Daisypath Anniversary tickers

Monday, December 17, 2007

liberal amount of patience

Such a good article. Good for me at least. I just want to share it with you.

--------

In today’s society, most areas of sexuality and human reproduction are openly discussed. And yet, in spite of the fact that one in six couples encounters difficulties in having a baby, the subject of infertility remains largely taboo. So why is this so?

The inability to conceive a child touches our deepest self. Women who are unable to conceive may feel inferior, guilty and have problems with their self-image. Men often feel that their virility and manhood is placed in doubt.

It is clear that, under such circumstances, most infertile couples prefer to keep silent. Nevertheless, communicating openly with friends and family can create a stronger sense of support in dealing with the psychological and emotional components of infertility.

Many couples who have experienced infertility treatment describe it as an “emotional roller coaster.” With each monthly cycle and course of treatment, hopes rise of finally getting pregnant. The two-week wait after the fertilized egg has been transferred to the womb can be extremely difficult. And if the results are negative, the emotional effects can be very difficult to handle.

Talking openly about your feelings is vital to coping with the emotions associated with infertility treatment, especially with your partner. If ever love and mutual understanding are called upon, it is in moments such as these.

It can also be helpful to talk to other couples who have gone through similar experiences and understand what you are feeling. You should ask your infertility specialist for the address of a patient group near you.

Finally, you can soften the emotional impact of infertility treatment by not expecting instant success. Most couples who undergo treatment do eventually have the baby they want so badly. But remember, the chances of becoming pregnant during any single course of treatment are usually 25-30%.

So, one of the essentials you should pack for your journey is a liberal amount of patience.

my marriage



Attending other people's wedding day always remind me of my own experience ..

We’ve been married for 2 years, 1 month and 1 day, but I’m still astonished when I think about how we first meet. We were married only 35 days after we met. We don’t even know each other before. I’ve never heard his name or see his face before, and so was he. Even on our wedding day, I could hardly remember what he look like. Lucky me, he was wearing a wedding suit.

I can still remember the anxiety, hesitancy, relief, excitement, and all the strange feelings that I felt for the first time. I can also still remember how it felt like when he touched my hand for the first time.

Alhamdulillah, even though we met and married in such a short noticed, I can’t even describe how much I love him and how much I feel loved.

There’s a magic in his eyes, cause it makes me miss him all the time.
There’s a magic in his smile, cause it makes me happy
There’s a magic in his touch, cause it makes me feel warm
There’s a magic in his whisper, cause it makes me calm

Thers’s no word that could describe my fellings for him.

God works in such a mysterious way. For those of you who are still waiting, hoping and praying for the day to come, just keep the faith. There’s beautiful gift for you waiting at the end of this road.

Thursday, December 13, 2007

suamiku dan ayahku

Ada satu sisi dari calon suami/istri yang harus diketahui sebelum kita menikah. Saya sendiri baru menyadari hal ini justru setelah saya menikah. Sisi tersebut adalah bagaimana kedekatan seorang anak laki – laki dengan ibunya (untuk calon suami) atau bagaimana kedekatan seorang anak perempuan dengan bapaknya (untuk calon istri).

Jika seorang anak perempuan sangat dekat dengan ibunya, itu bukan satu hal yang aneh. Atau jika seorang anak laki – laki sangat dekat dengan bapaknya, itu juga bukan satu hal yang aneh. Tapi jika anak laki – laki sangat dekat dengan ibunya, atau anak perempuan sangat dekat dengan ayahnya, walaupun bukan berarti ini suatu hal yang buruk, tapi hal ini dapat mempengaruhi kehidupan perkawinan anak – anak tersebut nantinya.

Anak laki – laki yang sangat dekat dengan ibunya, melihat ibunya sebagai sosok wanita yang boleh dibilang sempurna. Baik secara eksplisit maupun implisit, baik secara verbal maupun non verbal, dia mengagumi ibunya. Mengagumi kelembutannya, ketrampilannya mengurus rumah tangga, kesabarannya menghadapi anak – anak, pengorbanannya. Pendek kata, ibu nya adalah gambaran wanita yang ideal untuknya. Gambaran ini lah yang, baik secara sadar maupun tidak, dia jadikan barometer atau alat ukur dalam menilai baik/buruk, kelebihan/kekurangan dari istrinya kelak.

"Ibu kalau masak sayur lodeh, kuah nya ga terlalu kental"
"Mamah kalau pagi – pagi, udah sibuk beres – beres, masak trus cuci piring "

Seperti yang saya bilang tadi, baik secara sadar maupun tidak, anak laki – laki yang sangat dekat dengan ibunya, akan menjadikan ibunya sebagai panduan, atau referensi untuk menilai baik/buruknya seorang wanita, trampil atau tidak nya dia mengurus rumah tangga, atau hal – hal lain yang berkaitan dengan wanita. Oleh karena itu, secara sadar maupun tidak, dia juga membandingkan istrinya dengan ibunya.

Hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada anak perempuan yang sangat dekat dengan ayahnya. Dia menjadikan ayahnya acuan dalam menilai kearifan, kebijaksanaan atau bahkan kemampuan menafkahi yang harus dimiliki seorang suami.

Saya selalu teringat nasihat bijak yang disampaikan oleh seorang akhwat,

Sampaikanlah pada suami mu, “wahai suamiku, maafkan aku jika belum bisa memasakkan makanan seenak ibumu, sebagaimana aku maafkan engkau jika belum bisa mencukupi kebutuhan rumah seperti yang selama ini ayahku sediakan untukku.”
Mengenal orang tua kita bertujuan agar kita lebih empati satu dengan yang lain, bukan agar kita saling memaksakan kondisi kita sebelumnya. Toh, rumah tangga ini milik kita…bukan milik mereka…

Mengapa orang selalu mengatakan “selamat menempuh hidup baru” bagi orang yang baru menikah, mungkin karena memang kehidupan setelah pernikahan adalah kehidupan yang benar – benar baru. Dengan kebiasaan baru, dengan orang yang baru kita kenal sisi – sisi kepribadiannya, dengan masakan yang rasanya “baru”, dengan jam bangun/jam tidur yang baru, atau hal – hal lainnya yang sangat berbeda dengan kondisi kehidupan kita sebelumnya.

Ibu tidaklah sama dengan istri, sebagaimana ayah tidak sama dengan suami. Bahkan si kembar yang dilahirkan hanya berselang beberapa menit dan memiliki paras wajah yang sama persis pun tidak akan mungkin tumbuh dengan kepribadian dan kecenderungan yang sama. Apa lagi ibu dan istri yang berasal dari keluarga yang berbeda dan latar belakang yang berbeda.

Kata kunci nya mungkin saling berempati. Kebiasaan – kebiasaan atau sifat yang baik dari orang tua kita patut ditiru. Namun hal ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada pasangan, jangan sampai dipaksakan. Pasangan kita pun memiliki kebiasaan dari orang tua nya yang mungkin ingin juga diterapkan dalam rumah tangga nya. Oleh karena itu, empati dan komunikasi menjadi penting. Sehingga tercapai win – win solution yang menjadikan rumah tangga kita sakinah, mawaddah wa rahmah.

dapur vs internet

Percaya ga percaya.. saya sering ngerasa ga pe de kalo ibu - ibu udah ngomongin soal masakan. Karena saya bukan tipikal istri yang "mencintai" dapur. Malah bisa dibilang jarang banget bikinin makanan special buat suami tercinta. Kadang sangking ga pe de nya, berusaha sekuat tenaga "mengalihkan" topik pembicaraan (curang yah.. he..he..).

Sebenernya bukan nya anti memasak sih, cuma saya sering mengalami konflik batin kalau mau masak. Terjadi pertarungan antara kecintaan kepada suami serta keinginan untuk melayani sepenuh hati, dengan kesibukan yang dilengkapi dengan rasa hoream (cuma orang sunda yang bisa ngerti kata yang satu ini :-D).

Yang jelas... it's a working progress.. :-D

Proses menuju kesempurnaan seorang istri itu kan proses yang sangat panjaaang sekali. Dan saya sedang mencoba menapaki jalan menuju ke arah sana.

Kadang - kadang suami saya suka iseng juga sih, nyindir - nyindir soal urusan dapur yang kurang saya mengerti. Biasanya saya bales dengan bilang, walaopun saya ga ngerti soal dapur, tapi kan ngerti soal YM, ga pinter masak tapi kan pinter blogging, suka nyasar kalo masuk dapur, tapi kan ga nyasar kalo browsing. Jadi mungkin kelebihan saya di situ .. he..he.. (maksa yah.. )

Monday, December 10, 2007

mimpi..

