Daisypath Anniversary tickers

Wednesday, April 27, 2005

d - e - w - a - s - a

Kedewasaan seseorang adalah sesuatu yang ukuran atau parameternya sebenarnya sangat relatif. Sebagian dari kita menilai kedewasaan seseorang dari usianya. Maka tak heran jika seorang anak yang menginjak usia 17 tahun dianggap sudah “dewasa” dan diberi kebebasan ataupun diberi tanggung jawab yang tidak dimilikinya ketika ia belum genap berusia 17 tahun. Tapi sebagian besar mengukur kedewasaan seseorang dari pola pikirnya, sikapnya dan juga kecerdasan emosi nya. Orang yang berpikir panjang dan selalu berhati – hati dalam mengambil sikap dianggap lebih dewasa dari orang yang terbiasa untuk reaksioner atau kurang berpikir panjang. Orang yang melihat segala permasalahan dari sudut pandang yang proporsional dan mengambil hikmah dari semua kejadian yang dialaminya dianggap lebih dewasa dari orang yang “narrow minded” dan sempit hati. Orang – orang yang mampu mengontrol emosi dianggap lebih dewasa dari orang – orang yang cenderung mengekspresikan kemarahan, kesedihan, like and dislike serta emosi lainnya secara meluap – luap. Lalu bagaimanakah agar kita menjadi orang – orang yang “dewasa” ?

Orang bilang, bertambah usia adalah sebuah kepastian, tapi menjadi dewasa dan bijaksana adalah sebuah pilihan. Sesungguhnya proses pembinaan Islam yang kita ikuti secara kontinu adalah merupakan sebuah proses pendewasaan diri kita. Ini dapat dilihat dari semua konsep keislaman yang diajarkan kepada kita. Semenjak awal kita belajar Islam, kita dibina untuk selalu berpikir panjang, untuk selalu memikirkan “masa depan”. Bahwa kita boleh melakukan apapun asal kita mampu menghadapi pertanggungjawaban dari semua yang kita lakukan. Bahwa kita boleh melanggar “aturan” tapi kita juga harus mau menanggung konsekuensinya. Selalu ada reward and punisment untuk semua yang kita lakukan.

Dan sejak awal kita juga dibina untuk tidak hanya memikirkan diri kita sendiri. Ini yang menurut saya juga merupakan salah satu parameter kedewasaan seseorang. Sejak awal kita mengenal Islam, kita telah dibina untuk tidak hanya berbahagia dengan keislman kita tapi juga memikirkan keislaman orang lain. Kita dibina bahwa apapun yang dilakukan oleh orang lain, selalu ada kewajiban mengingatkan untuk hal – hal yang menyimpang dan kewajiban untuk membantu serta mendukung untuk hal – hal yang bersifat kebaikan. Bahwa setiap beban yang ditanggung oleh orang lain selalu ada porsi kita untuk meringankannya. Bahkan kita diajarkan untuk merasa “satu tubuh” dengan ummat Islam yang lain. Selalu seperti itu.

Dan jika kita berbicara mengenai kemampuan mengendalikan emosi sebagai ukuran kedewasaan seseorang, Islam sudah jauh lebih dulu mengkonsepkannya. Islam mengajarkan tentang bagaimana berlepas dari penilaian dan penghargaan orang lain, sesuatu yang sering membuat kita kecewa karena tidak pernah ada batas pencapaiannnya. Ketika Islam mengajarkan bagaimana berbahagia dan tertawa, maka pada saat yang sama Islam mengajarkan bagaimana kita bersedih dan menangis. Islam menganjurkan kita untuk marah tapi juga lebih memuliakan orang yang mampu mengendalikan amarahnya. Islam tidak hanya menganjurkan kita untuk bersikap keras dan tegas atau bersikap lemah lembut tapi juga memberikan koridor untuk mengaplikasikannya. Selalu seperti itu.

Oleh karena itu sangat logis untuk mengaitkan kedewasaan seseorang dengan pemahaman keislamannya. Semakin baik pemahaman Islam nya maka semakin dewasa pula sikap dan pola pikir seseorang. Itulah mengapa dua orang sahabat “cilik” diizinkan Rasulullah untuk pergi berperang pada usia 15 tahun. Itulah mengapa para sahabat yang lain pun mengukir prestasi yang luar biasa pada usia – usia yang masih sangat muda. Karena usia bukan ukurannya tapi pemahaman keislaman seseorang lah yang akan menunjukan apakah dia dewasa atau tidak.


Specially for Rela :
Mari kita sama – sama beranjak dewasa :)

1 comments:

rela said...

luv u sooo much..mmuah