Daisypath Anniversary tickers

Tuesday, December 19, 2006

foto di friendster


Setelah dipikir – pikir, diliat – liat dan dianalisa, ternyata masang foto dengan pose berpasangan suami istri di friendster itu kadang norak juga yah. Misalnya kalo foto itu angle nya ga pas dan terkesan aga “maksa” yang penting tetep keliatan mesra. Ato misalnya foto berdua dengan latar belakang suatu tempat yang dari foto itu ga bisa keliatan, yg difoto orangnya apa belakangnya. Ato misalnya juga fotonya mengekspos kemesraan yang berlebihan (padahal mah biasa aja atuh). Ato (ini yang paling parah deh kayanya) foto pas lagi kawinan. Dengan baju pengantin yang gemerlap berkilauan, make up yg tebal dan ekpresi seneng campur cape (aduuuh pliss dooong..).

Sebenernya saya sendiri termasuk salah satu “pemajang foto pasangan” di friendster. Kalau ada yg pernah berkunjung ke sana, anda bisa lihat bahwa di profile saya, foto utama nya adalah foto suami tercinta yang terletak di sebelah kiri ini (liat ke kiri atas, nah.. foto yang itu tuh .. :-D). Tapi ada alasannya kok, alasannya adalah sebagai berikut :
1. Alasan I : Foto itu ga berdua
2. Alasan II : Angle nya lucu kaan, diliat dari samping. (maksa yah :-D)
3. Alasan III : Mungkin dan memang ada temen – temen lama yang ga dateng pas nikahan. Trus mereka begitu penasarannya, suami upi yang mana siiihh… jadi dipasang deh fotonya, biar pada tau gitu .. he..he.. (maksa juga yah :-D)

Yah emang gimana pun juga, tetep aja sih, hak tiap pemilik friendster itu sendiri untuk memajang foto apapun yang mereka suka. Mo maksa kek, mo ngga, ga boleh protes. Kalo ga suka, bikin aja friendster sendiri (he..he..).

Sunday, December 17, 2006

best friends


Banyak orang yang bilang bahwa porsi atau peranan sosial seorang perempuan ketika dia sudah menikah akan berkurang. Saya setuju dengan pendapat itu, karena saya pun mengalaminya ketika sudah menikah. Tapi saya tidak setuju jika berkurangnnya peranan sosial seorang perempuan identik dengan berkurangnya perhatian terhadap teman – teman di sekitarnya.

Dulu, sebelum saya menikah, dan ketika teman – teman saya satu per satu menemukan pasangan hidupnya, saya merasakan itu. Bahwa perhatian mereka sedikit berkurang untuk saya. Persis seperti yang pernah saya tulis disini. Dan sampai sekarang pun saya melihat banyak sekali teman – teman yang ketika sudah menikah, hampir tidak punya kesibukan lain selain mengurus suami dan anak (kalau sudah punya). “Suami baru pulang jd ga bisa pergi”, “Mau nganter suami”, “Suami ga bisa nganter, jadi kayanya ga bisa dateng”, dan berbagai macam pernyataan serupa. Kondisi ini yang (kalau saya perhatikan) pada akhirnya menimbulkan jarak antar sang perempuan yang sudah bersuami dengan teman – temannya dekatnya. Karena dia begitu disibukkan dengan keluarganya, bahkan untuk urusan “curhat” pun sudah ada penggantinya.

Perhatian yang terbagi atau teralihkan pada keluarga yang baru saja dibentuk tentu tidak salah. Tapi kalau sampai membuat seorang perempuan “terisolasi” dari lingkungan sosial, bahkan membuat dia “kehilangan” teman – teman terdekatnya, rasanya ini juga tidak benar. Menurut saya, (berdasarkan apa yang saya alami), suami dan teman atau sahabat memiliki porsi dan peranan yang berbeda. Kewajiban seorang perempuan untuk melayani, ta’at dan mencurahkan perhatiannya pada keluarganya bukan berarti mengurangi tanggung jawab sosial dia terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk teman – temannnya.

Selain itu, tetap berhubungan baik dengan teman – teman atau tetap memiliki sahabat dekat sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi seorang perempuan yang sudah menikah. Keshalihan, pengertian dan kesabaran seorang suami tentulah membuat sang istri merasa sangat nyaman untuk mengkonsultasikan atau mendiskusikan semua yang ada di dalam kepala dan hatinya kepada suaminya. Tapi terkadang tetap saja, seorang istri juga membutuhkan “second opinion” dari sahabatnya. Apalagi jika sahabat tersebut sudah mengenal dia jauh lebih lama dibandingkan dengan suaminya, tentulah ada sisi – sisi tertentu dalam diri sang istri yang “belum” dipahami oleh pasangan hidupnya.

Tidak hanya ‘second opinion” yang bisa didapatkan oleh seorang perempuan dari sahabatnya, tapi juga “ a girl’s view”. Pendapat atau pandangan dari sudut pandang perempuan mengenai suatu masalah. Cara berpikir yang berbeda antara laki – laki dan perempuan menghasilkan cara penilaian yang berbeda juga dalam menilai atau memandang suatu masalah. Perasaan sayang dan cinta suami tentu membuat dia memberikan perhatian yang lebih terhadap permasalahan yang dihadapi oleh istrinya. Tapi terkadang istri juga membutuhkan pendapat dari sudut pandang perempuan mengenai masalah yang dihadapinya.

Dan keuntungan lain yang tidak kalah pentingnya adalah, selalu ada “pasangan pengganti”. Ketika seorang suami tenggelam dalam dunianya, ketika dia begitu disibukkan oleh urusan pekerjaan atau aktivitas lainnya, seorang istri selelu bisa “berpaling” kepada sahabat perempuannya. Selalu ada pasangan pengganti yang mencegahnya dari diliputi perasaan kesepian dan kekurangan perhatian. Kalau dia hanya mengandalkan suaminya sebagai sumber perhatian juga kasih sayang dan teman yang mengisi kekosongan, tentulah dia akan merasa sangat kesepian ketika suaminya sangat sibuk di luar rumah. Lainlah nya kalau sang istri dapat menyibukan diri juga bersama sahabat – sahabatnya (yang perempuan tentu saja).

Above all that, tetap harus digarisbawahi bahwa selalu ada porsi dan juga bentuk ekspresi yang berbeda dalam hal perhatian, kasih sayang, dan juga cinta terhadap seorang suami dan terhadap seorang sahabat.

Friday, December 15, 2006

saat yang tepat


Allah selalu memberi kita segala sesuatu yang kita inginkan pada saat yang tepat. Subhanallah .. itu yang ingin terus dipeliharan dalam hati ini, walaupun sulit.

Dulu ketika di SMA rasanya susah payah saya memohon kemudahan agar saya bisa mendapat nilai – nilai yang bagus dalam pelajaran, tapi tetap saja, angka – angka di raport yah segitu – segitu juga. Sampai akhirnya kemudahan itu Allah kasih tepat pada saat UMPTN. Saya berhasil mengungguli teman – teman lain yang sebelumnya cukup cemerlang di kelas dan akhirnya saya diterima di salah satu institut terbaik di negri ini. Institut yang menjadi jalan pembuka hidayah untuk saya.

Setelah duduk di bangku kuliah, menjalani kuliah selama hampir 5 tahun, dengan susah payah juga saya berdo’a agar Allah memberi kemudahan dalam tugas akhir saya. Lama sekali rasanya sampai akhirnya Allah mengabulkan do’a itu. Rasanya sudah tidak terhitung berapa banyak air mata yang keluar dan kesulitan yang harus dijalani sampai akhirnya Allah bukakan pintu kemudahan. Tepat pada saat semua usaha rasanya sudah di coba, dan sudah tidak ada tempat bersandar lagi selain kepada Allah, Allah memberikan kemudahan untuk kelulusan saya. Walaupun nilai yang diberikan sang dosen tidak sebaik yang saya harapkan, tapi begitu banyak kemudahan yang Allah berikan mulai dari mengerjakan buku skripsi, seminar sampai akhirnya sidang, subhanallah. Dan tidak hanya itu saja, saya lulus tepat ketika ada lowongan pekerjaan dan saya diterima bekerja. Jadi tidak sempat menyandang status “pengangguran”, alhamdulillah.