Bermimpi besar terkadang sangat mudah sekali. Namun memulai sesuatu yang kita impikan tidak semudah memimpikannya. Membangun mimpi yang besar adalah motivasi bagi diri kita. Namun juga bisa menjadi penghancur diri manakala apa yang kita impikan tidak segera kita laksanakan. Banyak orang gagal setelah mencoba berusaha untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan… dan kegagalan itu jauh lebih baik dibandingkan orang yang hancur pengharapannya karena terus bergelut dengan mimpi besar yang tidak sedikitpun di cobanya untuk diwujudkan.

Taken from my dear husband's site

Sunday, December 09, 2007

miss her ..

honestly.. miss her so much...
although I could see her smiley icon on my computer screen almost every day
although I could say hai and have a little chat sometimes
although I could read her journal which represent her completely
but still... it's not the same..
because she's not here...

privacy

Tulisan ini terinspirasi dari acara Aboslute 20-20 yang diputer di Metro TV bbrp minggu yang lalu. Dalam acara tersebut diceritakan bagaimana saat ini orang mudah sekali untuk membuat halaman web pribadi sebagai tempat untuk menulis, berekspresi, atau membagi cerita tentang dirinya sendiri melalui internet.
Fasilitas seperti blogger, wordpress, multiply, friendster, dan lain - lain membuat orang dengan mudah menciptakan halaman web nya sendiri. Bahkan, ulasan dalam acara tersebut menjelaskan bahwa di Amerika (karena acarannya diproduksi sama Amerika jadi wilayah penelitiannya juga di Amerika kali yah...), hampir setiap orang memiliki situs pribadi yang isinya mulai dari kumpulan tulisan - tulisan, lagu, video rekaman pribadi, foto - foto, dan lain - lain.
Salah satu "dampak", bisa dipandang sebagai dampak posisitif atau negatif, yang timbul dari fenomena ini adalah orang tidak lagi merasa sungkan untuk membagi sesuatu yang sebelumnya dianggap pribadi kepada orang lain melalui situs pribadinya.
Salah satu contoh kasus yang diulas dalam acara tersebut adalah seorang wanita yang dia senang sekali menceritakan hal - hal pribadi (baca: curhat) di halaman situs nya. Tidak hanya itu, dia juga mempublikasikan foto - foto dirinya yang untuk sebagian orang mungkin termasuk kategori "porno". Banyak orang yang berkunjung ke web nya dan memprotes tulisan - tulisan serta foto - foto yang dipublikasikannya. Tapi pengunjung memang tidak punya hak apa - apa selain memberi komentar. Anehnya, wanita ini justru pada akhirnya menikahi pria yang menyukainya karena tulisan - tulisan dan foto yang dia publikasikan melalui situs pribadinya.
With this kind of scientific breaktrough, in the year of 2010, no body will even understad the meaning of privacy anymore...
Begitu katanya...

Tuesday, November 27, 2007

do'a kami ...

Terhitung dua tahun dan 13 hari bersama...

Ya Allah, andaikan Engkau berkenan,
limpahkanlah kepada kami cinta,
yang Kau jadikan pengikat rindu
Rasulullah SAW dan Khadijah Al Qubra...
yang Kau jadikan mata air kasih sayang
Imam Ali dan Fatimah Az Zahra,
yang Kau jadikan penghias keluarga Nabi yang suci...

Ya Allah...Andai semua itu layak bagi kami...
maka cukupkanlah permohonan kami dengan ridho-Mu..
jadikanlah kami sebagai suami istri,
yang saling mencintai di kala dekat,
saling menjaga kehormatan di kala jauh,
saling mengingatkan di kala bahagia,
saling mendo'akan dalam kebaikan dan ketaqwaan,
serta saling menyempurnakan dalam perbedaan...

Ya Allah...sempurnakanlah kebahagiaan kami...
dengan menjadikan pernikahan ini sebagai ibadah kepada-Mu...
dan bukti pengikutan dan cinta kami
kepada sunnah Rasul-Mu...

Monday, July 30, 2007

stay at home, mom ...

Topik yang sangat menarik diperbincangkan di acara Oprah yang ditayangkan di metro TV hari Sabtu 28 Juli 07 yang lalu. Topik nya adalah perbandingan antara ‘stay at home mom’ dengan ‘a working mother’. Walaupun belum ada anak yang manggil saya ‘mom’ dan belum juga berstatus sebagai ‘a working mother’, tapi perbincangan tersebut memberikan banyak sekali pencerahan.

Dalam acara tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Amerika (dan masyarakat Indonesia juga menurut saya) seringkali terjebak ke dalam salah satu dari dua sudut pandang yang ekstrim.

Sudut pandang yang pertama memandang bahwa ‘a stay at home mom’, atau kita biasa menyebutnya ibu rumah tangga, adalah sebuah posisi atau peranan yang membuat wanita terjebak di dalam wilayah domestik rumah tangga dan keluarganya. Wanita dibuat terpaku atau tersita waktu, energi dan perhatiannya untuk anak – anak serta suaminya. Hal ini yang membuat wanita seringkali kehilangan jati dirinya. Dia menghabiskan hari – hari di rumah, melakukan rutinitas pekerjaan rumah sebagai seorang ibu dan seorang istri, sehingga lupa memperhatikan apa yang diinginkannya. Lupa memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri. Hal ini berlangsung sekian lama, sampai suatu saat dimana anak – anak sudah cukup dewasa, mampu menangani dirinya sendiri dan terlepas dari ketergantungan terhadap peranan seorang ibu. Pada saat seperti itu lah biasanya seorang ‘stay at home mom’ mulai menyadari bahwa ada yang hilang dari dirinya sendiri. Dan dia juga mulai menyesali waktu – waktu yang ‘hilang’ untuk dirinya sendiri.

Sudut pandang ekstrim yang kedua memandang bahwa ‘a working mother’ adalah tipe wanita yang mentelantarkan anak – anak nya. Mereka lebih memprioritaskan ambisi serta keinginannya sendiri, mengabaikan tugas sebagai istri dan juga sebagai ibu. Egois, itu kata yang tepat untuk merangkumnya. Anak – anak yang berasal dari keluarga dengan ibu bekerja adalah anak – anak broken home, kurang perhatian, dan biasanya ketika remaja mereka berubah menjadi anak – anak yang liar dan tidak terarah.

Dua – dua nya ekstrim memang. Seorang ibu yang memilih untuk stay at home tidak serta merta berubah menjadi sosok ibu ideal. Kita bisa lihat banyak contoh anak – anak yang kehilangan arah juga berasal dari keluarga dimana ibu mereka adalah ibu rumah tangga yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Dan tidak benar juga jika dikatakan tipe wanita seperti ini adalah wanita yang sepenuhnya mendedikasikan diri untuk keluarga sehingga mereka kehilangan jati diri. Tidak tepat juga untuk menghakimi seorang ibu yang memilih untuk tetap bekerja sebagai ibu yang egois. Karena ada banyak alasan yang melandasi seorang wanita memilih untuk tetap bekerja setelah mereka punya anak. Dan kita juga bisa lihat banyak contoh anak – anak ’sukses’ yang berasal dari keluarga dimana sang ibu memiliki kesibukan di luar rumah.

Menurut seorang psikolog yang menjadi bintang tamu pada acara tersebut, kata kunci untuk menghindari kedua kondisi ekstrim tersebut di atas adalah prioritas dan adaptasi. Seorang wanita harus memiliki konsepsi yang menyeluruh tentang bagaimana menentukan prioritas dalam kehidupannya. Termasuk ketika dia sudah menjadi seorang istri dan juga seorang ibu. Seorang wanita yang memahami bahwa dalam kondisi apapun, prioritas yang utama adalah keluarga, pasti akan memilih yang terbaik untuk keluarganya. Terlepas dari apakah dia bekerja atau tidak.

Jika dia memilih untuk bekerja, maka dengan konsepsi mengenai prioritas tersebut pastilah dia memiliki alasan tertentu yang lebih tinggi daripada sekedar mengejar ambisi pribadi dalam kehidupan kariernya. Ketika kepentingan rumah tangganya dan kepentingan kantornya berbenturan, dia tahu pasti bagaimana harus memilih. Dan dia pun akan melakukan segenap upaya untuk memastikan bahwa anak – anak serta suaminya tidak harus menjadi korban dari aktivitasnya di luar rumah.

