Banyak orang yang bilang bahwa porsi atau peranan sosial seorang perempuan ketika dia sudah menikah akan berkurang. Saya setuju dengan pendapat itu, karena saya pun mengalaminya ketika sudah menikah. Tapi saya tidak setuju jika berkurangnnya peranan sosial seorang perempuan identik dengan berkurangnya perhatian terhadap teman – teman di sekitarnya.
Dulu, sebelum saya menikah, dan ketika teman – teman saya satu per satu menemukan pasangan hidupnya, saya merasakan itu. Bahwa perhatian mereka sedikit berkurang untuk saya. Persis seperti yang pernah saya tulis disini. Dan sampai sekarang pun saya melihat banyak sekali teman – teman yang ketika sudah menikah, hampir tidak punya kesibukan lain selain mengurus suami dan anak (kalau sudah punya). “Suami baru pulang jd ga bisa pergi”, “Mau nganter suami”, “Suami ga bisa nganter, jadi kayanya ga bisa dateng”, dan berbagai macam pernyataan serupa. Kondisi ini yang (kalau saya perhatikan) pada akhirnya menimbulkan jarak antar sang perempuan yang sudah bersuami dengan teman – temannya dekatnya. Karena dia begitu disibukkan dengan keluarganya, bahkan untuk urusan “curhat” pun sudah ada penggantinya.
Perhatian yang terbagi atau teralihkan pada keluarga yang baru saja dibentuk tentu tidak salah. Tapi kalau sampai membuat seorang perempuan “terisolasi” dari lingkungan sosial, bahkan membuat dia “kehilangan” teman – teman terdekatnya, rasanya ini juga tidak benar. Menurut saya, (berdasarkan apa yang saya alami), suami dan teman atau sahabat memiliki porsi dan peranan yang berbeda. Kewajiban seorang perempuan untuk melayani, ta’at dan mencurahkan perhatiannya pada keluarganya bukan berarti mengurangi tanggung jawab sosial dia terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk teman – temannnya.
Selain itu, tetap berhubungan baik dengan teman – teman atau tetap memiliki sahabat dekat sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi seorang perempuan yang sudah menikah. Keshalihan, pengertian dan kesabaran seorang suami tentulah membuat sang istri merasa sangat nyaman untuk mengkonsultasikan atau mendiskusikan semua yang ada di dalam kepala dan hatinya kepada suaminya. Tapi terkadang tetap saja, seorang istri juga membutuhkan “second opinion” dari sahabatnya. Apalagi jika sahabat tersebut sudah mengenal dia jauh lebih lama dibandingkan dengan suaminya, tentulah ada sisi – sisi tertentu dalam diri sang istri yang “belum” dipahami oleh pasangan hidupnya.
Tidak hanya ‘second opinion” yang bisa didapatkan oleh seorang perempuan dari sahabatnya, tapi juga “ a girl’s view”. Pendapat atau pandangan dari sudut pandang perempuan mengenai suatu masalah. Cara berpikir yang berbeda antara laki – laki dan perempuan menghasilkan cara penilaian yang berbeda juga dalam menilai atau memandang suatu masalah. Perasaan sayang dan cinta suami tentu membuat dia memberikan perhatian yang lebih terhadap permasalahan yang dihadapi oleh istrinya. Tapi terkadang istri juga membutuhkan pendapat dari sudut pandang perempuan mengenai masalah yang dihadapinya.
Dan keuntungan lain yang tidak kalah pentingnya adalah, selalu ada “pasangan pengganti”. Ketika seorang suami tenggelam dalam dunianya, ketika dia begitu disibukkan oleh urusan pekerjaan atau aktivitas lainnya, seorang istri selelu bisa “berpaling” kepada sahabat perempuannya. Selalu ada pasangan pengganti yang mencegahnya dari diliputi perasaan kesepian dan kekurangan perhatian. Kalau dia hanya mengandalkan suaminya sebagai sumber perhatian juga kasih sayang dan teman yang mengisi kekosongan, tentulah dia akan merasa sangat kesepian ketika suaminya sangat sibuk di luar rumah. Lainlah nya kalau sang istri dapat menyibukan diri juga bersama sahabat – sahabatnya (yang perempuan tentu saja).
