Daisypath Anniversary tickers

Monday, March 13, 2006

should I just stop ?

Although there're so many wisdom of words telling me that I should be patient and persistent. That I should always keep hoping that all my wishes will come true. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Although there’re so many people around me, who love me, care for me, always supporting me, trying to convince me that I have to go on. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Although I truly belive that God has created the best path of life for every one. That God will never do anything harmful. That every single thing that happen to us in our life is designed in such a way so that a harmony in life will be created. That’s why I should never give up. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Thursday, March 09, 2006

Nilai Pekerjaan

This writing is inspired by : “Menjadi Murrabiyah Sukses” oleh Cahayadi Takariawan dan Ida Nur Laila


Ada empat orang tukang bangunan yang terlibat dalam proses pembangunan sebuah mesjid. Ketika orang pertama ditanya apa yang sedang dia lakukan, dia menjawab “ saya sedang memecah batu”. Ketika orang kedua ditanya dengan pertanyaan yang sama, dia menjawab “saya sedang membangun mesjid”. Dan jawaban dari orang ketiga untuk pertanyaan yang sama adalah “ saya sedang mencari nafkah untuk anak dan istri saya”. Berbeda dengan orang pertama, kedua, dan ketiga, ketika pertanyaan ini diajukan kepada orang keempat, dia menjawab “ saya sedang membangun peradaban”.

Cerita itu merefleksikan bahwa nilai dari apa yang kita kerjakan sebenarnya sangat bergantung kepada cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu. Sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, jika kita memahami bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari sebuah perencanaan besar, atau bahwa pekerjaan itu adalah proses menuju terwujudnya sesuatu yang besar, maka tidak akan ada lagi perasaan kecil dalam hati kita ketika mengerjakan pekerjaan itu.

Seorang tukang sampah yang berjalan dari rumah ke rumah untuk mengangkut sampah misalnya, ketika dia memandang bahwa apa yang dia kerjakan adalah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih misalnya, untuk menciptakan keindahan yang sangat disukai Allah misalnya, atau untuk meringankan beban sekian banyak orang sehingga mereka bisa mengerjakan yang lain tanpa harus memikirkan masalah sampah yang menggunung di rumahnya, maka dia akan selalu mudah untuk memotivasi dirinya sendiri ketika dia merasa lelah dalam mengerjakan pekerjaannya. Dia tidak akan pernah memandang remeh pekerjaannya.

Atau contoh lain adalah seorang murrabi (pendidik) yang duduk dihadapan dua orang objek da’wah nya, berusaha menjelaskan tentang nilai – nilai islam, berusaha memberikan pencerahan intelektual sekaligus spiritual untuk keduanya, tentu tidak akan mudah merasa kecil hati dengan jumlah orang yang ada dihadapannya ketika dia berpikir bahwa dari dua orang ini, masing – masing mereka akan menyampaikan kepada 10 orang lainnya, kemudian yang 20 orang itu masing – masing akan menyampaikan kepada 10 orang lainnya sehingga terkumpul 222 orang yang memahami islam. Dengan frame berpikir yang seperti ini tentu dia tidak akan menggap kecil apa yang sedang dikerjakannya.

Jadi, nilai dari apa yang kita kerjakan sangat tergantung kepada bagaimana cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu sendiri. Walaupun harus diakui bahwa terkadang kepenatan kita membuat kita kurang bisa bersikap “think global act local”. Terkadang tetap saja ada perasaan – perasaan kecil hati ketika melihat bahwa apa yang kita kerjakan tidak secara instant dapat langsung dilihat dampak atau keberhasilannya. Dan terkadang tetap saja ada perasaan – perasaan kesepian ketika melihat sedikitnya jumlah orang yang sedang berjalan menuju ke arah yang sama.


~upi, yang sedang berusaha mengumpulkan serpihan – serpihan semangat untuk memotivasi diri agar tetap bergerak~

istimewa

Sesuatu yang istimewa yang hadir dalam kehidupan kita, akan terasa begitu menyenangkan. Tapi ketika sesuatu itu kita temui setiap hari, maka lama kelamaan akan berkurang keistimewaannya. Karena kita telah terbiasa dengan kehadirannya, maka sesuatu itu pun akhirnya menjadi biasa dan tidak lagi istimewa. Tapi jika suatu hari kita tidak merasakan kehadirannya, ketika itu barulah kita akan kembali teringatkan akan keistimewaanya.