Jika dia memilih untuk berada di rumah bersama keluarganya. Maka pilihan itupun dijatuhkan dengan landasan konsepsi yang menyeluruh mengenai prioritas dalam kehidupannya. Pilihan itu diambil dengan pemahaman bahwa itu yang terbaik untuk keluarganya. Dengan konsepsi dan pemahaman tersebut, dia akan menjalani aktivitas dan tugasnya di rumah dengan penuh kecintaan. Tanpa terus menerus menghitung ‘pengorbanannya’ yang suatu saat akan berakumulasi pada penyesalan karena merasa dia telah menjadi ‘korban’ dari hak yang dituntut oleh anak – anak dan suaminya.

Selain kepahaman dalam menentukan prioritas, hal lain yang juga sangat penting dalam menghadapi kondisi tersebut adalah adaptasi. Proses adaptasi yang harus dijalani oleh seorang wanita dalam memasuki kehidupan baru nya. Baik sebagai ibu rumah tangga yang mengurus keluarga di rumah. Maupun sebagai ibu yang bekerja dengan anak – anak yang juga tetap harus diperhatikan di rumah.

Jika dia memilih untuk bekerja, maka ia akan beradaptasi dengan peran baru nya. Bahwa saat ini tidak hanya masalah pekerjaan yang harus dipikirkan, tetapi ada juga masalah anak yang jauh lebih penting. Melalui proses adaptasi, dia akan berusaha melakukan penyesuaian – penyesuaian baru, agar peranan sebagai wanita bekerja dan sebagai ibu dapat dilakoni dengan baik.

Jika dia memilih untuk berada di rumah, dia juga akan melakukan proses adaptasi. Peranannya di rumah bukanlah untuk memasung hak nya sebagai wanita yang ingin beraktualisasi, berekspresi dan juga bersosialisasi. Adaptasilah yang akan menghindarkan dirinya dari sikap dan perasaan terpenjara oleh dinding – dinding rumahnya sendiri. Dia akan beradaptasi untuk berubah menjadi sosok ibu dan istri terbaik bagi anak – anak dan suaminya, sambil pada saat yang bersamaan tetap memenuhi hak – hak nya sebagai seorang wanita.

Menurut saya, walaupun pemikiran di atas datang dari seorang wanita Amerika yang terkenal feminis dan menjunjung tinggi konsep kebebasan (walalupun seringkali kebablasan), tapi prioritas dan adaptasi adalah sebuah konsep yang memberikan pencerahan untuk menjalani peran seorang wanita sebagai individu yang memiliki hak dan keinginan, serta sebagai istri dan ibu yang memiliki kewajiban.

Sejak ribuan tahun yang lalu Islam sudah memberikan rambu – rambu nya. Agar wanita tidak terjebak pada kebebasan yang tanpa batas, dan juga tidak terjebak oleh ruang – ruang dalam rumahnya sendiri. Seorang muslimah, menurut saya, tidak akan pernah dapat sepenuhnya menjadi ’a stay at home mom’ jika hal tersebut didefinisikan dengan diam di rumah dan mengurusi keluarga. Karena sebelum menikah, seorang muslimah memiliki tanggung jawab terhadap ummat yang harus dia tunaikan dengan berada di luar rumah. Dan pernikahan tidak membuatnya terbebas dari kewajiban tersebut. Tetap saja ada saat – saat dimana dia harus keluar rumah untuk menunaikan kewajibannya terhadap ummat. Prioritas dan proses adaptasi lah yang akan membuatnya mampu melaksanakan kewajiban terhadap keluarga, kewajiban terhadap ummat dan juga hak – hak untuk dirinya sendiri, semua pada saat yang bersamaan.

Monday, July 09, 2007

mau nya ...

Allah tahu yang terbaik untuk kita ...
Segala sesuatu pasti datang pada saat yang tepat ...
Setiap orang sudah Allah tentukan rezeki nya masing - masing ...

Astaghfirullah... rasanya sudah jutaan kali kalimat - kalimat di atas saya coba tanamkan dalam kepala saya. Tapi tetap saja, ada masa - masa di mana rasanya semua ini terlalu berat.

Mau nya bersikap ikhlas dan lapang dada
Mau nya ga perlu uring - uringan setiap kali ada yang 'nyusul'
Mau nya ga perlu disibukan dengan false alarm
Mau nya berjalan natural aja dan ga perlu ditunggu - tunggu
Mau nya ...

hmmh.. andai semudah itu mewujudkan keinginan

Wednesday, June 20, 2007

saya orang nya begini

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengenali pasangan hidup kita? 1 tahun? 5 tahun? 10 tahun? Menurut saya, berapa pun waktu yang dihabiskan tidak akan pernah cukup untuk mengenali sepenuhnya pasangan hidup kita. Karena setiap manusia selalu berubah. Rasanya hampir tidak ada orang yang karakternya sama terus dari kecil, muda, dewasa hingga tua. Orang sebelum menikah biasanya berbeda dengan sesudah menikah. Orang yang belum punya anak biasanya berbeda dengan ketika sudah punya anak. Hampir selalu ada karakter – karakter baru yang berubah dari karakter sebelumnya atau yang terbangun dalam kepribadian seseorang pada setiap fase kehidupannya.

Oleh karena itu, menurut saya, tidak pernah ada batasan waktu untuk terus saling mengenali, memahami dan menerima antara kita dengan pasangan hidup kita. Walaupun memang, energi terbesar dalam menjajaki kepribadian seorang suami/seorang istri pasti terkuras di masa awal pernikahan. Masa dimana untuk pertama kali nya menghabiskan waktu sekian jam bersama setiap harinya. Mulai dari bangun tidur, sampai tidur kembali bahkan ketika tidur di malam haripun dihabiskan bersama. Pada masa seperti itu lah mulai terjadi gesekan – gesekan kepribadian. Benturan antara nilai dan kebiasan yang dianut satu sama lain. Norma – norma yang berlaku pada keluarga masing – masing mulai berbenturan.

Pada masa seperti itu sangat kental sekali kata – kata, saya itu orang nya begini, dalam keluarga saya biasanya seperti ini, saya suka nya begini, saya tidak suka kalo begini, dst. Dan hampir dapat dipastikan bahwa karakter yang dimiliki, nilai – nilai yang dipahami, kebiasan – kebiasaan yang dijalani tidak akan 100% sejalan walaupun mungkin ada juga beberapa kesamaan.

Adaptasi, saling terbuka dan berusaha memahami, mungkin itu kata – kata kunci nya. Bahwa keluarga yang ingin dibangun dan dijalani adalah keluarga kita sendiri. Bukan keluarga orang tua kita. Bahwa setiap kita tidak bersikukuh dengan kepribadian kita sendiri, kemauan kita sendiri, dan bersikukuh dengan kebiasaan kita sendiri yang kita jalani dalam keluarga orang tua kita. Karena sejak saat ijab qabul diucapkan maka ada seseorang disamping kita yang juga harus dipertimbangkan perasaannya. Yang juga harus dipenuhi haknya untuk hidup tentram dan nyaman di lingkungan yang baru. Karena itulah harus ada kompromi, harus ada energi yang dikeluarkan untuk beradaptasi dengan landasan keterbukaan dan sikap berusaha untuk saling memahami. Harus disepakati lagi nilai – nilai yang baru yang merupakan win – win solution untuk keluarga yang baru. Harus ada kebiasaan – kebiasaan baru yang diterapkan di keluarga yang dapat diterima bersama. Dan harus ada karakter – karakter baru yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Sepenuhnya berharap agar pasangan hidup kita 100% seperti apa yang kita inginkan memang tidak mungkin. Tapi pasrah dengan keadaan dan bersikap ”mengalah” juga sebenarnya bukan sikap terbaik. Menurut buku yang saya baca, mengalah sebenernya berpotensi menjadi bom waktu. Karena ketika kita sepenuhnya mengalah tanpa berusaha mencari win – win solution maka pada saat itu, terbangun sebuah pemikiran dalam kepala kita bahwa kita sudah berkorban. Dan pengorbanan seperti ini akan terus ditumpuk dan dihitung hingga suatu saat kita kelelahan dan tidak mampu lagi menerima nya. Merasa kehilangan jati diri dan merasa ’terjajah’ secara psikologis. Jika saat seperti ini datang maka besar kemungkinan bahwa kita akan menyerah. Menyerah bisa berwujud berhenti mencintai dan berhenti hidup bersama, atau bisa juga berwujud sesuatu yang lebih parah yaitu berhenti menjalani kehidupan ini. Na’udzubillah ...
Tidak ada jalan lain selain mencari jalan tengah terbaik. Memenuhi hak setiap individu dalam sebuah keluarga untuk merasa nyaman dan diterima satu sama lain. Memenuhi hak setiap individu dalam keluarga untuk berkembang menuju kondisi yang lebih baik yang dapat diterima bersama. Tidak hanya sekedar memenuhi keinginan pasangannya.

