Ketika perjalanan da’wah kita mengalami rintangan maka berbahagialah, karena itu menandakan bahwa insya Allah kita memang berada di jalannya para Rasul dan salafush shalih. Ujian, rintangan, dan kendala memang sunnatullah da’wah. Kesulitan memang tidak akan bisa dihindarkan dari jalan da’wah dan para da’i nya.
Bagaimana cara kita mengatasi kesulitan, itulah yang cermin dari keimanan dan pemahaman kita. Jika kita memiliki pemahaman yang kuat, syumul dan tidak tergoyahkan, maka sejak awal seharusnya kita memahami bahwa ketika kaki kita menapak di jalan da’wah maka ketika itulah kesulitan menjelang dihadapan kita. Pemahaman seperti itu akan membuat kita bersiap siaga. Dan tidak kemudian patah arang dengan kesulitan yang menghadang.
“Saya sudah tidak berselera lagi”
Kalimat itu rasanya naif sekali untuk dijadikan sebuah alasan pengunduran diri dari sebuah amanah da’wah. Memangnya sejak kapan da’wah menyesuaikan diri dengan selera kita ? Memangnya sejak kapan da’wah memiliki kaitan dengan selera kita ?
Ikhwah fillah, sesulit apapun rintangan yang kita hadapi, baik dalam perjalanan da’wah kita di sini, maupun dalam perjalanan da’wah secara keseluruhan, saya yakin kesulitan itu belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh para Rasul terdahulu, bahkan belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh generasi sahabat setelah itu. Kalaulah kesulitan ini sudah membuat kita “kehilangan selera”, maka layakkah kita menyebut diri kita sendiri da’i?
Perjalanan da’wah tidak akan pernah berhenti, karena Allah yang menjamin keberlangsungannya. Sekarang pilihan ada pada kita, apakah kita akan ikut berjalan bersamanya walau dengan langkah tertatih sekalipun, atau kita memilih untuk menjadi orang biasa saja yang menonton pertandingan dari luar pagar.
Semoga rahmat dan hidayah Allah menaungi kita semua agar langkah kaki kita tidak akan berhenti sampai di sini. Langkah kaki kita tidak akan berhenti baik sekarang maupun nanti, sampai akhirnya nyawa terpisah dari raga ini.
Bagaimana cara kita mengatasi kesulitan, itulah yang cermin dari keimanan dan pemahaman kita. Jika kita memiliki pemahaman yang kuat, syumul dan tidak tergoyahkan, maka sejak awal seharusnya kita memahami bahwa ketika kaki kita menapak di jalan da’wah maka ketika itulah kesulitan menjelang dihadapan kita. Pemahaman seperti itu akan membuat kita bersiap siaga. Dan tidak kemudian patah arang dengan kesulitan yang menghadang.
“Saya sudah tidak berselera lagi”
Kalimat itu rasanya naif sekali untuk dijadikan sebuah alasan pengunduran diri dari sebuah amanah da’wah. Memangnya sejak kapan da’wah menyesuaikan diri dengan selera kita ? Memangnya sejak kapan da’wah memiliki kaitan dengan selera kita ?
Ikhwah fillah, sesulit apapun rintangan yang kita hadapi, baik dalam perjalanan da’wah kita di sini, maupun dalam perjalanan da’wah secara keseluruhan, saya yakin kesulitan itu belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh para Rasul terdahulu, bahkan belum mendekati kesulitan yang dihadapi oleh generasi sahabat setelah itu. Kalaulah kesulitan ini sudah membuat kita “kehilangan selera”, maka layakkah kita menyebut diri kita sendiri da’i?
Perjalanan da’wah tidak akan pernah berhenti, karena Allah yang menjamin keberlangsungannya. Sekarang pilihan ada pada kita, apakah kita akan ikut berjalan bersamanya walau dengan langkah tertatih sekalipun, atau kita memilih untuk menjadi orang biasa saja yang menonton pertandingan dari luar pagar.
Semoga rahmat dan hidayah Allah menaungi kita semua agar langkah kaki kita tidak akan berhenti sampai di sini. Langkah kaki kita tidak akan berhenti baik sekarang maupun nanti, sampai akhirnya nyawa terpisah dari raga ini.
Teruntuk mujahidah - mujahidah seperjuangan, mari terus melangkah ...
0 comments:
Post a Comment