Kuliah sudah selesai, diterima bekerja juga sudah, alhamdulillah, mulailah pikiran ini terkonsentrasi pada keinginan berikutnya. Menikah (standar sih memang). Sebenarnya keinginan untuk menikah sudah ada cukup lama. semenjak sebelum lulus. Tapi karena waktu itu masih terfokus pada tugas akhir, jadi belum terlalu benar – benar mempersiapkan diri untuk menikah. Baru ketika urusan kuliah sudah mereda, kemudian satu per satu teman – teman mulai melepas masa lajangnya, kemudian usia yang juga terus bertambah, keinginan untuk menikah itu semakin serius di persiapkan. Walaupun begitu, jodoh yang telah dipilihkan oleh Allah tidak serta merta datang setelah lantunan do’a yang pertama. Butuh puluhan, ratusan bahkan mungkin ribuan lantunan do’a sampai akhirnya sang labuhan hati itu datang. Tapi subhanallah, dia datang pada saat yang tepat sekali. Tepat ketika saya membutuhkan seseorang yang akan membuat saya tersenyum di tengah kepenatan. Tepat ketika begitu banyak masalah yang harus dihadapi dan saya membutuhkan seseorang yang akan menggenggam tangan saya dalam menghadapi masalah – masalah itu. Tepat ketika begitu banyak kekecewaan akan harapan yang belum terwujud dan saya membutuhkan seseorang sebagai penghibur hati.

Dan saat ini, saya sedang terus mencoba memelihara keimanan saya, bahwa Allah pun sedang menunggu waktu yang tepat untuk menganugrahkan saya “hiburan” berikutnya, yaitu seorang buah hati. Banyak hal sudah kami usahakan, lantunan do’a pun rasanya tidak pernah terlewatkan. Jangan tanya berapa banyak air mata yang sudah diteteskan, semoga semua itu tidak akan mengurangi kesabaran kami. Allah pasti akan menganugrahkannya pada saat yang tepat. Hanya tinggal menunggu sebentar lagi, karena bersabar itu tidak akan pernah lama.

Untuk yang selalu menghadirkan senyuman di kala hati berkelana dalam duka … Thank you for always being by my side ..

Friday, December 01, 2006

Insensitif by Accident

Pasti pernah denger married by accident kan ? Nah yang ini beda lagi, yang ini ketidaksengajaan yang membuat kita menjadi orang yang tidak sensitif. Setelah dipelajari dan diteliti, kayanya hampir semua orang pernah menjadi orang yang tidak sensitif/peka. Dan ada 3 tipe kenapa orang bisa menjadi insensitif atau tidak peka terhadap kondisi orang lain disekitarnya.

Tipe 1

Orang yang memang benar – benar tidak bermaksud untuk menjadi insensitif, tapi secara tidak sengaja menyinggung perasaan orang lain. Contoh, ini contoh yang paling sering saya temui. Seorang perempuan (misal si A) menceritakan tentang kondisi atau kejadian – kejadian yang dia alami bersama suaminya. Dan dia menceritakannya di hadapan teman perempuannya yang lain (misal si B) yang belum juga menikah walaupun usia sudah sangat cukup. Si A sebenarnya sama sekali tidak bermaksud untuk insensitif atau tidak peka terhadap kondisi si B yang sedang “menanti”, dengan menceritakan cerita – cerita tentang suaminya. Tapi itu hal hampir tidak bisa dihindari, karena sehari – hari si A memang hidup bersama suaminya,dan kejadian apapun yang dia alami hampir pasti berhubungan dengan suaminya. Oleh karena itu, walaupun si A sebenarnya hanya sekedar menceritakan kejadian yang dia alami tanpa bermaksud menyinggung soal pasangan hidup, tapi tanpa sengaja dia tetap menyebut – nyebut suaminya dihadapan si B.

Tipe 2

Orang yang sebenarnya tidak bermaksud untuk menjadi insensitif, tapi kondisi atau situasi yang sedang dialaminya terkadang membuat dia menjadi tidak peka terhadap kondisi orang lain di sekitarnya. Contoh, ini contoh yang paling sering saya alami. Seorang perempuan (misal si A) dia baru saja dinyatakan positif hamil oleh dokter. Dan sangking gembiranya dia dengan kondisinya, seluruh pikirannya terkonsentrasi pada hal itu. Sehingga apa yang dibicarakannya sehari – hari pun tidak jauh dari topik itu, karena hanya itu yang ada dalam pikirannya. Dan sangking gembiranya pula dia terus menerus menceritakan seputar kehamilannya pada teman nya (misal si B). Padahal si B ini adalah seorang istri yang sudah cukup lama menikah tapi belum juga dikaruniai seorang anak. Si A mungkin tidak bermaksud untuk insensitif dengan terus menceritakan kehamilannya pada si B, tapi karena hampir seluruh pikirannya terkonsentrasi pada hal itu, dan semua lintasan dalam kepalanya selalu tentang hal itu, maka yang keluar dan menjadi bahan perbincangannya dengan si B yah hanya seputar itu. Dan dia lupa bahwa somehow, semua yang dia ceritakan seputar kehamilannya telah sedikit menyinggung perasaan si B.

Tipe 3
Orang yang memang benar – benar tidak sensitif, dan tidak peka terhadap kondisi orang lain. Yang dia pikirkan hanya dirinya sendiri, apa yang dia alami, apa yang dia rasakan tanpa pernah memikirkan orang lain yang ada di sekitarnya. Ini yang ga bener. Udah ga usah dibahas deh.

Wednesday, November 01, 2006

Risalah Hati

“Adeuu .. meni mesra euy … meni pake sayang – sayangan segala. Terus kemana – mana teh gandengan tangan.“

Tidak ada komentar yang terlontar dari mulut saya. Hanya sekedar lirikan dan senyuman. Mungkin itu yang orang lihat sekarang, seandainya mereka tahu apa yang sudah saya lalui beberapa bulan kebelakang sebelum Allah mempertemukan saya dengan belahan hati.

Bagi kami, saya dan suami saya, cinta bukanlah perasaan picisan yang mudah sekali diumbar kepada setiap orang, itulah yang kami pahami. Cinta yang kami rasakan saat ini diawali dengan perjalanan panjang. Perjalanan panjang menjaga kehormatan dalam keimanan, memelihara kesabaran, dan mengasah keikhlasan. Sampai akhirnya Allah pertemukan kami, dalam ridha-Nya, semoga.

Bohong kalau saya bilang bahwa sebelumnya tidak pernah terbersit keinginan untuk mengambil jalan pintas. Apalagi ketika kesempatan ada di depan mata, yang perlu saya lakukan hanyalah memanfaatkannya. Mengikuti hawa nafsu, membebaskan hati, membiarkannya menari – nari tanpa terkendali. Tapi bukan itu yang saya mau, yang saya mau adalah cinta yang suci, yang saya dapatkan tanpa harus mempertaruhkan keimanan. Segala puji bagi Allah yang memelihara kami, sampai akhirnya Allah mempertemukan saya dan suami saya.

Mesra, mungkin itu yang orang lihat sekarang. Dan semoga, itu pula yang orang lihat dari kami selama berpuluh – puluh tahun mendatang. Saling mencintai hanya karena Allah semata. Karena dengan niat itu lah kami mengawali perjalanan cinta ini.

Bohong kalau saya bilang tidak pernah ada ujian atas cinta ini. Hanya yang berhenti bernafas sajalah yang berhenti diuji. Setahun sudah perjalanan cinta kami, dan rasanya semua sudah kami lalui. Canda, senyum, tawa, sedih, tangis, bahkan amarah. Tapi semua itu kami lalui dengan terus mengingat bahwa kami benar – benar saling mencintai. Saya mencintai suami saya walaupun semua kekurangan nya ada di hadapan mata saya, walaupun semua kesedihan dan kekesalan yang dia hadirkan di hati ini dengan tanpa sengaja. Dan saya yakin, begitu juga dengan dia.

Kami sudah dipertemukan oleh Allah, dan Allah lah yang sudah menganugrahi cinta ini. Dengan mengingat Allah lah kami memelihara cinta ini. Bagi kami, saya dan suami saya, cinta bukanlah perasaan picisan yang mudah sekali diumbar kepada setiap orang, itulah yang kami pahami. Kami mengawali perjalanan cinta ini dengan penuh kesadaran, bahwa ketika cinta hadir, maka beban dan tanggung jawab pun turut hadir bersamanya. Tidak seperti cinta – cinta dalam novel murahan yang selalu indah dan berakhir bahagia. Ada tanggung jawab yang hadir bersama cinta, tanggung jawab dihadapan Sang pemberi cinta, Allah SWT.

Surat Cinta Bagi Para Pejuang

Ketika perjalanan da’wah kita mengalami rintangan maka berbahagialah, karena itu menandakan bahwa insya Allah kita memang berada di jalannya para Rasul dan salafush shalih. Ujian, rintangan, dan kendala memang sunnatullah da’wah. Kesulitan memang tidak akan bisa dihindarkan dari jalan da’wah dan para da’i nya.

Bagaimana cara kita mengatasi kesulitan, itulah yang cermin dari keimanan dan pemahaman kita. Jika kita memiliki pemahaman yang kuat, syumul dan tidak tergoyahkan, maka sejak awal seharusnya kita memahami bahwa ketika kaki kita menapak di jalan da’wah maka ketika itulah kesulitan menjelang dihadapan kita. Pemahaman seperti itu akan membuat kita bersiap siaga. Dan tidak kemudian patah arang dengan kesulitan yang menghadang.