Tuesday, June 19, 2007

berapa kali?

Tulisan ini terinspirasi dari salah satu artikel yang saya baca di eramuslim mengenai pengakuan seorang istri yang sudah 8 tahun menikah tapi belum pernah mendengarkan kata - kata sayang dari suaminya. Sang istri mengaku bahwa di awal - awal pernikahannya dia merasa cukup tersiksa, namun lama kemudian dia mulai bisa memahami bahwa memang karakter sang suami yang tidak terbiasa berekspresi secara verbal.

Yang ingin disoroti disini bukanlah bagian bahwa sang istri bisa memahami, tapi bagian 8 tahun tanpa kata - kata sayang nya. Jika sang istri bisa memahami dan menerima maka itu, menurut saya, merupakan sebuah anugrah bagi sang suami yang diperoleh melalui perjuangan panjang sang istri dalam memahami dan menerima. Namun perjuangan panjang sang istri untuk memahami dan menerima juga seharusnya diimbangi dengan usaha keras sang suami untuk berubah demi istrinya dan bukannya bersikukuh pada karakter lamanya sebelum menikah.

Karena bagaimanapun, menurut Ust. Anis Matta dalam bukunya Biarkan Kuncupnya Mekar Menjadi Bunga, ekspresi cinta dan kasih sayang dalam bentuk verbal merupakan sebuah upaya pengukuhan, dan penguatan perasaan secara psikologis. Memang, melalui sikap, perilaku dan pengorbanan seorang suami pun dapat terlihat dengan jelas, perasaan sayang dan cinta nya pada istri dan keluarganya. Tapi mengungkapkannya secara verbal merupakan sebuah penguatan baik bagi yang mengungkapkan maupun bagi yang menerima.

Selain itu, menurut buku panduan kekerasan terhadap anak, salah satu bentuk kekerasan terhadap anak adalah bersikap acuh diantaranya jika orang tua tidak pernah mengucapkan kata - kata pujian atau ekspresi rasa sayang terhadap anak nya. Jika orang tua tidak pernah mengucapkan kata - kata sayang merupakan bentuk kekerasan terhadap anak, apakah seorang suami yang tidak pernah mengucapkan kata - kata sayang terhadap istri juga merupakan sebuah bentuk kekerasan? Wallahu'alam ...

Yang jelas, artikel itu membuat saya tergelitik untuk menghitung. Jika sang istri dalam artikel tersebut belum pernah mendengarkan kata - kata sayang selama 8 tahun pernikahannya, maka selama lebih dari 1.5 tahun pernikahan saya, berapa kali saya mendengarkan kata - kata sayang dari suami tercinta. Alhamdulillah ... bahkan setiap harinya tidak terhitung ... :)

acknowledgement

Tidak setiap orang bekerja hanya demi uang. Walaupun bukan berarti uang menjadi tidak penting, tapi bagi beberapa orang, ada juga yang tidak kalah penting yaitu acknowledgement atau pengakuan. Pengakuan atas kompetensi yang dimilikinya, pengakuan atas prestasi kerja yang telah dihasilkannya, dan bentuk pengakuan itu tidak hanya sekedar diwujudkan dalam bentuk uang.
Apa rasanya jika kita bekerja selama bertahun - tahun, memberikan effort terbaik yang kita miliki, lalu pada tahun ketiga sang pimpinan bertanya, "sebenernya kerjaan kamu apa?" Jika itu yang terjadi maka pertanyaannya adalah, kemanakah sang pimpinan itu selama bertahun - tahun ini. Jika dia bertanya karena dia tidak melihat adanya hasil kerja kita yang signifikan, bukankah seharusnya dia sudah menegur dari sejak bertahun - tahun yang lalu. Jika dia bertanya karena dia tidak terlalu peduli dan tidak terlalu memperhatikan keberadaan kita, lalu apa guna uang dikeluarkan untuk membayar gaji kita selama bertahun - tahun.
Idealnya, seseorang bertahan dalam sebuah pekerjaan adalah karena dia merasa diakui. Adanya acknowledgemet dari sang pimpinan dalam berbagai bentuk. Lalu bagaimanakah jika ketiadaan pengakuan berbenturan dengan kebutuhan? Jalan mana yang harus dipilih jika bertahan dalam suatu pekerjaan berarti diremehkan dan tidak diakui kompetensi serta prestasi kerjanya, sedangkan mencari sebuah pengakuan berarti keluar dari kemapanan?
The answer is .... I don't know ...You tell me ...
Karena setiap orang menghadapi kondisi yang berbeda, memiliki skala prioritas yang berbeda dalam kehidupannya. Oleh karena itu tidak ada jawaban pasti yang berlaku untuk setiap kasus. Bahkan saya pun tidak tahu jawabannya. Idealnya memang mendapatkan penghidupan yang mapan dan pada saat yang sama menerima pengakuan yang sesuai. Tapi ...

Monday, June 18, 2007

surat untuk sahabat

Teruntuk seorang sahabat yang semoga Allah selalu menyayanginya ...
Tidak akan pernah terpuaskan rasa ingin tahu kita terhadap mengapa segala sesuatu terjadi kepada kita. Mengapa saya begini dan tidak begitu, mengapa dia begitu dan saya tidak, mengapa saya seperti ini padahal orang lain seperti itu. Semua pertanyaan itu tidak akan pernah mampu terjawab dengan sempurna sehingga terpuaskan rasa penasaran kita. Karena selalu ada wilayah tertentu dalam kehidupan kita dimana hanya Allah yang memiliki keilmuan atasnya.
Hanya Allah yang tahu mengapa kita begini dan begitu. Hanya Allah yang memiliki keilmuan atas setiap takdir yang telah Ia tetapkan atas kita. Fitrah kita sebagai manusia mungkin memicu untuk berpikir mengapa tidak begini saja. Mengapa tidak begitu saja. Mengapa kehidupan kita tidak seindah kehidupan si A. Mengapa keberuntungan kita tidak selancar keberuntungan si B.
Keterbatasan kemampuan otak kita tidak akan pernah bisa menghasilkan jawabannya. Hanya keimanan kita yang mampu membuat kita terpuaskan dan merasa tenang. Keyakinan kita bahwa Allah tidak akan pernah dzhalim terhadap hamba-Nya. Kesadaran kita bahwa setiap ujian yang Allah timpakan kepada kita tidak akan mungkin melewati batas kemampuan kita untuk menjalaninya.
Someday, we will turn around, looking at our past, watching all the hard times that we have been through, all the hard times that we thought would never end, and say ... "Well, it's actually not that hard anyway"
Semoga Allah selalu menerangi hati kita dengan cahaya-Nya...
Actually.. I'm still trying to convince my self too ...
Ayo la .. saling menguatkan...

Friday, June 15, 2007

Friends and Friendship

Postingan ini sudah pernah dipublish bulan maret tahun 2005 di blog ini. Sengaja saya publish kembali, semoga dapat mengingatkan tentang betapa berartinya kehadiran sahabat dalam kehidupan kita.

to all my best friends.. miss you so much ...

-----------------------------------------------------------------

Persahabatan adalah pemenuhan kebutuhan jiwa. Ladang hati yang dengan kasih kalian taburi dan pungut buahnya penuh rasa terima kasih.Naungan sejuk keteduhanmu, api unggun kehangatan jiwa.

Karena kalian menghampiri di kala hati gersang dan mencarinya di kala jiwa perlu kedamaian.Ketika ia menyampaikan pendapat, hati kalian tidak pernah menghadang dengan bisikan kata-kata “tidak”, dan juga tidak pernah kalian khawatir untuk mengatakan “ya”. Dan ketika ia terdiam tanpa kata,hati kalian senantiasa mencari rahasianya.

Dalam persahabatan yang tanpa kata, segala pikiran, harapan dankeinginan terungkap dan terangkum bersama – menyimpan keutuhan.Ketika tiba perpisahan, janganlah kalian berduka, sebab apa yangpaling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih cemerlang dari kejauhan – seperti gunung yang tampak lebih agung terlihat dari padang dan daratan. Jangan ada tujuan lain dari persahabatan kecuali memperkaya jiwa. Karena cinta kasih yang masih mengandung pamrih hanyalah jaring yang ditebarkan ke udara – hanya menangkap kekosongan semata.Berikan yang terindah untuk persahabatan, jika dia harus tahu surut mu biarlah dia mengenal pula musim pasangmu. Sebab apa makna persahabatan jika sekedar mengisi waktu senggang? Carilah ia untuk bersama – menghidupkan sang waktu!