Above all that, tetap harus digarisbawahi bahwa selalu ada porsi dan juga bentuk ekspresi yang berbeda dalam hal perhatian, kasih sayang, dan juga cinta terhadap seorang suami dan terhadap seorang sahabat.
Dulu, sebelum saya menikah, dan ketika teman – teman saya satu per satu menemukan pasangan hidupnya, saya merasakan itu. Bahwa perhatian mereka sedikit berkurang untuk saya. Persis seperti yang pernah saya tulis disini. Dan sampai sekarang pun saya melihat banyak sekali teman – teman yang ketika sudah menikah, hampir tidak punya kesibukan lain selain mengurus suami dan anak (kalau sudah punya). “Suami baru pulang jd ga bisa pergi”, “Mau nganter suami”, “Suami ga bisa nganter, jadi kayanya ga bisa dateng”, dan berbagai macam pernyataan serupa. Kondisi ini yang (kalau saya perhatikan) pada akhirnya menimbulkan jarak antar sang perempuan yang sudah bersuami dengan teman – temannya dekatnya. Karena dia begitu disibukkan dengan keluarganya, bahkan untuk urusan “curhat” pun sudah ada penggantinya.
Perhatian yang terbagi atau teralihkan pada keluarga yang baru saja dibentuk tentu tidak salah. Tapi kalau sampai membuat seorang perempuan “terisolasi” dari lingkungan sosial, bahkan membuat dia “kehilangan” teman – teman terdekatnya, rasanya ini juga tidak benar. Menurut saya, (berdasarkan apa yang saya alami), suami dan teman atau sahabat memiliki porsi dan peranan yang berbeda. Kewajiban seorang perempuan untuk melayani, ta’at dan mencurahkan perhatiannya pada keluarganya bukan berarti mengurangi tanggung jawab sosial dia terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk teman – temannnya.
Selain itu, tetap berhubungan baik dengan teman – teman atau tetap memiliki sahabat dekat sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi seorang perempuan yang sudah menikah. Keshalihan, pengertian dan kesabaran seorang suami tentulah membuat sang istri merasa sangat nyaman untuk mengkonsultasikan atau mendiskusikan semua yang ada di dalam kepala dan hatinya kepada suaminya. Tapi terkadang tetap saja, seorang istri juga membutuhkan “second opinion” dari sahabatnya. Apalagi jika sahabat tersebut sudah mengenal dia jauh lebih lama dibandingkan dengan suaminya, tentulah ada sisi – sisi tertentu dalam diri sang istri yang “belum” dipahami oleh pasangan hidupnya.
Tidak hanya ‘second opinion” yang bisa didapatkan oleh seorang perempuan dari sahabatnya, tapi juga “ a girl’s view”. Pendapat atau pandangan dari sudut pandang perempuan mengenai suatu masalah. Cara berpikir yang berbeda antara laki – laki dan perempuan menghasilkan cara penilaian yang berbeda juga dalam menilai atau memandang suatu masalah. Perasaan sayang dan cinta suami tentu membuat dia memberikan perhatian yang lebih terhadap permasalahan yang dihadapi oleh istrinya. Tapi terkadang istri juga membutuhkan pendapat dari sudut pandang perempuan mengenai masalah yang dihadapinya.
Dan keuntungan lain yang tidak kalah pentingnya adalah, selalu ada “pasangan pengganti”. Ketika seorang suami tenggelam dalam dunianya, ketika dia begitu disibukkan oleh urusan pekerjaan atau aktivitas lainnya, seorang istri selelu bisa “berpaling” kepada sahabat perempuannya. Selalu ada pasangan pengganti yang mencegahnya dari diliputi perasaan kesepian dan kekurangan perhatian. Kalau dia hanya mengandalkan suaminya sebagai sumber perhatian juga kasih sayang dan teman yang mengisi kekosongan, tentulah dia akan merasa sangat kesepian ketika suaminya sangat sibuk di luar rumah. Lainlah nya kalau sang istri dapat menyibukan diri juga bersama sahabat – sahabatnya (yang perempuan tentu saja).
Above all that, tetap harus digarisbawahi bahwa selalu ada porsi dan juga bentuk ekspresi yang berbeda dalam hal perhatian, kasih sayang, dan juga cinta terhadap seorang suami dan terhadap seorang sahabat.
0 comments:
Post a Comment