“Saya sudah tidak berselera lagi”
Kalimat itu rasanya naif sekali untuk dijadikan sebuah alasan pengunduran diri dari sebuah amanah da’wah. Memangnya sejak kapan da’wah menyesuaikan diri dengan selera kita ? Memangnya sejak kapan da’wah memiliki kaitan dengan selera kita ?

Ikhwah fillah, sesulit apapun rintangan yang kita hadapi, baik dalam perjalanan da’wah kita di sini, maupun dalam perjalanan da’wah secara keseluruhan, saya yakin kesulitan itu belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh para Rasul terdahulu, bahkan belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh generasi sahabat setelah itu. Kalaulah kesulitan ini sudah membuat kita “kehilangan selera”, maka layakkah kita menyebut diri kita sendiri da’i?

Perjalanan da’wah tidak akan pernah berhenti, karena Allah yang menjamin keberlangsungannya. Sekarang pilihan ada pada kita, apakah kita akan ikut berjalan bersamanya walau dengan langkah tertatih sekalipun, atau kita memilih untuk menjadi orang biasa saja yang menonton pertandingan dari luar pagar.

Semoga rahmat dan hidayah Allah menaungi kita semua agar langkah kaki kita tidak akan berhenti sampai di sini. Langkah kaki kita tidak akan berhenti baik sekarang maupun nanti, sampai akhirnya nyawa terpisah dari raga ini.
Teruntuk mujahidah - mujahidah seperjuangan, mari terus melangkah ...

Monday, October 30, 2006

Kebahagiaan

Perasaan sayang yang kita miliki terhadap orang lain, entah itu orang tua, suami, anak, sahabat, atau siapa pun, membuat kita ingin selalu membahagiakan mereka. Rasanya ingin selalu bisa menghadirkan senyuman di wajah mereka.
Sayang nya diri ini begitu lemah, dan begitu banyak kekhilafan. Ada begitu banyak harapan mereka, orang - orang yang mencintai kita, yang rasanya tidak mampu kita wujudkan. Ada begitu banyak kelemahan dan kekhilafan kita yang terkadang menorehkan kesedihan di hati mereka.
Seandainya mereka tahu, bahwa hati kita hancur saat mereka meneteskan air mata karena kita. Seandainya mereka tahu, bahwa hati kita tersayat ketika mereka tersakiti, seandainya mereka tahu bahwa kita lah orang pertama yang meneteskan air mata ketika mereka bersedih.
Subhanallah, memang diri ini begitu lemah. Hanya mampu mengangkat kedua tangan, hanya mampu melantunkan seuntai do'a kepada Yang Maha Pemilik segala sesuatu.
Ya Allah, berikanlah hiburan untuk kesedihan mereka dan berikanlah pengganti yang jauh lebih baik bagi mereka untuk semua harapan mereka yang belum mampu hamba wujudkan.
To every one in my mind right now, May Allah shower you with His love, for the love that you shower me ...

Tertatih ...

Dan tertatih menjalani .. segala kehendak-Mu ya Rabbi ...
Ku berserah .. ku berpasrah .. Hanya pada-Mu ya Rabbi ..

The previous song lyrics might be the most appropriate description of how I feel now.
Tertatih …

I do belive that Allah has created the best path of life for every one of us. And I do believe that Allah is the mercyfull and He won’t abandon us. But I’m sure that every one must have their momments, when they felt a little bit tired or a little bit confused of what they are facing in life.

The gap between our hope and reality, the difference between what we expect and what God has given us, our life planning that sometimes don’t get inline with things that happened in our life, things that happened in our life that we could not comprehend, all of that must have decrease our patience somehow.

Tertatih …
I guess that’s the right word. Regardless all the tiredness, all the sadness, we still have to walk on the path of life that God has created. Still have to hold on to our faith, that somehow,someway, this is the best path of life for us. Still have to belive that tears are not forever, that the morning sun will always smile at us after a frighten dark, that the rainbow will comes after rain.

With all the faith, all the strength, and all the patience I have left, I wish I could still see all the things in life from an entire point of view, from all side. Including the bright side .. :-)

Friday, September 15, 2006

my birthday

My first birthday as a married woman, as a wife ...

Banyak sekali kejutan. Kejutan dari ibu, bapak, dari kakak dan adik, my friends, dan untuk pertama kali nya menerima kejutan dari suami tersayang juga dari ibu mertua.

Banyak sekali yang patut disyukuri. Allah sudah memberikan begitu banyak nikmat. Dari tahun ke tahun selalu ada yang baru.

Banyak sekali yang hilang. Waktu terus berjalan, tapi belum banyak yang bisa dihasilkan. Belum banyak prestasi yang sudah dicapai. Baik itu prestasi utk diri sendiri, prestasi utk ummat, dan sekarang, prestasi utk keluarga baru yg sedang dirintis. Ada planning - planning yang dihadang kegagalan, ada langkah - langkah yang belum dirumuskan, dan masih ada kebekuan dan kemalasan yang masih belum juga terpecahkan.

Semoga menjadi lebih baik di tahun mendatang ... (ayo dong upi .......)

Tuesday, July 18, 2006

kehidupan

Kehidupan adalah rangkaian dari persimpangan jalan dan pilihan
Kehidupan adalah rangkaian dari keputusan yang kita buat

Dan semoga ...

Kehidupan juga merupakan rangkaian dari keistiqomahan
Rangkaian dari kesabaran dan keteguhan
Rangkaian dari curahan rahmat dan hidayah Allah yang selalu menaungi

Sehingga Allah selalu meridhoi keputusan kita
Allah selalu mengiringi pilihan kita
Dan semoga Allah selalu menyertai setiap langkah kita

Amiin ya Rabbal 'alamin

Sunday, June 18, 2006

Mengapa Saya Bahagia ...

Tulisan di bawah ini dikutip dari tulisan yang ditulis oleh Ibu Della Y. A. T. Saya yakin beliau tidak keberatan jika saya publish disini. Semoga dapat diambil hikmah nya, terutama bagi teman - teman yang mungkin sedang mengalami dilema yang sama. Tulisan ini juga merupakan suatu bentuk penjabaran mengapa saya mengganti "mimpi - mimpi" saya sebelum menikah dengan "mimpi - mimpi baru " setelah menikah .

----------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan Hati : Mengapa Saya Bahagia