Seorang sahabat akan mengisi kekuranganmu, dan bukan keisenganmu. Dandalam kemanisan persahabatan, biarkan ada tawaria kegirangan, berbagiduka dan kesenangan. Sebab dalam rintik lembut embun, hati manusia menghirup fajar yang terbangun, dan mendapatkan kesegaran gairahkehidupan.

People see what you did.

Friends hear what you said.

Bestfriend read what is untold and undone.

Sebaik2 sahabat adalah yang bisa mengingatkan kita ketika lupa, meluruskan ketika mulai menyimpang, menemani ketika sendirian. Walau dengan segala keterbatasan kita, terkadang ketidakhadiran itu terjadi, kealfaan itu timbul, kesalahan itu dilakukan..Bukankah kita punya senjata yang paling ampuh dari apapun? D O A. Rangkaian kata yang kita panjatkan kepada Ilahi, permohonan untuk tetap mengikatkan hati kita, menjaga sahabat2 kita tetap dalam ketaatan pada-Nya. Semoga Allah Yang Maha Membolak-balik hati menetapkan hati2 kita dalam agama-Nya.

Allahumma, ya muqolibal quluub. Tsabbit quluubuna 'alad diinika... fawatsiqillahumma raabithotaha ... aamiin.

~ Gabungan dua buah email dari orang - orang special ~

Tuesday, May 22, 2007

stronger [2]

Sesungguhnya, bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, bersama kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S 94; 5 dan 6)

Janji Allah itu pasti, Dia tidak akan pernah ingkar, dan tidak akan pernah dzhalim terhadap hambanya. Ketika Allah menjanjikan bahwa bersama kesulitan sesungguhnya ada kemudahan, maka itu pula lah yang terjadi pada diri saya saat ini.

Ada dua tafsir yang disampaikan oleh para mufasir mengenai kedua ayat tersebut. Yang pertama menyatakan bahwa setelah kesulitan, dan ujian yang Allah timpakan kepada hambanya, Allah telah menyiapkan kemudahan – kemudahan dan kesenangan – kesenangan sebagai balasan bagi orang – orang yang bersabar. Tafsir yang kedua menyatakan bahwa bersama kesulitan itu lah hadir pula kemudahan pada saat yang bersamaan. Kemudahan bisa datang dalam bentuk jalan keluar dari arah yang tidak disangka – sangka, atau bisa pula dalam bentuk kekuatan spiritual untuk menjalani kesulitan sehingga terasa lebih ringan daripada yang dibayangkan.

Apapun tafsirannya, yang jelas, janji Allah itu pasti. Saat ketika saya merasa masalah yang dihadapi begitu berat, dan sulit sekali ditangani, saat ketika dada terasa begitu sempit dan tidak ada ruang lagi untuk sebuah harapan, maka pada saat yang sama pertolongan Allah itu datang.

Pertolongan itu datang dalam wujud orang – orang yang dengan setia mendampingi, memotivasi dan menguatkan kesabaran. Pertolongan itu datang dalam wujud orang – orang yang memiliki begitu banyak cinta sehingga saya merasa kesedihan itu menjadi tidak ada artinya.

Masalah yang saya hadapi saat ini memang belum berakhir sampai disini. Tapi saya yakin, insya Allah saya mampu melalui nya. Dengan dukungan luar biasa dari orang – orang tercinta, dan janji pasti dari Allah bahwa ada kemudahan yang datang bersamanya. Dan saya juga merasa yakin, insya Allah hikmah dibalik semua ini akan membuat saya lebih dewasa, lebih tangguh dan .. stronger...

Seperti yang pernah diucapkan oleh Rasulullah, uswatun hasanah: ’Air mata boleh mengalir, hati boleh bersedih, tapi lisan hanya boleh mengucapkan apa yang Allah ridhai.’ Kalau lisan saja hanya boleh mengucapkan apa yang Allah ridhai, apalagi perbuatan ...

Along with every hardship is relief


[بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ ]
In the Name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful.
[أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ - وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ - الَّذِى أَنقَضَ ظَهْرَكَ - وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ - فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً - إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً - فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ - وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ ]
(1. Have We not opened your chest for you) (2. And removed from you your burden.) (3. Which weighed down your back) (4. And have We not raised high your fame) (5. Verily, along with every hardship is relief,) (6. Verily, along with every hardship is relief.) (7. So when you have finished, devote yourself to Allah's worship.) (8. And to your Lord turn intentions and hopes.)

Monday, May 21, 2007

stronger

Habis berkunjung ke blog sebelah, dan menemukan “word of wisdom” yang sangat menyentuh.

“At most times, women are proven stronger than men”.

Saya setuju sekali dengan pernyataan tersebut di atas. Dalam banyak hal, wanita terbukti lebih kuat dibandingkan pria. Itu lah alasan mengapa Allah menakdirkan bahwa wanita harus melalui begitu banyak ”rasa sakit” dalam kehidupannya. Namun, pertanyaan berikutnya adalah ...

If women are proven stronger than men, then why women tend to cry a whole lot more than men?

Sebenarnya, fakta bahwa wanita relatif lebih tegar dibandingkan dengan pria tidak bertolak belakang dengan kenyataaan bahwa wanita jauh lebih banyak menangis dibandingkan dengan pria.

Secara teoritis, mungkin sulit dimengerti oleh para pria mengapa wanita mudah sekali meneteskan air mata. Menangis untuk sebagian pria, apalagi untuk hal – hal yang mereka anggap sepele, merupakan ciri kelemahan dan ekspresi kekalahan. Tapi untuk para wanita menangis adalah cara yang paling mudah, dan paling ‘aman’ untuk mengekspresikan emosi.

Dan tidak hanya itu, menangis juga somehow menjadi sumber kekuatan tersendiri untuk seorang wanita. Dengan mengeluarkan seluruh emosi melalui air mata, tercipta sebuah ruangan tersendiri dalam hati yang berisi kekuatan dan motivasi. Seolah ada energi baru untuk kemudian bergerak dan menghadapai kondisi yang ada di depan mata. Menangis seolah membuat wanita merasa lebih kuat dari sebelumnya.

Saya tidak tahu apakah memang benar – benar ada penelitian atau pembuktian secara ilmiah dari teori diatas. Yang jelas, itulah yang saya dan wanita – wanita terdekat disekitar saya rasakan. Walaupun tentu saja, pesan penting bagi para wanita, tidak perlu berlebihan juga dalam mengekspos air mata.
untuk semua orang2 tercinta, thank you so much for making me felt stronger ...

Tuesday, May 15, 2007

numpang

begitu banyak hal yang berseliweran di kepala. tapi sulit untuk dituliskan ...
hhmmmh....

numpang teriak aja deh,

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh .......

:-D

Thursday, May 03, 2007

Seluas Samudra

Semua orang yang membaca postingan di sini pasti pernah mendengar atau membaca tentang kisah seorang kakek, cucunya, air dan garam. Itu looh.. kisah yang intinya bahwa garam dalam jumlah yang sama akan terasa lebih asin jika dicampur dengan air satu gelas dibandingkan dengan jika dicampur dengan air di lautan.
Terlepas dari ada atau tidaknya kejadian dalam cerita itu, hikmah yang termuat dalam cerita tersebut dijamin 100% benar. Memang ketika Allah menguji kita dengan sedikit kesempitan atau kesulitan, dan hati kita sedang sempit, kita merasa menjadi orang yang paling malang di dunia.
Ketika Allah menguji kita dengan rezeki yang tertahan, dan pikiran kita sedang tidak jernih, kita mulai berpikir dan mempertanyakan hal - hal yang tidak pantas. Seperti apakah Allah benar - benar adil? Kenapa saya begini dan dia begitu? Kenapa saya tidak begini? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menuntun kita untuk berburuk sangka kepada Allah. Padahal semua orang tahu bahwa Allah sudah menjamin rezeki setiap mahluk yang ada di bumi ini. Allah sudah membuat rencana yang sempurna mengenai kapan, berapa banyak dan darimana rezeki itu sampai kepada kita. Terkadang kita sibuk menghitung yang kurang dan kurang bersyukur terhadap apa yang ada.
Ketika Allah menguji kita dengan suatu permasalahan, dan ruhiyah kita sedang lesu, kita merasa menjadi orang yang paling sulit di dunia. Padahal ada sekian banyak masalah yang jauh lebih sulit, dan lebih kompleks daripada apa yang kita hadapi saat ini.
Garamnya yah memang cuma segitu aja, lautan nya yang harus diperluas...
"Upi mau apa?"
"Upi mau pikiran yang jernih, kalbu yang teduh, ruhiyah yang menggelora, dan hati yang seluas samudra"
"Amiin ya Allah"

Wednesday, May 02, 2007

masa siih ...

setelah untuk kesekian kali nya "terjegal" dari cita - cita untuk melanjutkan sekolah, masa sih harus nangis lagi ...

cape sih memang ... apa nyerah aja gitu yah ... lupakan semuanya ...hhmmhhh....

