang disukainya, sehingga keindahan penampilan kita juga memang bukan sesuatu yang sepele. Apalagi bagi seseorang yang mengazzamkan diri utk menjadi seorang da’i. Penampilan adalah salah satu alat untuk mencapai keberhasilan misinya. Don’t judge a book by it’s cover, begitu kata orang. Tapi kita juga tidak bisa menafikan bahwa cover yang menarik akan menstimulus kita untuk melihat isinya.

Saya memahami itu dan insya Allah berusaha mengamalkannya. Saya termasuk penentang para aktivis muslim yang suka meng-adudomba-kan warna. Misalnya dengan memaksakan jilbab merah ketemu dengan baju kuning. Atau rok berwarna ungu menyala berdampingan dengan atasan hijau. Dan saya juga termasuk pemberantas tindakan “crime against fashion” (meminjam istilahnya Oprah Winfrey) yang dilakukan oleh kalangan teman – teman terdekat.

Tapi saya rasa prinsip menjaga penampilan tidak ada hubungannya dengan mengkoleksi busana. Tidak ada hubungannya dengan memiliki 1 jilbab untuk setiap warna yang ada. Dan tidak ada hubungannya dengan membeli setiap model baju keluaran terbaru. Saya pernah terbingung – bingung ketika memperhatikan penampilan seorang teman. Satu hari saya melihat beliau dengan rok berwarna hijau, yang saya tahu umurnya pasti tidak lebih dari beberapa bulan. Kemudian beberapa minggu kemudian saya melihat beliau dengan rok biru muda, yang saya tau dulu beliau tidak punya rok berwarna itu. Kemudian beberapa waktu berselang saya bertemu lagi dengan beliau ketika beliau mengenakan atasan berwarna pink yang itu juga termasuk kategori baju baru karena umurnya baru beberapa minggu. Dan beberapa hari setelah itu saya bertemu lagi dengan beliau yang mengenakan kemeja putih bergaris – garis. Itu juga baru. Tiba – tiba terlintas dalam benak saya, emang beliau itu badannya ada berapa yah ? Ko’ hobi sekali beli baju. Bahkan kalau dihitung – hitung, beliau membeli baju hampir satu bulan sekali. (Wah… kalo infak nya berapa bulan sekali yah :D )

Fenomena ini memang mudah sekali ditemukan dikalangan akhwat / wanita pada umumnya. Bila godaaan terberat bagi seorang pria adalah wanita, maka godaan terberat bagi seorang wanita adalah harta. Pernah juga saya dikejutkan oleh komentar seorang akhwat, “kayanya seru yah kalo punya koleksi kain batik.” (Haahhhh ??) Betapa mahalnya harga yang harus dibayar untuk memenuhi kebutuhan syahwat ini terhadap sesuatu yang indah.

Sulit memang mencontoh kesederhanaan seorang Umar bin Khattab. Yang dengan jubah sederhananya beliau mampu “mengguncang dunia”. Bahkan ketika suatu hari beliau mengenakan jubah yang terlihat lebih bagus dari jubah yang biasa beliau kenakan, salah seorang rakyatnya memberanikan diri untuk menegur beliau karena melihat itu adalah fenomena yang tidak biasa. Dan jawaban Umar terhadap teguran itu pun tidak kalah luar biasa, “Ini adalah jubah pemberian anak ku Abdullah”, begitu jawabnya.

Dan juga memang tidak mudah mencontoh sifat qona’ah seorang Abu Bakar. Jangankan memikirkan trend fashion masa kini, beliau bahkan tidak segan – segan menyerahkan nasib keluarganya pada Allah ketika beliau menginfakan seluruh hartanya.

Tapi seharusnya itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. Karena memang harus diakui, kesenangan kita dalam berlebihan terhadap harta tidak akan pernah ada batasnya. Kecuali kita sendiri yang tentukan batas itu dan menjalaninya dengan istiqomah. Genggamlah harta itu ditangan kita, tapi jangan biarkan ia merajai hati kita. Harta di dunia hanyalah sebuah alat untuk mencapai keridhaan Allah. Dan harta itu juga hanya sebagai perantara kita untuk menggengam harta yang sesungguhnya di sisi Allah.

“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” [Q.S Ali Imran:14]

“ Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” [Q. S. Al Baqarah : 265]

Walahua’lam bish shawab

Wednesday, June 01, 2005

Bila Diam, Salju Tak Kan Menyingkir

Alam bawah sadar saya melayang selama beberapa menit setelah saya membaca profil Nelson Tansu, professor termuda di Amerika yang berkebangsaan Indonesia. Pada usia yang sangat muda, 26 tahun, beliau sudah menjadi assistant professor dan juga fisikawan spesialis semikonduktor ternama di negri paman sam itu.

Membaca profil beliau mengingatkan saya tentang mimpi saya. Bukan, bukan impian utk menjadi seorang assistant atau asociate professor, bukan juga mimpi utk menjadi seorang fisikawan ternama. Tapi mimpi utk menjadi seorang yang unggul dalam satu bidang keilmuan. Mimpi utk mengembangkan potensi sedemikian rupa sehingga saya bisa memberi banyak kontribusi utk dunia. Mimpi utk menjadi "seseorang" yang berarti dan tidak sekedar menjadi orang biasa. Mimpi yang mungkin sampai detik ini belum secara optimal diusahakan perwujudannya.

Bila diam salju tak kan menyingkir, tapi bila kapal itu maju, sang salju pun membiarkannya berlalu.

Rasanya saya sedang berada di atas sebuah kapal yang dikelilingi oleh genangan salju. Ada sebuah ketakutan besar untuk melaju. Ketakutan bahwa salju - salju itu akan menghambat laju kapal ini. Bahkan genangan salju itu membuat saya hampir saja kehilangan arah dan membiarkan kapal terombang - ambing di lautan tanpa ada usaha utk mengendalikannya. Padahal kalau saja saya sedikit berusaha, mengambil alih kendali kapal, mengatur strategi dan bergerak maju, maka salju itu pun akan membiarkan kapal ini berlalu.

Saya memiliki banyak mimpi, saya punya banyak keinginan, tapi rasanya sampai saat ini belum ada usaha yang cukup optimal yang saya lakukan untuk mewujudkannya. Saya bahkan tidak yakin langkah besar apa yang harus saya lakukan selanjutnya. Walaupun saya tahu bahwa pintu - pintu kemudahan tidak begitu saja Allah bukakan tanpa ikhtiar yang kita usahakan. Salju - salju penghambat yang ada di sekeliling saya tidak akan begitu saja menghilang jika saya tidak berusaha melangkah maju dan menyingkirkannya. Tapi tetap saja, saya masih terdiam ........


Bila diam salju tak kan menyingkir, tapi bila kapal itu maju, sang salju pun membiarkannya berlalu.