Aku berusaha tahu apa yang aku mau dan aku mau kamu juga tahu sayangku.
Saya lanjutkan catatan ini dengan menekankan perlunya setiap diri, baik calon istri dan calon suami untuk senantiasa berusaha mengetahui apa-apa yang menjadi recana hidupnya di kemudian hari. Ikhtiar untuk mengenali diri kita, kelemahan dan kekuatan, serta rencana-rencana ke depan yang telah kita susun sebelum bertemu, merupakan titik awal komunikasi calon suami istri yang sangat penting. Disinilah kita belajar hal-hal yang dianggap penting oleh calon pasangan kita masing-masing. Mengingat bahwa suami akan menjadi kepala rumah tangga, dan secara Islam tanggung jawab seorang perempuan berpindah dari tangan ayahnya ke suaminya, kemampuan untuk mendefinisikan, membagi, dan menyelaraskan rencana kehidupan ke depan menjadi sagat penting bagi perempuan. Sayangnya, hal ini pulalah yang seringkali luput dari perhatian ketika akan atau telah menikah. Ada yang berpikiran, sebagai istri ketaatan kepada suami (setelah ketaatan kepada Allah) adalah yang utama, maka cukuplah bagi saya berkhidmat atas keputusan suami. Ada pula yang berfikir bahwa insya Allah, (calon) suami saya orang sholeh, tentu dia tidak akan berbuat dzalim terhadap istrinya. Ada juga yang tidak ingin memberatkan dan menyusahkan suaminya…
Itu semua betul saudariku, tapi itu semua juga tidak menghilangkan pentingnya kita mengkomunikasikan rencana kita atas diri kita selama ini. Rencana2 yang kita bagi bukan untuk menyusahkan suami, tapi justru untuk memenuhi haknya agar dia menjadi pemimpin yang adil. Ayah dan ibu kita, mengenal kita sejak kita lahir, tentu mereka tahu apa yang membuat kita bahagia dan apa yang membuat kita sedih, apa yang membuat kita bersemangat dan apa yang membuat kita lesu dan kehilangan gairah. (Calon) suami kita pun perlu dan berhak tahu. Mengapa? karena dia berhak dan perlu mengenal kita seutuhnya, apa adanya, yang dengan pengetahuan itu dia menjadi pengambil keputusan yang adil atas urusan-urusan kita. Tentu, rencana-rencana tadi bukan untuk kita paksakan setelah kita berumah tangga, tapi untuk kita selaraskan dengan rencana-rencana pasangan kita.
Wahai suami, berusahalah untuk tahu rencana-rencana hidup istrimu, terutama sebelum dia bertemu dan menikah denganmu. Sekian tahun umur istrimu dia habiskan sendiri dengan segala rencana, perjuangan, dan aktualisasi diri. Itulah yang menjadikan dirinya sebagaimana kamu melihatnya ketika akan menikah. Jangan sampai kelalaian para suami untuk mencari tahu hal-hal yang menjadi semangat dan kebahagian istri sebelum menikah, menjadikan masalah dalam rumah tangga di kemudian hari. Banyak masalah perempuan setelah menikah terkait dengan isu mendasar ini. Dimana tanpa disadari seorang istri atau seorang ibu kehilangan gairah dan semangat hidupnya dari hari ke hari.
Inilah pilihanku, insya Allah ini yang terbaik buat keluarga kami saat ini
Setelah kita awali komunikasi dalam rumah tangga dengan berbagi harapan dan rencana hidup kita, saatnya bagi kita untuk menyelaraskan itu semua dan menyusun rencana bersama. Kehidupan rumah tangga tentu sesuatu yang sangat baru bagi kita berdua. Sesuatu yang baru ini tentu menuntut penyesuaian atas segala harapan, rencana, dan kebiasaan kita selama ini.
Satu hal penting yang seringkali terlupa adalah hendaknya setiap diri (baik istri maupun suami) bisa mengatakan: “inilah pilihan saya, insya Allah inilah yang terbaik untuk keluarga kami saat ini”. Kemampuan untuk mengatakan kalimat ini sangat penting, ini menunjukkan bahwa apa yang kita jalani adalah pilihan kita atas ikhtiar manusiawi kita membuat rencana kehidupan rumah tangga. Disini pentingnya kita sama-sama mnegenali diri, sehingga pilihan ini bisa mengakomodasi rencana-rencan diri. Jadi hidup berumah tangga bukan hanya didasarkan pada “kepasrahan” atas apa yang ada di depan mata, tapi lebih kepada “keridhoan” atas apa yang akan kita jalani.
Dengan kemampuan ini, perempuan yang semula aktif di luar rumah tidak akan merasa sedih jika keaktifannya hanya di rumah saja dan memfokuskan pada mengurus suami, anak, dan keluarga jika memang itu yang paling baik untuk keluarga itu pada saat itu. Atau jika pilihan kita berbeda, misalnya kita memilih untuk tetap beraktivitas (entah itu sekolah, dakwah, atau bekerja), kita bersabar akan kondisi yang kita hadapi…
Intinya adalah, dengan menyadari bahwa keputusan ini adalah pilihan yang kita ambil, insya Allah kita akan percaya diri menjalani pilihan hidup kita saat itu. Pilihan kita mungkin sama dan juga mungkin tidak sama dengan orang lain, tapi insya Allah pilihan itu yang lebih baik bagi kita saat itu. Mengapa saat itu? Ya, karena pilihan-pilihan kita bisa berubah bergantung kondisi rumah tangga. Punya anak kecil yang sedang menyusui, tentu berbeda dengan pilihan aktivitas ketika anak sudah mulai besar, misalnya. Satu hal yang tidak pernah berubah adalah visi dan rencana jangka panjang keluarga ini, sesuatu yang membuat kita berdua sama-sama bersemangat mengayuh bahteranya.

Monday, June 05, 2006

satu lagi tentang .... Cinta

Ingin rasanya saya berbagi dengan banyak orang tentang cinta. Walaupun saya bukan orang yang sangat faham tentang cinta, tapi setidaknya saya bisa berbagi apa yang saya rasakan.

Cinta itu adalah anugrah dari Allah. Anugrah yang Allah berikan sebagai hadiah bagi orang – orang yang bersabar, orang – orang yang menjaga kehormatan dirinya dan berpegang teguh pada syari’at Nya.

Karena cinta adalah anugrah dari Allah, maka tak perlu dipertanyakan lagi ketulusannya. Karena cinta anugrah, maka rasa sayang hadir dengan sendirinya sebagai turunan dari rasa cinta. Karena cinta anugrah dari Allah maka air mata akan menetes dengan sendirinya ketika melihat kesedihan orang yang kita cintai. Karena ia anugrah, maka senyuman akan mengembang dengan sendirinya ketika melihat kebahagiaan orang yang kita cintai. Karena cinta adalah anugrah dari Allah, maka kita akan mudah bersabar dari "gangguan" orang yang kita cintai. Karena cinta adalah anugrah dari Allah, maka ia akan selalu terasa menyejukan, menenangkan dan menggairahkan.

Dengan cinta itu, akan ada dorongan tersendiri bagi kita untuk melakukan semua kebaikan demi kebahagiaan orang yang kita cintai. Karena kita tahu, kalaupun kebaikan itu tak berbalas, maka Sang Pemilik cinta lah yang akan membalasnya. Dengan cinta itu, kita akan terdorong untuk selalu memelihara dan merawat orang yang kita cintai agar selalu berada dalam lingkaran kebaikan. Karena kita tahu, ketika kita melakukan hal itu, kita akan dicintai oleh dia dan Dia sekaligus. Dengan cinta itu, kita akan mencintai setulus hati tanpa melupakan cinta kepada Sang Pemilik cinta. Karena ketika kita mencintai setulus hati maka pada saat yang sama bertambah pula kecintaan kita kepadaNya. Dengan cinta itu, kita akan mudah untuk terus bersabar, menerima orang yang kita cintai apa adanya, mengerahkan semua upaya untuk memelihara cinta itu, dan membantu orang yang kita cintai untuk berkembang menjadi orang yang lebih baik. Karena hanya surga lah yang ada di mata kita ketika kita melakukan semua itu.

Untuk semua orang yang telah berjalan terlalu jauh dari Allah demi mengejar cinta, kembalilah .. karena Allah selalu punya cinta untuk menerima kita yang bergelimang dosa.
Cinta sejati hanya ada pada kening yang bersujud dan jiwa yang pasrah ...

Wednesday, May 31, 2006

Cinta

Cinta ... kenapa mudah sekali orang bilang cinta. Apakah mereka benar - benar memahami apa itu yg dinamakan cinta ? Menginginkan seseorang atas nama cinta dengan mengorbankan sekian banyak orang disekelilingnya yang benar - benar mencintainya, apa itu yang dinamakan cinta ? Keinginan memuaskan nafsu syahwat dengan mengorbankan Sang Pemilik Cinta yang telah melimpahkan begitu banyak rahmat-Nya, apa itu yang dinamakan cinta ? Menempatkan cinta untuk seseorang di atas cinta kepada Nya, dan melupakan bahwa akan datang hari pembalasan dari Nya, apa itu yang dinamakan cinta ? Membingkai cinta dengan mengatasnamakan cinta kepada Nya padahal pada saat yang sama tengah menginjak injak syari'at Nya, apa itu yang dinamakan cinta ?

Kenapa banyak sekali orang yang rela mengorbankan banyak hal untuk memuaskan nafsu sesaat yang dinamakan cinta. Apakah mereka benar - benar menyadari akan segala konsekuensi nya ?

Tiba - tiba saya merasa sangat muak dengan kata "cinta" ...

Monday, May 29, 2006

Yang Tertahan Darimu

Sesungguhnya, jika Allah menahanmu dari mendapatkan sesuatu, itu bukanlah karena Dia bakhil, khawatir kehilangan perbendaharaan-Nya, atau menyembunyikan hak mu. Akan tetapi itu adalah karena Dia ingin kamu kembali kepada-Nya. Dia ingin memuliakan mu dengan tunduk pasrah kepada-Nya, menjadikanmu kaya dengan faqir kepada-Nya, memaksamu untuk bersimpuh di hadapan-Nya, menjadikanmu dapat merasakan manisnya ketundukan dan kefakiran kepada-Nya setelah merasakan pahitnya terhalang dari sesuatu.
Supaya kamu memakai perhiasan 'ubudiyah (ibadah), menempatkanmu di kedudukan yang tertinggi setelah kedudukanmu dicopot, supaya kamu dapat menyaksikan hikmah-Nya dalah qudrah (ketetapan)Nya, merasakan rahmat Nya dalam keperkasaan Nya, merasakan kebaikan dan kelembutan Nya dalam paksaan Nya, dan bahwa sebenarnya tidak memberinya adalah pemberian, pencopotan dari Nya adalah penguasaan, hukuman dari Nya adalah pengajaran, ujian dari Nya adalah pemberian dan kecintaan, dikuasakannya musuh - musuh mu atasmu adalah yang akan menggiringmu kepada Nya.
Dikutip dari buku : Penawar Lelah Pengemban Da'wah, Dr. Abdullah Azzam
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Biarkan saja air mata kita menetes untuk setiap rasa sedih atau kecewa atas harapan - harapan kita yang belum terkabul dan atas semua yang tertahan dari kita. Tapi pada saat yang sama, kembalilah mendekat pada Nya, menengadahkan tangan dan mengharap rahmat Nya, dan melantunkan do'a semoga Allah memberikan yang terbaik dan menguatkan kesabaran hati - hati kita.