Thursday, April 26, 2007

Ga Suka ...

”Ada ngga yang abang ga suka dari ade .. ?”

”Mmmhhh .. apa yaah.... perasaan ga ada tuh .. alhamdulillah suka semuanya ..he..he..”

Wafa’ kembali menyeka air matanya. Masih terekam dengan kuat dalam ingatannya, percakapan di bulan pertama pernikahan. Jawaban yang sangat romantis dari suami tercinta yang membuatnya tersipu malu.

Jika pertanyaan yang sama dilontarkan hari ini, hampir dapat dipastikan jawabannya tidak akan sama. Dan jika situasi nya dibuat berbalik, jika suami nya yang bertanya kepada dia dengan pertanyaan yang sama, belum tentu Wafa’ bisa menjawab seperti suaminya menjawab pertanyaan itu di bulan pertama pernikahan mereka.

Wafa’ paham benar bahwa segala sesuatu nya memang mungkin tidak harus selalu seromantis bulan pertama pernikahan. Air matanya malam ini juga bukan untuk menyesali itu. Dia tahu, suami nya sangat mencintainya, begitu juga sebaliknya. Kalau lah ada gesekan – gesekan dalam kehidupan pernikahannya, dengan sekuat tenaga dia coba hadapi semua sebagai sesuatu yang biasa. Air mata malam ini pun hanya sebagai ekspresi emosi sesaat saja. Semoga setelah ini dia kembali menemukan kekuatannya utk menjalani semua yang ada dihadapannya.

Lebih dari satu tahun sudah dijalani dalam kehidupan pernikahan. Hampir semua sisi sudah pernah dilihat Wafa’ dari suaminya. Sisi kebaikannya, dan juga sisi kekurangannya. Dan dia menyadari betul, pria yang ada dihadapannya adalah suami tercinta yang juga manusia biasa. Tidak mungkin 100 % sempurna sesuai dengan bayangan idealnya. Dia juga menyadari betul, bahwa suami adalah seseorang yang harus dita’ati, dan dicintai sepenuh hati. Mencintainya adalah perwujudan rasa syukur seorang istri kepada Allah. Karena Allah lah yang telah memilihkan lelaki terbaik untuknya.

Memang mencintai seseorang tidak bisa hanya menyukai sisi kebaikannya saja. Karena ia datang dalam satu wujud yang utuh. Lengkap bersama kebaikan dan kekurangannya. Persis seperti tulisan Anis Matta dalam buku Biarkan Kuncupnya Mekar jadi Bunga.

”Kita tidak akan pernah bisa mencintai seseorang dengan sesungguhnya dan dengan perasaan cinta yang mendalam sebelum kita menerima dia apa adanya. Dan menerima tidak selalu berarti bahwa kita menyukai kekurangan dan kelemahannya. Menerima lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan itu bukan kondisi akhir dari kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang”.

Wafa’ teringat salah satu pertanyaan yang pernah dilontarkan untuknya ketika dia mengisi sebuah kajian.

”Apa yang teteh suka dari suami teteh?”

Hhhmmmhh..pertanyaan yang waktu itu tidak terjawab. Bukan karena tidak ada kesukaan yang dapat dia ungkapkan, tapi karena dia memahami bahwa menikah bukan masalah suka apanya atau tidak suka bagian mananya dari pasangan kita. Menikah adalah saling menerima dan saling memahami semua kondisi yang ada, untuk kemudian tumbuh bersama menuju kondisi yang lebih baik.

Kalau dia mau membuat daftar tentang apa yang dia suka atau tidak suka dari suami nya, mungkin bisa saja. Tapi sekedar mendokumentasi kekurangan dan kelebihan tidak akan membawa manfaat apa – apa. Yang harus dilakukan adalah bagaimana agar kelebihan nya dapat terus terpelihara dan menjadi jalan tumbuhnya perasaan cinta yang semakin kuat. Serta bagaimana agar kekurangannya dapat dipahami, jika memang bukan sesuatu yang luar biasa, atau dijadikan ladang amal untuk membantu pasangan kita memperbaiki diri.

Wafa’ juga memahami bahwa dia bukan istri yang sempurna. Selama ini suaminya selalu berlapang dada menerima kekurangannya, dan selalu terbuka pintu ma’af untuk kesalahannya. Jika suami tercinta bisa menerima dia apa adanya, mengapa tidak sebaliknya?

”Sesungguhnya mema’afkan adalah pemenuhan kebutuhan untuk dima’afkan.”

Monday, April 23, 2007

I am proud of you

I am proud of you
Have I ever told you that?

I am proud of you
For all the hard work you do
Trying to make me happy

I am proud of you
For all the effort you give
Trying to be all the best you can be .. for me

I am proud of you
For all the laughter you try to bring
To wipe all my tears

I am proud of you
Do you actually proud of me too?

Pada Ashar Hari Kamis

Pada ashar hari Kamis di akhir pekan, seorang kader dakwah seperti dituturkan Imam Hasan Al Banna keluar dari bengkel tempat ia bekerja. Malamnya ia sudah memberikan ceramah di sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya. Esok Jum’atnya ia berkhutbah dengan bagus ditempat lain yang jaraknya juga lumayan jauh. Asharnya ia memberikan pengarahan pada sebuah mukhayyam (camping) yang diikuti ratusan pemuda dari berbagai penjuru.

Malamnya lepas isya ia menyampaikan arahan dalam sebuah dauroh besar. Ratusan kilometer dalam tempo 30 jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan. Namun esoknya dengan wajah cerah cemerlang dan hati yang tenang, ia telah tiba ditempat kerjanya lebih cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang baru diselesaikannya.
~ da'wah memang bukan untuk orang - orang manja. ayo semangat !!! ~

Sunday, April 15, 2007

Berbagai Sisi

Bayangkan bagaimana rasanya menanti selama 17 bulan.. Ibarat berdiri dalam sebuah antrian, orang - orang yang datang setelah kita sebagian besar sudah mendapatkan pesanannya. Ada orang yang baru datang kemarin sore, tapi sudah dapat giliran duluan. Ada yang baru datang beberapa bulan setelah kita, tapi sudah dapat tersenyum lebar. Bahkan ada yang tidak berdiri dalam antrian dan tidak memesan sama sekali, mereka juga dapat bagian.

Kecewa, jelas.. tidak perlu ditanya. Sedih, sudah pasti ... itu memang manusiawi. Beruntungnya kita karena Allah mengajarkan kita bahwa hidup selalu dapat dilihat dari berbagai sisi. Bahkan hidup tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi, hanya dari sisi hitam dan putih sebagaimana hal nya sebuah sistem antrian. Bahwa yang dapat giliran nomor 2 pasti harus menunggu setelah nomor 1. Bahwa kalau tidak hitam berarti putih.

Menanti tidak selalu berarti sebuah ketidak-beruntungan. Belum mendapat giliran bukan berarti sebuah kemalangan. Bahkan mendapatkan giliran duluan pun belum tentu sebuah prestasi.

Beruntungnya kita karena Allah mengajarkan kita bahwa hidup selalu dapat dilihat dari berbagai sisi. Kecewa, sedih, itu hal yang manusiawi. Selama kita tidak terlarut didalamnya. Selama hal itu tidak menggiring kita pada keputusasaan.

Meneteskan air mata juga bisa menjadi salah satu alternatif mengumpulkan kekuatan. Bukan melulu sebuah ciri kelemahan jiwa. Walaupun setiap manusia memang lemah dihadapan Tuhan nya.

Hidup selalu dapat dilihat dari berbagai sisi.
Bandingkan penantian akan harapan yang belum terwujud selama 17 bulan dengan perjalanan hidup penuh rahmat, rezeki yang tak pernah kurang, dan kasih sayang Allah selama 26 tahun ..