Mungkin itu yang terjadi dengan teman – teman kita. Di awal kita sangat merasakan keistimewaan mereka. Mereka yang selalu mendengarkan semua keluh – kesah kita. Mereka yang kehadirannya selalu membawa keceriaan untuk kita. Mereka yang selalu ada sebagai tempat bersandar untuk kita. Dan semua keistimewaan – keistimewaan yang kita rasakan yang membuat kita merasa sangat beruntung memiliki teman seperti mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, kita menjadi terbiasa dengan kehadiran mereka. Kita sudah biasa memiliki tempat bercerita. Sudah biasa dengan semua keistimewaan yang ada sehingga yang istimewa tadi memang rasanya menjadi biasa. Cinta yang hadir karena Allah untuk teman kita berubah menjadi interaksi biasa yang terkadang kehilangan makna.

Ketika mereka tidak lagi hadir diantara kita, barulah kita teringatkan akan keistimewaaanya. Ketika masing – masing sudah disibukkan dengan aktivitasnya sehingga berkuranglah intensitas interaksi, barulah ketika itu mulai ada perasaan kehilangan yang menyusup di hati. Ketika sudah berkurang waktu untuk saling mendengar, menguatkan, dan ketika pundak masing - masing sudah dipenuhi dengan beban kehidupan sendiri sehingga tidak ada lagi tempat untuk saling bersandar, barulah ketika itu kita mulai benar – benar merasa kehilangan.

Mungkin itulah alasannya kenapa Rasulullah sangat menganjurkan adanya kejutan – kejutan kecil dalam hubungan itu agar sesuatu yang istimewa tetap terpelihara keistimewaaanya. Kejutan – kejutan kecil seperti saling memberi hadiah, kejutan hati seperti saling mendo’akan, kejutan silaturahmi seperti saling mengunjungi, dan kejutan lain yang akan memelihara keistimewaan cinta diantara dua orang sahabat yang saling mencinta karena Allah.

Allahuma innaka ta’lamu annahadzihilqulub... fawatsiqillahuma rabithataha...
la, cepet sembuh yaa ...

Sunday, March 05, 2006

Sepenggal Kisah

Laki - laki itu hanya duduk termenung di atas sajadah seusai sholat berjama'ah dengan istrinya. Sebuah kesedihan yang mendalam terbaca dengan jelas melalui raut mukanya. Dan dia hanya menggelengkan kepala ketika sang istri menanyakan keadaannya. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar ketika mereka beranjak, merapihkan sajadah dan mukena kemudian berpindah dan duduk di atas tempat tidur.

Tapi tidak berapa lama kemudian keheningan malam itu terpecahkan ketika sang istri tiba - tiba tidak mampu menahan air matanya. Dia menangis. Dia menangis tanpa tahu apa sebabnya. Yang dia tahu adalah dia tidak mampu menahan air mata ketika dalam diam tadi dia berdo'a, berharap agar Allah memberikan hiburan untuk kesedihan yang sedang dialami suaminya, agar Allah memberikan kelapangan untuk kesempitan yang sedang dirasakan suaminya, dan lantunan do'a dalam hati itu lah yang mendesak air mata nya untuk keluar.

Ini kah yang dinamakan ikatan hati ? Ketika kita merasa sedih melihat orang yang disayangi berada dalam kesedihan. Ini kah yang dinamakan ikatan hati ? Ketika kita meneteskan air mata untuk sesuatu yang kita sendiri tidak tahu apa. Hanya ada kesedihan yang mengisi ruang hati yang tidak bisa dijelaskan apa sebabnya. Wallahua'alam bish shawab.

Dan semakin banyak air mata yang keluar dari mata perempuan itu ketika suaminya menjelaskan bahwa kesedihannya yang terdalam adalah karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk istrinya ...

Dewasa dan Manja

Orang bilang, menikah itu membuat kita menjadi dewasa. Ada banyak hal yang harus dihadapin, dan ada banyak masalah yang harus diselesaikan yang bobot nya relatif lebih berat, sehingga itu semua akan menempa kita untuk berpikir lebih dewasa. Iyak betulll ... saya setuju sekali.

Tapi di sisi lain, saya juga merasa, menikah membuat saya menjadi lebih manja. Entah ini memang fenomena yang biasa, atau justru sebuah kasus tidak umum yang terjadi pada saya. Karena setelah menikah, saya merasa menjadi lebih mudah menangis. Padahal sebelumnya saya terbilang jarang meneteskan air mata. Saya terbiasa menyelesaikan setiap permasalahan sendiri sehingga saya selalu memotivasi diri untuk tidak cengeng atau manja. Tapi sekarang berbeda kondisinya. Mungkin karena sekarang selalu ada tempat bersandar. Karena saya selalu dilindungi, saya menjadi rapuh. Karena kasih sayang yang berlimpah, saya menjadi manja .. Wallahua'lam. Yang jelas, akhir - akhir ini banyak air mata yang sulit dipahami.