Tuesday, May 23, 2006

Jadi Satu

Rasanya banyak sekali yang ingin dituangkan di sini. Semua keluh kesah, kemarahan, kesedihan, hikmah dan pelajaran, dan banyak lagi ....

Tapi sulit sekali mengontrol emosi. Rasanya sulit sekali untuk menulis tanpa menghakimi. Rasanya sulit sekali untuk menulis tanpa meneteskan air mata. Sulit sekali untuk terus menerus mengingatkan diri ini, bahwa Allah pasti punya rencana terbaik dibalik semua ini. Bahwa semua ini akan membawa hikmah dan kesabaran yang ditempa akan berbuah manis. Sulit sekali ... Semua kemarahan, kesedihan, kegelisahan, bercampur aduk jadi satu ...

Saturday, May 20, 2006

do'a kami ...

Allahu Rabbi ..
Aku bersimpuh di hadapan Mu
Dengan segala kerendahan
Dengan segala kelemahanku
Memohon kepadaMu, mudahkanlah urusan - urusan kami

Allahu Rabbi ...
Tidak ada keraguan dalam hati kami
Akan kuasa, kasih sayang dan rahmatMu
Karena itu kami berdo’a
Bukakanlah pintu kemudahan untuk kami.

Allahu Rabbi ...
Engkau lah yang Maha Mengetahui
Jika ini baik bagi kami, maka bukakanlah pintu kemudahan
Jika ini buruk bagi kami, maka jauhkanlah ia dari kami
Dan jangan biarkan kami bersedih karenanya.

Allahu Rabbi ...
Aku pun memohon kepadaMu
Jangan pernah tinggalkan Kami,
Karena tidak ada lagi yg kami miliki
Jika kami tidak memiliki Mu

Sunday, May 14, 2006

Tetaplah Tersenyum, Palestina ...


Tulisan ini diambil dari sini


Suara tangis bayi melengking dari sebuah kamar, dekapan hangat dada sang ibu tak mampu membuatnya nyaman. Semakin keras tangis itu terdengar, seiring runtuhnya dinding ruang tamu rumah tak berpagar itu. Keras, begitu keras tangis itu terdengar mengalahkan dentuman mortir yang terus menerus menderu jalur terpanas di Timur Tengah itu. Sebuah rumah, tak lagi layak berpredikat rumah. Seluruh kaca hancur, dinding pun runtuh, pintu tak lagi berdaun, jendela pun tak lagi membingkai.
Namun suara itu masih saja terdengar, tangis bayi yang didekap ibunya seolah mengikuti irama desingan peluru serdadu Israel yang terus memberondong rumah-rumah tak bersenjata. Yang dicari adalah para pejuang, yang diberondong justru anak-anak dan wanita. Betapa pengecutnya mereka. Yang diincar adalah para pelembar batu, namun yang terbidik adalah mereka yang tak bersenjata. Sungguh tak bernyali para serdadu itu.
Tangis anak itu, kini tak hanya terdengar dari balik kamar yang sebagian rumahnya sudah hancur itu. Di seberang rumah yang jauh lebih hancur, suara tangis lainnya pun terdengar. Di sudut kiri beberapa blok dari rumah yang lebih hancur itu, tangis lainnya tak kalah kuatnya. Jauh dari rumah-rumah yang hancur oleh bombardir mortir dan peluru pasukan Israel itu, ribuan tangis pun terdengar. Kali ini beragam, tak hanya bayi-bayi, bahkan anak-anak dan tangis wanita pun membelah awan kelabu negeri Palestina.
Hari ini, satu persatu tangis itu mereda. Bukan karena peluru dan mortir Israel berhenti, tak juga lantaran serdadu-serdadu kejam itu tak lagi mengarahkan moncong senjatanya ke rumah-rumah mereka. Bayi-bayi Palestina penerus negeri suci itu kehabisan air mata, tak lagi bertenaga untuk sekadar menangis. Seluruh energi yang dipunya telah habis, seiring dengan habisnya persediaan makanan di rumah itu. Amerika dan Eropa mengembargo negeri para pejuang itu, sehingga tak sedikit pun bantuan makanan dan keuangan bisa masuk ke Palestina. Satu persatu, tangis mereda, satu persatu bocah-bocah kecil tak berdosa itu menggelepar tak berenergi. Satu persatu mereka menyusul Ayah, Paman, Saudara dan Abang-Abang mereka yang bertarung berbekal batu di tangan melawan senjatan mesin. Satu per satu, mereka pun pergi...
Esok, boleh jadi tangis-tangis itu semakin tak terdengar... Lusa, mungkin tlah hilang...
Tak tergerakkah hati ini menyaksikan episode kelam sebuah bangsa yang kini berada di ujung kehancuran? Masihkah kita berdiam diri tatkala menonton tayangan menyedihkan ini di layar kaca? Sebuah negeri plihan Allah terancam musnah tanpa kita bisa berbuat apa pun, bahkan sekadar melantunkan sebait doa untuk mereka.
Semestinya kita tak diam, seharusnya kita bergerak. Tangan-tangan kita masih mampu berbuat, semampu dan sekuat yang kita bisa. Mungkin kita takkan ikut berperang di negeri itu, tak turut memasang dada untuk menjadi sasaran tembak tentara Israel, tak serta menjadi tameng hidup roket yang meluncur deras ke arah pemukiman muslim. Dengan harta yang kita punya, dengan doa yang terus menerus kita pinta kepada Allah. Agar mereka, saudara-saudara kita di Palestina tetap tersenyum.
Mari bantu Palestina, dan sampaikanlah kalimat ini untuk mereka, "Tetaplah tersenyum Palestina, karena kami membantumu" (Bayu Gawtama)
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam saling mencintai, menyayangi dan bertolong-tolongan di kalangan mereka, umpama satu tubuh, apabila sakit satu anggota tubuhnya akan terasa pula anggota yang lain sehingga tidak dapat tidur malam dan demam” HR. Bukhari dan Muslim
Kerjasama Eramuslim dan Aksi Cepat TanggapRekening :
BSM Warung Buncit No. 0030124084 a.n. Eramuslim - ACT
BCA Megamall Ciputat No. 6760303028 a.n. Aksi Cepat Tanggap - Eramuslim

Thursday, May 11, 2006

another side of me


It’s just a simple personality test which is depend on our answer to some questions. It could be right, but it also could be wrong. It can help you to discover your own personality, but it can also give you a misleading information. Because if you’re not sure about the answers to the question presented on the test, you might be analyzed to have a completely different personality than your own. But if you answer all the question carefully, and think carefully before answering them, the test can help you to discover a few things about yourself.
And for me, there are some analysis which, I think, are right on the test, and those things help me to get to know about myself. But there are also few things that I disagree. But still, they are helpful for me, so that I can be aware of some symptoms on my personality. I have take the test twice, and the result came out to be the same.

Monday, May 08, 2006

kemenangan sejati

Ketika kau masih bertemu pagi
Dan kau putuskan untuk berdiri,
Berjuang dengan hati
Di Jalan Illahi

Maka saat itu,
Kau telah mengakhiri hari
Dengan satu lagi kemenangan sejati

Tuesday, May 02, 2006

Kacamata Iman

Mungkin kita bisa stress, membayangkan bagaimana kondisi ummat Islam persis seperti yang pernah Rasulullah gambarkan, bagai buih di lautan. Banyak tapi tidak bermakna, atau tidak memiliki kekuatan sama sekali. Atau seperti hidangan di meja, diperbutkan ke sana kemari. Mungkin kita bisa stress, membaca berita - berita tentang bagaimana rapihnya musuh - musuh Islam berusaha untuk menghancurkan ummat Islam. Bagaimana Amerika menyusun dengan rapih strategi untuk menyerang ummat Islam dengan isu terorisme. Isu terorisme yang memberikan legitimasi untuknya dalam membangun basis pertahanan seluas 80 kali lapangan sepakbola di Irak. Isu terorisme yang memberikan legitimasi untuknya dalam menangkapi para ulama - ulama dan memberantas gerakan Islam di seluruh antero bumi.

Memahami itu semua tanpa diimbangi dengan keyakinan kepada Allah pasti akan membuat kita stress, putus asa dan pesisimis. Atau mungkin juga akan membuat kita menjadi apatis. Tidak peduli dengan apapun yang akan menimpa ummat Islam, yang penting kita selamat, yang penting kita hidup tenang dan senang.