Thursday, April 05, 2007

Mempertahankan Rasa

Dalam hidup ini, segala sesuatu itu lebih mudah diraih daripada dipertahankan. Mendapatkan seorang teman itu mudah, yang sulit adalah mempertahankan pertemanan itu sendiri. Meraih prestasi peringkat pertama di kelas itu mudah, yang sulit adalah meraih prestasi yang sama pada periode berikutnya. Berjuang mencapai satu titik puncak kekuasaan itu mudah, yang lebih sulit dari itu adalah mempertahankannya. Begitu juga dengan cinta. Jatuh cinta itu mudah, yang sulit adalah bagaimana mempertahankan rasa itu.

Di awal, ketika cinta itu masih terasa begitu segar, begitu menggelora, ingin rasanya mengekspresikan seluruh perasaan yang menggebu-gebu itu. Bagaimanapun caranya. Bahkan termasuk cara yang tidak halal sekalipun. Katanya, cinta itu bisa bikin orang jadi gila. Atas nama cinta itulah, seorang gadis belia usia SMA rela berkostum ala primadona ditengah panas terik dan mempermalukan dirinya dihadapan seluruh teman – teman sekolahnya demi menyatakan cinta nya. Atas nama cinta itulah romeo dan juliet rela meregang nyawa, demi perwujudan cinta mereka di kehidupan selanjutnya. Dan atas nama cinta itulah banyak orang melakukan hal yang diluar logika orang pada umumnya.

Tapi apa yang terjadi setelahnya? Setelah cinta itu didapatkan, setelah ”pejuang cinta” itu meraih apa yang diperjuangkannya, setelah akhirnya takdir membawa dua orang yang saling mencinta untuk hidup bersama. Ternyata merawatnya jauh lebih sulit daripada mempertahankannya.

Betapa banyak pasangan yang telah mengarungi perjalanan cinta mereka selama bertahun – tahun, perjalanan yang diawali dengan kesemerbakan bunga-bunga cinta, lalu kemudian ditengah perjalanan mereka kelelahan kemudian akhirnya menyerah dan mengakhiri perjalanannya. Betapa banyak pasangan yang telah melalui banyak pengorbanan untuk mendapatkan cintanya, menjalani masa pacaran selama bertahun – tahun, lalu kemudian setelah menikah dan hidup bersama, akhirnya mengalami suatu masa dimana rasa itu menguap begitu saja, bahkan mereka tidak ingat lagi mengapa mereka pernah saling mencinta.

Pada akhirnya kita harus mengakui, bahwa mempertahankan jauh lebih sulit daripada menghadirkan rasa cinta.

Tulisan ini tidak lebih dari sebuah pengingat untuk saya pribadi. Berusaha merefleksi perjalanan cinta yang telah dijalani selama hampir 1,5 tahun ini. Seperti yang pernah ditulis oleh seorang teteh disini, mungkinkah madu itu terasa sepanjang musim?

To my beloved husband, semoga kita tidak akan pernah lelah ...

Monday, April 02, 2007

pengingat

Rabb kita mengutus angin hingga menggoyang pucuk-pucuk dahan
Lalu menimbulkan suara yang menyenangkan di telinga manusia
Seperti irama bait-bait syair

Wahai telinga, janganlah engkau tukarkan itu
dengan kenikmatan suara tali busur dan gitar
Wahai telinga yang menginginkan kenikmatan
janganlah engkau mendengarkan sesuatu yang tdk berguna lagi berdosa

Wahai hati yang menginginkan keridhaan Allah
dan senang akan keridhaan-Nya
Janganlah terjerumus ke dalam dosa

Wahai mata yang ingin melihat surga
Janganlah engkau memandang sesuatu yang haram


~diambil dari buku: Jagalah Allah~

Hikmah

berusaha melihat hikmah dibalik segala sesuatu
berusaha berpikir positif dalam setiap keadaan
berusaha memelihara prasangka baik dan optimisme

bahwa sakit adalah cara Allah mengingatkan akan nikmat kesehatan
cara Allah menyediakan ladang amal bagi pengguguran dosa
jalan untuk melatih kesabaran

bahwa terpisahnya jarak adalah awal dari sebuah pertemuan yang baru
cara Allah untuk menguatkan ikatan antara dua hati
jalan untuk menghargai kebersamaan dua individu yang terpisah

bahwa setiap ujian adalah awal dari sebuah keteguhan hati
cara Allah melatih keistiqomahan
jalan untuk menjadi sosok individu yang lebih baik

Ya Allah, tautkanlah hati ini pada keimanan kepada-Mu

Monday, February 26, 2007

Mari Menimbang Diri

Tulisan di bawah ini dicopy dari blog lain. Sebagai pengingat untuk saya, dan semoga untuk para pembaca yang berkunjung ke sini.
------------------------------------------------------------------
Mari Menimbang Diri
Heningkanlah waktu sejenak untuk sekedar mereview lintasan peristiwa hari ini semenjak menapakkan kaki dari atas tempat tidur sampai sebelum kembali merebahkan diri. Kemudian hadirkan lintasan itu dalam bayangan yang teramat jelas, sehingga kita seperti memutar ulang rekaman kejadian selama seharian penuh. Dari detik pertama hingga setiap putaran waktu yang berlalu, dari kedipan mata pertama setelah bangun tidur sampai kembali mata ini terpejam kembali, dan dari setiap helaan nafas yang terus berhembus tak hentinya, juga dari hitungan awal langkah, gerak raga, dan lontaran kata hingga sebelum habisnya malam.

Kemudian hitunglah satu persatu perbuatan baik sepanjang hari ini, dimulai dari langkah untuk membasuh muka di sepertiga malam, dan menundukrukuk di hamparan sajadah, mungkin ada butiran-butiran air bening mengalir membasahi pipi, bahkan hingga menjelang fajar pun masih tergenang sisa-sisa air itu di kelopak mata. Lalu kita lanjutkan langkah ini keluar rumah untuk mencari rezeki, mencari ilmu, menyusur jalanan seharian. Berapa banyak dzikir terbilang dari mulut kita sepanjang jalan, berapa banyak permohonan ampunan kita bersama tangan-tangan tertadah. Ketika terdengar panggilan-panggilan-Nya, bukan cuma seberapa banyak atau lamanya merapatkan kening ini, melainkan juga kesungguhan untuk melepaskan semua kepentingan untuk berserah diri kepada Rabb sebagai sebuah kepentingan yang utama, melainkan seberapa besar khidmat ini dalam kekhusu'an menjadikan diri sebagai abdi-Nya dengan menanggalkan segala urusan yang tak jarang membiaskan makna ketuhanan kita.

Hadirkan pula wajah-wajah orang yang kita santuni hari ini dengan infaq, shodaqoh yang sengaja kita sisihkan untuk mereka. Mungkin juga langkah-langkah kebaikan yang kita tempuh, gerakan-gerakan tangan yang melakukan berbagai kebajikan, atau sekedar isyarat-isyarat kecil dari seluruh anggota tubuh ini yang melambangkan penghambaan kepada Rabb yang esa. Ingatlah kembali setiap rangkaian do'a yang tersusun rapih di setiap waktu, bersamaan dengan itu, untaian kata hikmah dan nasihat

kebenaran tak luput dari ingatan kita. Sehingga semua amal shaleh sekecil apapun mampu kita putarulang untuk kemudian kita menjadikannya sebagai persembahan yang menurut kita berharga di hadapan-Nya, sebagai perbekalan yang kita anggap sudah mencukupi untuk perjalanan negeri akhirat.

Adakah yang terlewat dalam putaran rekaman peristiwa itu? Atau adakah yang terlupa dalam lintasan-lintasan kejadian kehidupan ini? Jelas dan tentu saja ada dan bahkan seringkali kita melupakan atau dengan sengaja menghapusnya. Bagaimana dengan perbuatan-perbuatan buruk yang tidak kita sadari menyertai setiap lintasan kebaikan itu? Maka kemudian, untuk mengetahuinya, ambillah kembali rekaman itu dan putarlah kembali dari awal. Semenjak mata terbuka hingga kembali terpejam, sejak langkah awal hingga kembali keatas pembaringan, semuanya, selama nafas terus berhembus, dalam setiap kedipan mata dan semua kata yang terucap.

Kalaupun sudah banyak jumlah rakaat yang kita lakukan, sudahkah terus semakin kita perbaiki kualitasnya. Jika pun sudah sekian banyak shodaqoh terhulur dari tangan ini, sudahkah kita melakukannya diatas bingkai keikhlasan serta berkesinambungan. Andainya pun sudah membludaknya genangan airmata karena rasa takutnya akan adzab Allah, sudahkah kita mengikutinya dengan kesungguhan menjauhkan diri dari segala yang menimbulkan murka-Nya. Semestinyalah kita menyadari bahwa goretan-goretan hitam dalam lembaran kehidupan ini akan mengurangi nilai perbuatan baik kita. Seharusnya semakin kita sadari bahwa lintasan kelam yang menyertai ukiran indah amal shaleh kita akan memberatkan timbangan kita ke arah seberang kebajikan.