Tapi jika kita memandang semua permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam dengan kacamata iman, maka akan lain ceritanya ...

Friday, April 28, 2006

masak (edisi curhat)

Sebenernya saya bukan tipe wanita pada umumnya yang hoby masak. Dan (mohon jangan ditiru) saya juga sebenarnya kurang pandai dalam hal masak memasak. Karena biasanya dirumah selalu ada ibu, nenek, atau kakak perempuan saya yang biasa memasak. Tapi semenjak menikah, saya dihadapkan kepada kewajiban baru yaitu memasak. Subahanllah ... lumayan repot juga. Apalagi setelah menikah langsung ada dua orang anak yang juga harus dibuatkan makanan (maksudnya dua orang adik - adik saya yang ada di rumah :-D).
Awal - awal sih panik, berhubung memang tidak terbiasa memasak. Pagi - pagi sebelum ke kantor harus menyiapkan sarapan, kemudian ke warung untuk belanja, kemudian masak untuk makan siang dan malam, baru berangkat. Alhasil, hampir setiap hari datang telat :-D Belum lagi keterbatasan menu menambah kepanikan dalam kegiatan masak memasak. Ma'lum, perbendaharaan menu yang bisa saya masak masih sedikit, jadi kadang bingung mau masak apa.
Dan terkadang patah hati juga ketika masakan yang sudah dimasak dengan susah payah, bersimbah peluh dan keringat, ternyata hasil nya kurang memuaskan dan tidak ada yang memiliki keberanian untuk memakannya :-(
Walaupun memasak sebenarnya bukanlah kewajiban seorang istri, walaupun memasak kadang melelahkan dan ada perasaan malas untuk memasak, walaupun keterbatasan menu tetap menjadi kendala, walaupun tetap terjadi kegiatan uji coba di dapur saya, tapi alhamdulillah, lama kelamaan, saya mulai menikmati juga kegiatan masak memasak ini.
Dan alhamdulillah juga saya punya suami yang pengertian. Sangat mengerti bahwa dia menikahi seorang perempuan yang tidak terbiasa memasak. Hampir tidak pernah saya mendengar beliau mengeluh soal makanan. Walaupun saya sudah mulai bisa membaca pikirannya. Kalau beliau bilang "enak" berarti memang masakannya enak. Tapi kalau beliau bilang " yaaaah... lumayan", berarti masakannya terlalu asin, terlalu asem, atau bumbunya ga pas :-D

kampus dan masyarakat

Dulu waktu di kampus, saya sering merasa bahwa berda'wah di kalangan temen - temen kuliah jauh lebih mudah dibandingkan berda'wah di kalangan masyarakat umum yang relatif lebih heterogen. Tapi ternyata setelah lulus dari kampus dan bergabung dengan masyarakat luas, ada juga saat - saat dimana saya merasa berda'wah di kalangan masyarakat itu lebih mudah dibandingkan dengan berda'wah waktu di kampus dulu.
Sebenarnya kalau dilihat dari kacamata yang objektif, berda'wah dimanapun tetap ada tantangannya tersendiri. Ada ujiannya sendiri, dan juga ada peluangnnya sendiri. Sunnatullah da'wah memang harus ada ujian dan kesulitan, dimanapun medan da'wah yang digeluti. Tapi janji Allah pun suatu hal yang pasti, bahwa Allah akan memberikan pertolongan-Nya dan bahwa kemenangan Islam itu sebuah keniscayaan yang pasti.
Semua tergantung dari sejauh mana kita menyempurnakan ikhtiar kita dengan melakukan da'wah yang terencana dan tersistematis sesuai sunnah, mengenali medan da'wah kita dengan memetakan peluang dan tantangan, dan, yang penting, menyempurnakan kesabaran kita untuk tetap istiqomah di jalan da'wahNya.
semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang - orang yang istiqomah ...

Tuesday, April 18, 2006

memang tidak mudah


Tulisan ini di copy dari blog teh riska (punten yah teh, ga bilang - bilang )
Beristri / bersuami seorang kader dakwah bukan perkara yang mudah. Hak-hak sebagai suami atau istri sebagian akan `terampas`. Ada umat yang harus diurus, ada waktu yang terbagi, ada konsentrasi yang harus terpecah, ada urusan yang harus dituntaskan, dll. Jika ada salah satu yang tidak paham, barangkali pertengkaran-pertengkaran akan menghiasi rumahtangga tersebut. Tapi jika dua-duanya adalah kader dakwah, maka keduanya akan belajar bersabar. Mungkin pahit, mungkin getir, mungkin ada banyak persoalan yang menarik - narik urat saraf karena sangat menuntut kesabaran dan saling memahami, tapi semuanya terasa indah karena satunya tujuan dan cita-cita. Bahwa hak-hak itu tidak dirampas, melainkan disimpan sementara untuk kemudian dinikmati bersama di jannahNya.
ternyata memang tidak mudah ...

Monday, April 17, 2006

Tidak Boleh Kalah dan Menyerah

Hampir selalu ada air mata yg menetes ketika mendengar cerita-ceritanya. Mendengar kisah - kisah perjuangannya. Semua keterbatasan dalam hidup sepertinya tidak pernah membuat pria itu menyerah dan berhenti melangkah. Terbukti hari ini dia sudah mencapai suatu kondisi yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Walaupun sudah beberapa kali saya mendengar cerita yang sama, tapi setiap kali cerita itu membawa pencerahan tersendiri. Cerita tentang pengalamannya menjadi kenek di angkutan umum. Cerita tetang semua keterbatasan yang dialaminya yang tidak pernah menyurutkan langkahnya untuk meneruskan kuliah. Cerita tentang semangat, optimisme, kerja keras, ikhlas dan tawakkal. Hampir semua ceritanya diakhiri dengan sebuah kalimat, " Allah itu maha adil pi .. "
Iya memang, kalau saja kita mau merenung sejenak, berpikir dengan pikiran yang jernih, dan merasakan dengan hati yang lapang, maka kita akan bisa memahami bahwa semua skenario hidup yang Allah tuliskan utk semua insan tidak akan pernah mendzholimi. Allah maha adil. Dibalik semua kesulitan yang kita hadapi, Allah sudah siapkan hadiah berupa kemudahan - kemudahan untuk banyak hal. Dibalik semua tetesan air mata yang disertai tawakkal kepada Allah, Allah sudah siapkan hiburan yang akan membuat kita tersenyum lebar. Dibalik penantian kita akan harapan - harapan dan do'a yang belum terkabul, Allah sudah siapkan planning yang sempurna yang akan diwujudkan-Nya pada saat yang tepat.
Allah memang maha adil. Hanya ketidak-sabaran dan ketidak-ikhlasan kita saja yang terkadang membuat kita sulit untuk memahaminya. Hanya satu kalimat yang selalu diucapkan oleh pria itu setiap kali beliau menghadapi kesulitan, "Seorang pahlawan itu boleh salah karena keterbatasan pemahamannya, tapi dia tidak boleh kalah dan menyerah .. "
Semoga Allah merahmati hati yang lapang agar senantiasa mampu merasakan kasih - sayangNya.
sebuah tausiyah di penghujung malam ...

Monday, March 13, 2006

should I just stop ?

Although there're so many wisdom of words telling me that I should be patient and persistent. That I should always keep hoping that all my wishes will come true. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Although there’re so many people around me, who love me, care for me, always supporting me, trying to convince me that I have to go on. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Although I truly belive that God has created the best path of life for every one. That God will never do anything harmful. That every single thing that happen to us in our life is designed in such a way so that a harmony in life will be created. That’s why I should never give up. But still .... there are times when I wonder, should I just stop right here and give it all up ?

Thursday, March 09, 2006

Nilai Pekerjaan

This writing is inspired by : “Menjadi Murrabiyah Sukses” oleh Cahayadi Takariawan dan Ida Nur Laila


Ada empat orang tukang bangunan yang terlibat dalam proses pembangunan sebuah mesjid. Ketika orang pertama ditanya apa yang sedang dia lakukan, dia menjawab “ saya sedang memecah batu”. Ketika orang kedua ditanya dengan pertanyaan yang sama, dia menjawab “saya sedang membangun mesjid”. Dan jawaban dari orang ketiga untuk pertanyaan yang sama adalah “ saya sedang mencari nafkah untuk anak dan istri saya”. Berbeda dengan orang pertama, kedua, dan ketiga, ketika pertanyaan ini diajukan kepada orang keempat, dia menjawab “ saya sedang membangun peradaban”.

Cerita itu merefleksikan bahwa nilai dari apa yang kita kerjakan sebenarnya sangat bergantung kepada cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu. Sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, jika kita memahami bahwa pekerjaan itu adalah bagian dari sebuah perencanaan besar, atau bahwa pekerjaan itu adalah proses menuju terwujudnya sesuatu yang besar, maka tidak akan ada lagi perasaan kecil dalam hati kita ketika mengerjakan pekerjaan itu.

Seorang tukang sampah yang berjalan dari rumah ke rumah untuk mengangkut sampah misalnya, ketika dia memandang bahwa apa yang dia kerjakan adalah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih misalnya, untuk menciptakan keindahan yang sangat disukai Allah misalnya, atau untuk meringankan beban sekian banyak orang sehingga mereka bisa mengerjakan yang lain tanpa harus memikirkan masalah sampah yang menggunung di rumahnya, maka dia akan selalu mudah untuk memotivasi dirinya sendiri ketika dia merasa lelah dalam mengerjakan pekerjaannya. Dia tidak akan pernah memandang remeh pekerjaannya.

Atau contoh lain adalah seorang murrabi (pendidik) yang duduk dihadapan dua orang objek da’wah nya, berusaha menjelaskan tentang nilai – nilai islam, berusaha memberikan pencerahan intelektual sekaligus spiritual untuk keduanya, tentu tidak akan mudah merasa kecil hati dengan jumlah orang yang ada dihadapannya ketika dia berpikir bahwa dari dua orang ini, masing – masing mereka akan menyampaikan kepada 10 orang lainnya, kemudian yang 20 orang itu masing – masing akan menyampaikan kepada 10 orang lainnya sehingga terkumpul 222 orang yang memahami islam. Dengan frame berpikir yang seperti ini tentu dia tidak akan menggap kecil apa yang sedang dikerjakannya.

Jadi, nilai dari apa yang kita kerjakan sangat tergantung kepada bagaimana cara berpikir kita terhadap pekerjaan itu sendiri. Walaupun harus diakui bahwa terkadang kepenatan kita membuat kita kurang bisa bersikap “think global act local”. Terkadang tetap saja ada perasaan – perasaan kecil hati ketika melihat bahwa apa yang kita kerjakan tidak secara instant dapat langsung dilihat dampak atau keberhasilannya. Dan terkadang tetap saja ada perasaan – perasaan kesepian ketika melihat sedikitnya jumlah orang yang sedang berjalan menuju ke arah yang sama.


~upi, yang sedang berusaha mengumpulkan serpihan – serpihan semangat untuk memotivasi diri agar tetap bergerak~

istimewa

Sesuatu yang istimewa yang hadir dalam kehidupan kita, akan terasa begitu menyenangkan. Tapi ketika sesuatu itu kita temui setiap hari, maka lama kelamaan akan berkurang keistimewaannya. Karena kita telah terbiasa dengan kehadirannya, maka sesuatu itu pun akhirnya menjadi biasa dan tidak lagi istimewa. Tapi jika suatu hari kita tidak merasakan kehadirannya, ketika itu barulah kita akan kembali teringatkan akan keistimewaanya.

Mungkin itu yang terjadi dengan teman – teman kita. Di awal kita sangat merasakan keistimewaan mereka. Mereka yang selalu mendengarkan semua keluh – kesah kita. Mereka yang kehadirannya selalu membawa keceriaan untuk kita. Mereka yang selalu ada sebagai tempat bersandar untuk kita. Dan semua keistimewaan – keistimewaan yang kita rasakan yang membuat kita merasa sangat beruntung memiliki teman seperti mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, kita menjadi terbiasa dengan kehadiran mereka. Kita sudah biasa memiliki tempat bercerita. Sudah biasa dengan semua keistimewaan yang ada sehingga yang istimewa tadi memang rasanya menjadi biasa. Cinta yang hadir karena Allah untuk teman kita berubah menjadi interaksi biasa yang terkadang kehilangan makna.

Ketika mereka tidak lagi hadir diantara kita, barulah kita teringatkan akan keistimewaaanya. Ketika masing – masing sudah disibukkan dengan aktivitasnya sehingga berkuranglah intensitas interaksi, barulah ketika itu mulai ada perasaan kehilangan yang menyusup di hati. Ketika sudah berkurang waktu untuk saling mendengar, menguatkan, dan ketika pundak masing - masing sudah dipenuhi dengan beban kehidupan sendiri sehingga tidak ada lagi tempat untuk saling bersandar, barulah ketika itu kita mulai benar – benar merasa kehilangan.

Mungkin itulah alasannya kenapa Rasulullah sangat menganjurkan adanya kejutan – kejutan kecil dalam hubungan itu agar sesuatu yang istimewa tetap terpelihara keistimewaaanya. Kejutan – kejutan kecil seperti saling memberi hadiah, kejutan hati seperti saling mendo’akan, kejutan silaturahmi seperti saling mengunjungi, dan kejutan lain yang akan memelihara keistimewaan cinta diantara dua orang sahabat yang saling mencinta karena Allah.

Allahuma innaka ta’lamu annahadzihilqulub... fawatsiqillahuma rabithataha...
la, cepet sembuh yaa ...

Sunday, March 05, 2006

Sepenggal Kisah

Laki - laki itu hanya duduk termenung di atas sajadah seusai sholat berjama'ah dengan istrinya. Sebuah kesedihan yang mendalam terbaca dengan jelas melalui raut mukanya. Dan dia hanya menggelengkan kepala ketika sang istri menanyakan keadaannya. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar ketika mereka beranjak, merapihkan sajadah dan mukena kemudian berpindah dan duduk di atas tempat tidur.

Tapi tidak berapa lama kemudian keheningan malam itu terpecahkan ketika sang istri tiba - tiba tidak mampu menahan air matanya. Dia menangis. Dia menangis tanpa tahu apa sebabnya. Yang dia tahu adalah dia tidak mampu menahan air mata ketika dalam diam tadi dia berdo'a, berharap agar Allah memberikan hiburan untuk kesedihan yang sedang dialami suaminya, agar Allah memberikan kelapangan untuk kesempitan yang sedang dirasakan suaminya, dan lantunan do'a dalam hati itu lah yang mendesak air mata nya untuk keluar.

Ini kah yang dinamakan ikatan hati ? Ketika kita merasa sedih melihat orang yang disayangi berada dalam kesedihan. Ini kah yang dinamakan ikatan hati ? Ketika kita meneteskan air mata untuk sesuatu yang kita sendiri tidak tahu apa. Hanya ada kesedihan yang mengisi ruang hati yang tidak bisa dijelaskan apa sebabnya. Wallahua'alam bish shawab.

Dan semakin banyak air mata yang keluar dari mata perempuan itu ketika suaminya menjelaskan bahwa kesedihannya yang terdalam adalah karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk istrinya ...

Dewasa dan Manja

Orang bilang, menikah itu membuat kita menjadi dewasa. Ada banyak hal yang harus dihadapin, dan ada banyak masalah yang harus diselesaikan yang bobot nya relatif lebih berat, sehingga itu semua akan menempa kita untuk berpikir lebih dewasa. Iyak betulll ... saya setuju sekali.

Tapi di sisi lain, saya juga merasa, menikah membuat saya menjadi lebih manja. Entah ini memang fenomena yang biasa, atau justru sebuah kasus tidak umum yang terjadi pada saya. Karena setelah menikah, saya merasa menjadi lebih mudah menangis. Padahal sebelumnya saya terbilang jarang meneteskan air mata. Saya terbiasa menyelesaikan setiap permasalahan sendiri sehingga saya selalu memotivasi diri untuk tidak cengeng atau manja. Tapi sekarang berbeda kondisinya. Mungkin karena sekarang selalu ada tempat bersandar. Karena saya selalu dilindungi, saya menjadi rapuh. Karena kasih sayang yang berlimpah, saya menjadi manja .. Wallahua'lam. Yang jelas, akhir - akhir ini banyak air mata yang sulit dipahami.

Sunday, February 19, 2006

Bersiap dan Berbuatlah

::Wasiat Hasan Al Banna::

Saudaraku,

Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidupnya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah giliran kita untuk memimpin dunia, karena bumi tetap akan berputar dan kejayaan itu akan kembali kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.

Bersiap dan berbuatlah; jangan menunggu datangnya esok hari, karena bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.

Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti. Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, karena kita memang tidak mengenal kata berhenti dalam berjihad.