Maka teruslah memperbanyak sekaligus meningkatkan kualitas ibadah kita karena kita tak pernah tahu ibadah mana yang diterima Allah. Perbanyaklah lafaz dzikir kita karena kita juga tak bisa memastikan berapa banyak dzikir kita yang sampai kepada-Nya karena terlalu seringnya kita menyebut nama Allah dari bibir yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh mengucapkannya, dari hati yang tidak juga bergetar saat menyebutnya.

Perbanyak jugalah infaq shodaqoh kita, karena kitapun tak pernah bisa menilai uluran tangan kita yang mana yang bisa menghantarkan kita kepada pintu surga-Nya. Utamakanlah hikmah dan kebaikan yang keluar dari mulut kita dengan mengurangi kemungkinan kata-kata cela, fitnah, juga hati yang penuh dengki, iri dan dari rasa yang tak pernah puas diri, syukur, tawadhu' dan qonaah, karena kita pun tak kan bisa menerka sikap diri yang manakah yang akan menyelamatkan kita dari api neraka Allah.

choice

If I could choose, I choose not to be disappointed again this time....
But life is not always a choice. Sometimes we just have to live with the choice that Allah has chosen for us. The only choice that will always be ours for the rest of our life is the choice to belive that Allah knows what's best for us.

Thursday, February 01, 2007

does beauty really matters?

”Kalau bisa cantik dan sholehah, kenapa ngga? Kenapa harus milih?”

”Trus kalau dua kriteria itu ga sejalan gimana? Kalau ada yang cantik tapi keimanannya biasa-biasa aja, dan ada yang lebih sholehah tapi kecantikannya sama seperti orang pada umumnya gimana?”
"Yah pilih yang cantik aja kali .. he..he.."

Percakapan siang tadi masih terngiang di kepala perempuan itu.

Does beauty really matters? Memang, godaan terbesar untuk seorang laki – laki diantaranya adalah wanita, tapi apa kecantikan itu begitu pentingnya untuk seorang laki-laki?

Bukankah ketika dua individu hidup bersama, kecantikan bukan lagi satu faktor yang utama? Bukankah sesuatu yang istimewa akan menjadi biasa jika kita menemuinya setiap hari? Termasuk kecantikan seseorang. Akhlaq, sikap, pola berpikir dan karakter akan lebih terlihat ketika bertemu setiap hari selama hampir 24 jam. Kecantikan yang luar biasa pun pada akhirnya tidak berarti jika tidak diimbangi dengan akhlaq yang baik.

Tapi tetap saja, banyak laki-laki, bahkan laki-laki dengan pemahaman keislaman di atas rata-rata pun, seringkali menempatkan kriteria cantik sebagai sesatu yang utama dalam mengukur keunggulan seorang wanita. Kembali terpikir oleh wanita itu, does beauty really matters?

”Aa, neng cantik ga sih?”

Entah darimana, pertanyaan itu tiba-tiba terlontar begitu saja dari mulut perempuan itu. Suaminya terdiam untuk beberapa saat.

”Neng, do I have to answer that question? Neng kan istri Aa. Buat Aa, neng perempuan yang paling cantik. ”

”Yah kalo gitu, jawab yang objektif dong A. Jadi jawab pertanyaan itu dengan jawaban orang biasa. Laki – laki biasa. Bukan jawaban suami untuk istrinya. Dulu waktu sebelum nikah, menurut Aa, neng cantik ga ?”

”Aa ga inget sayang. Baik dulu maupun sekarang, cantik ato ngga buat Aa ga terlalu penting. Dulu sebelom nikah, Aa ga mikirin, calon istri Aa teh cantik ato ngga. Jadi Aa ga sempet merhatiin, neng cantik ato ngga yah. Lagian kan sibuk Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah-red) ..he.. he..”

”Sekarang pas udah nikah, itu tetep ga penting juga. Aa sayang sama neng, neng istri Aa, jadi gimana pun juga buat Aa, neng itu tetep yang paling cantik. Asal ga lusuh-lusuh amat, trus celana yang lutut nya udah bolong tea jangan dipake lagi .. he..he.. itu juga udah cukup. Ayang udah keliatan cantik buat Aa.”

Sekelumit syukur menyelinap di hati wanita itu. Sambil mengencangkan lingkaran tangan di pinggang suaminya, hati nya berbisik, ”Alhmadulillah Ya Allah, Kau telah anugrahkan lelaki terbaik untuk ku. Semoga Engkau memelihara kami dalam kebaikan, menyatukan hati – hati kami dalam keta’atan dan kecintaan kepada-Mu. Dan mempertemukan kami kelak di surga-Mu..”

trying to figure out

trying to figure out what to do ...
trying to figure out what to decide ...
trying to figure out all the good side of every thing ...
trying to figure out how to react ...

life is a long lasting mystery
life is a long lasting learning process
hope I will always have the strength to go through it all ...

Monday, January 29, 2007

cerita cinta

Mengikuti proses pernikahan sahabat - sahabat terdekat selalu mengingatkan saya akan proses yang saya jalani sendiri sekitar satu tahun yang lalu.

Masih lekat sekali dalam ingatan saya, perasaan takut sekaligus harap. Senang sekaligus sedih. Perasaan gelisah yang mendominasi hati. Dan lekat sekali dalam ingatan saya bahwa tidak ada yang mampu meredakan kegelisahan kecuali dengan mengikhlaskan hati. Berserah kepada Yang Maha Menguasai segala urusan.

Dan hari ini, saya melihat sahabat – sahabat terdekat saya mengalami itu semua. Mulai dari perasaan was – was sebelum menikah, perasaan lega setelah acara walimah digelar, kemudian kembali merasakan was – was menjalani hari pertama pernikahan, dan yang paling sering membuat saya tersenyum adalah ketika melihat mereka jatuh cinta dengan sesungguhnya untuk pertama kali.

Ada yang pernah bertanya pada saya, perasaan nyaman, perasaan ingin selalu dekat, perasaan ingin selalu membahagiakan dan memuliakan, harapan agar selalu berada dalam kebaikan, apakah itu semua pertanda cinta?

Pertanyaan itu langsung saya jawab dengan senyuman. Teringat pengalaman diri sendiri. Di awal ada banyak pertanyaan di kepala saya, sebenarnya apa itu cinta? Mengapa banyak perasaan aneh yang saya rasakan setelah menikah? Apakah yang saya rasakan ini cinta lengkap beserta segala turuannya?

Awalanya ”hanya” perasaan nyaman. Orang yang sebelumnya tidak dikenal sama sekali, berubah menjadi orang yang kita merasa nyaman berada di dekatnya. Rasanya sudah kenal selama bertahun – tahun. Mudah sekali mencari topik pembicaraan. Dan karena kita merasa nyaman, perasaan itu membuat kita ingin selalu berada di dekatnya. Perasaan ingin selalu dekat akan berubah menjadi rindu bila dia jauh. Dan rindu itulah yang perlahan akan mengikat cinta. Cinta yang membuahkan kasih sayang. Kasih sayang yang diikuti dengan perasaan takut kehilangan. Perasaan takut kehilangan yang salah satu perwujudannya adalah cemburu. Nah, kalau sudah sampai sini, lebih seru lagi ceritanya.

Rasanya kehidupan pernikahan akan terasa lengkap. Walaupun memang diawal didominasi oleh kebahagiaan dan kesenangan, tapi di tengah perjalanan akan dihiasi juga oleh ujian – ujian dalam kehidupan pernikahan yang salah satu bentuknya adalah benturan antara satu individu dan individu yang lain. Jika benturan ini dihadapi dengan keikhlasan, kedewasaan dan dibingkai dengan kasih sayang, insya Allah bukan membuahkan perpecahan, tapi justru ikatan yang semakin kuat satu sama lain.

Subhanallah, indah sekali ketika takdir Allah menuntun hati untuk menemukan labuhannya. Indah sekali ketika kesabaran membuat cinta menemukan muaranya. Indah sekali ketika keikhlasan membuat kasih sayang berada pada bingkai yang seharusnya.

Teruntuk semua sahabat – sahabat yang baru saja menemukan ”arjuna” nya ..
Barakallahulaka wa baraka’alaika wa jama’a baina kumma fii khair...