Allah swt berfirman, " Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari Keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami..." QS. Al Ankabut [29]:69

Hanya Allah-lah Dzat yang Maha Agung, bagi-Nya segala puji.
--------------------------------
Wasiat yang saya terima lewat milist ini benar - benar menjadi penyejuk di kala hati mulai melemah. Tak bisa dipungkiri bahwa ketika kita berusaha menapaki jalan ini, kita pasti menemui saat - saat dimana masalah datang bertubi - tubi. Seolah semua pintu keluar telah terkunci. Saat dimana kita benar - benar merasa sendiri ketika yang lain satu persatu mulai permisi dan pergi. Saat dimana hati mulai tergoda untuk menyerah kalah pada keadaan dan tak mampu menumbuhkan lagi harapan untuk tetap berjuang.
Berjalan melawan arus memang melelahkan. Berteriak lantang untuk mengajak orang berjalan ke depan sementara sebagian besar memilih untuk mundur ke belakan memang tidak gampang. Tapi bukan kah Allah sudah janjikan kemenangan ? Bukan kah Allah sudah janjikan pertolongan bagi orang - orang yang beriman ? Bukan kah Allah akan selalu menyertai orang - orang yang bersabar. Bukankah itu semua sudah cukup menjadi alasan untuk kita tetap bertahan ?
Allahu ya rabbi, semoga engkau selalu pautkan hati ini pada keimanan kepada Mu, keta'atan kepada Mu. Semoga engkau selalu pautkan hati ini pada da'wah di jalan mu.
this writting is dedicated to : myself. ayo upi semangat !!!!

Monday, January 23, 2006

harapan yang hilang

Setiap hal yang kita putuskan untuk jalani, pasti ada pengorbanan yang harus dilakukan untuk menjalaninya. Begitu juga dengan keputusan untuk menikah, pasti ada yang dikorbankan. Dan sebuah pertanyaan dari seorang teman membuat saya termenung cukup lama. "Apakah teh upi termasuk orang yang mengorbankan harapan serta keinginan atau peluang setelah menikah ?"
Sesuatu yang kita lakukan dapat dikategorikan sebagai pengorbanan atau tidak menurut saya tergantung dari kacamata mana kita melihatnya. Seorang ibu yang menjual anaknya untuk mengeluarkan dirinya dari kesulitan ekonomi, apakah itu sebuah pengorbanan ? Bagaimana jika dibandingkan dengan kisah seorang ibu yang membiarkan anaknya dimasukan ke dalam tungku berisi air mendidih demi untuk mempertahankan aqidah nya, apakah itu juga sebuah pengorbanan ? Menurut saya tergantung kepada bagaimana pemahaman kita memandang permasalahan itu.
Menikah memang bukan perkara mudah, ada tugas baru yang kini di emban, ada tanggung jawab baru yang kini harus dipikirkan. Ada hal - hal yang memang tidak lagi bisa dengan bebas kita lakukan setelah menikah. Sekarang mungkin saya tidak lagi bisa dengan bebas membiarkan diri saya pulang lebih malam dari biasanya karena tugas2 di kantor yang harus di selesaikan. Karena izin suami sekarang menjadi prioritas yang harus didahulukan. Tidak lagi bisa dengan bebas berpikir untuk pindah ke kota manapun selama di sana memang ada peluang dimana saya bisa bekerja, mengerjakan sesuatu yang saya senangi. Karena sekarang saya memilih untuk tinggal di kota manapun dimana di situ tinggal suami saya. Dan sekarang saya pun harus berpikir puluhan kali untuk melanjutkan rencana belajar ke luar negri.
Tapi apakah dengan melakukan itu semua berarti saya sudah mengorbankan harapan, keinginan, serta peluang - peluang yang ada di depan mata ? Rasanya tidak sama sekali. Semua itu adalah pilihan - pilihan yang saya ambil sendiri. Suami memang tidak pernah melarang atau membatasi saya untuk mengembangkan potensi diri saya sendiri baik dengan bekerja di dunia profesional maupun dengan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi pilihan - pilihan itu saya yang tentukan, dengan dukungan penuh dari beliau tentunya. Saya yang memilih untuk tidak menempatkan profesi di atas keluarga. Saya juga yang memilih untuk tidak pergi ke manapun baik untuk sekolah maupun untuk bekerja kecuali suami saya ikut mendampingi saya.
Dan itu semua bukan pengorbanan. Mungkin dilihat dari satu sisi memang ada hal - hal yang harus dilepaskan. Tapi bukan berarti saya sepenuhnya melepaskan atau mengorbankan harapan, keinginan, serta peluang. Semua pilihan - pilihan itu saya ambil karena saya punya harapan - harapan baru setelah menikah. Saya punya keinginan - keinginan lain setelah menikah. Dan saya juga mulai mencari peluang - peluang baru setelah menikah. Dan untuk mewujudkan harapan dan keinginan yang baru serta untuk meraih peluang - peluang yang baru, saya harus melepaskan yang lama. Melepaskan genggamana saya kepada rumput - rumput yang ada di tanah karena tangan saya yang lain sedang meraih ranting pohon yang ada di atas.
Saya masih punya harapan untuk berkiprah dalam dunia profesional, tapi harapan saya sekarang adalah berkiprah di dunia profesional dengan dukungan 5 orang anak yang hafidz dan hafidzah. Saya masih punya keinginan untuk melanjutkan sekolah saya. Tapi sekarang keinginan saya adalah seorang suami yang dengan setia menemani saya bergadang semalaman untuk menyelesaikan tesis saya, keinginan menjadi mahasiswa pascasarjana sekaligus istri sholehah.
Intinya adalah memang ada hal - hal yang harus kita lepaskan setelah kita menikah. Tapi semua itu kita lepaskan untuk mendapatkan sesuatu yang nilainya jauh lebih besar. Ada harapan, keinginan, serta peluang yang harus dilepaskan. Tapi semua itu dilepaskan untuk mendapatkan harapan, keinginan, dan peluang yang lebih besar. Bukan berarti harapan, keinginan serta peluang itu mati dan hilang begitu saja.
Wallahu'alam bish shawab ...

Tuesday, January 03, 2006

ibu

Ibu, sebuah tema yang sebenarnya belum pernah mewarnai tulisan – tulisan saya selama ini. Saya bukan tipe anak yang bisa dengan mudah menceritakan segala macam tentang ibunya. Saya bukan tipe anak perempuan yang biasa bercerita, tidur dipangkuan ibunya atau sekedar bermanja dengan nya. Ada banyak hal yang melatarbelakangi ketidakdekatan saya dengan ibu saya. Yang jelas, karena hal ini sudah berlangsung sekian lama, saya tidak lagi merasa bahwa ini sesuatu yang ganjal. Karena saya sudah terbiasa tidak dekat dengan ibu.

Kondisi nya ternyata menjadi berbeda sekali setelah saya menikah. Karena sekarang telah hadir seseorang yang dengan seksama memperhatikan pola hubungan saya dengan ibu saya. Seseorang yang merasa takjub melihat bagaimana seorang anak perempuan tidak dekat dengan ibunya. Walaupun saya dan ibu tidak tinggal satu kota, tapi ibu saya cukup sering pulang ke bandung, dan setiap kali beliau pulang ke bandung, beliau tinggal cukup lama di bandung. Jadi perbedaan jarak yang ada antara saya dan ibu saya sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan utama ketidakdekatan kami. Alhamdulillah sekarang ada yang mengingatkan. Setiap kali saya lalai dalam berbakti kepada ibu, ada yang mengingatkan. Dan seseorang itu pun sekarang justru menjadi jembatan penghubung antara saya dengan ibu saya. Beliau yang sedikit demi sedikit merubah paadigma saya tentang ibu saya, dan beliau pula yang sedikit demi sedikit merekatkan kembali kerenggangan antara ibu dengan anak perempuannya. Segala puji bagi Allah atas karunia ini.

Selain itu, menikah ternyata membuat saya lebih banyak dan lebih serius lagi berpikir tentang peran dan pengorbanan seorang ibu. Mungkin karena sekarang saya dibayang – bayangi kemungkinan bahwa bisa jadi dalam waktu dekat Allah pun membebankan tugas sebagai seorang ibu kepada saya. Saya jadi lebih memahami bahwa memang tidak semua ibu terbiasa membelai lembut kepala anaknya, tidak semua ibu terbiasa mengajak anaknya berbicara dari hati ke hati. Tidak semua ibu terbiasa mengucapkan kata – kata sayang dan mesra untuk anaknya. Tidak semua ibu terbiasa mengekspresikan rasa sayang dan kekhwatirannya. Tapi dibalik semua itu, seorang ibu secara fitrrah pastilah menyimpan sejuta cinta untuk anaknya.

Alasan apapun yang mendasari ketidakdekatan seorang anak dengan ibunya, tetap tidak bisa menghapuskan semua pengorbanan yang telah dilakukan ibu untuk anaknya. Tidak bisa menafikan bahwa surga seorang anak tetap terletak dibawah telapak kaki ibunya. Astaghfirullah … semoga Allah membukakan pintu ampunan untuk kelalaian saya terhadap ibu selama ini. Dan semoga Allah memberkahi ibu dan juga ayah saya, menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi saya.

Specially for starnoegh : you are the star of my life